Epilog

167 21 5
                                    

"Bahkan kalau misalkan nyawa bisa dibagi dan Ara lagi butuh nyawa, gue akan dengan sangat rela dan juga ikhlas memberikan nyawa gue untuknya, san

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Bahkan kalau misalkan nyawa bisa dibagi dan Ara lagi butuh nyawa, gue akan dengan sangat rela dan juga ikhlas memberikan nyawa gue untuknya, san."

🍓🍓🍓

Ara menghembuskan nafasnya perlahan, jarinya mengetuk-ngetuk meja. Beberapa kali ia memejamkan matanya, berusaha untuk tetap tenang menghadapi masalah yang belakangan ini menimpanya.

Dari meja, pandangan nya beralih pada orang yang berada di hadapannya satu-persatu. Seolah ia meminta penjelasan mengenai hal ini. Namun, saat Ara menatap mereka, semuanya langsung mengalihkan pandangan mereka masing-masing.

Mira, ia langsung menyeruput jusnya dengan terburu-buru. Sedangkan Sandra, ia memilih diam sembari memainkan ponselnya. Dan Gifano, orang yang selama ini memutuskan untuk pergi meninggalkan Ara dan melanjutkan pendidikanya di Amerika Serikat, menghela napasnya panjang sembari menatap Ara tulus.

"Kenapa kalian diam aja? Dan gak mau ngejelasin apa yang sebenarnya terjadi?" ujarnya.

Ara memejamkan matanya lalu menghela napasnya perlahan. Suaranya terdengar getir. "Kenapa Bagas meninggal? Apa yang sebenarnya terjadi sama Bagas?"

Ara menundukkan wajahnya, menghapus jejak air mata yang perlahan mulai turun membasahi pipinya. Rasa sakitnya masih terasa sampai detik ini, kenangan bersama Bagas terus berputar di otaknya. Padahal, ini baru satu hari ia lalui, untuk hari-hari selanjutnya Ara tak tahu apa yang akan ia rasakan. Mungkin, mati rasa.

Gifano yang ada di hadapan Ara langsung mengusap lengan Ara dengan lembut, memberikan energi yang ia punya.

"Jelasin ke gue Fan. Kenapa Bagas bisa pergi?" lirihnya, lagi.

Gifano menggelengkan kepalanya, sejujurnya ia juga tidak tahu apa yang terjadi. "Aku juga gak tahu, Ra. Minggu lalu Bagas hanya nyuruh aku datang ke Indonesia untuk menjaga kamu. Aku gak tahu apa alasan pasti Bagas. Tapi dia bilang, mulai detik itu dia gak bisa menjaga kamu lagi, Ra."

Bagas melirik ponsel yang kini berada di genggamannya. Ia membuka aplikasi kontak yang berada di ponselnya, lalu muncul sebuah nama 'Gifano Aksa'. Nama yang selama ini jarang sekali ia dengar suaranya. Bahkan dalam satu tahun, Bagas hanya bisa mendengar suara itu dua kali saja. Ia paham dengan situasi, mungkin karena Fano sedang sibuk di negeri orang, jadi mereka jarang berkomunikasi.

Dan saat ini, Bagas sedang bimbang. Satu sisi, ia ingin mengabari Fano dan menitipkan Ara padanya, karena ia rasa saat ini hanya Fano orang yang bisa dipercaya. Sedangkan di sisi lain, ia tidak ingin Fano tahu yang sebenarnya, dan hal itu akan membuat Fano hilang konsentrasi. Bagas tidak mau itu.

Dari aplikasi kontak, Bagas beralih ke galeri ponselnya. Yang pertama kali ia lihat adalah sebuah album yang bertuliskan 'Master Bro'. Bagas tersenyum tipis melihat itu, sebuah nama konyol yang tercetus saat ia bingung harus menamai apa album itu tiga tahun yang lalu.

Gifara [END]Where stories live. Discover now