54. Misterius

153 21 5
                                    

"Walaupun Ara akan mengingat Axelle, pada saat Axelle sudah tiada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Walaupun Ara akan mengingat Axelle, pada saat Axelle sudah tiada. Itu tidak masalah Buna. Yang terpenting Ara bisa mengingat Axelle kembali-"

* * * *

Jangan lupaa vote sama comment yaa gais, biar semangat nulis ceritanya:'

"Menurut kakak aku terima gak penawaran kontrak sama salah satu produk yang kemarin aku ceritain itu?"

"Kalau kata Mami, aku harus ambil. Selain biaya nya yang lumayan besar, partner modelling nya juga oke banget."

"Kakak tahu kan? Model ternama Rio Dewanto? Yap! Aku bakalan jadi partner nya."

"Gimana, keren kak? Menurut kakak aku ambil kontrak itu gak ya?"

Sandra terus berceloteh tentang dunia modelling nya. Bagas tidak perduli, yang ia pikirkan hanyalah Ara. Ia justru sedang memikirkan langkah apa yang harus ia ambil agar gadis itu tidak terluka. Bagas me-
nyandarkan bahunya pada sandaran kursi. Menutup matanya sejenak, lalu memijat pelipisnya perlahan.

"Jadi gimana, Kak?" tanyanya.

Bagas menatap gadis itu sebentar, lalu dirinya mengedarkan pandangan nya pada bangunan yang didesain klasik dan juga unik. Bentuk bangunan yanh terbalik juga lapisan dinding yang sengaja terbuat dari kayu itu menambah keunikan nya.

"Kakak dengerin aku gak sih?" tanyanya kembali. Kali ini gadis itu mengangkat sebelah alisnya dan menatap mata Bagas dengan lekat.

"Gue denger San!" bentak nya.

Sandra terkejut bukan main, bahkan tangan nya yang semula berada di lengan Bagas ia tarik ke belakang. Kepalanya tertunduk sembari menggigit bibir bawahnya, takut.

"Gue lagi stres San. Please, jangan bikin kepala gue makin pusing!"

"Ma-af, Kak," cicitnya pelan.

"Maaf kak, aku bener-bener gak tahu kalau kakak lagi banyak pikiran. Aku minta maaf ya kak," ujarnya sembari menggoyangkan lengan Bagas, membujuk laki-laki itu.

"LO BISA DIEM GAK SIH!" bentak nya sekali lagi.

Pramusaji yang mengantar pesanan mereka sampai terkejut dengan suara Bagas yang naik beberapa oktaf. Dengan perasaan takut, pramusaji itu menatap pada Bagas dan juga Sandra secara bergantian.

"Permisi, Mas, Mba. Ini pesanan nya satu molten chocolate lava cake, satu hazelnut and cream espresso, dan satu hot mocca latte. A-apakah a-ada tambahan?" tanya nya dengan hati.

Bagas menghembuskan napasnya panjang. Kali ini ia tidak bisa mengontrol emosinya. Sampai-sampai ia membuat terkejut semua pengunjung cafe. Bagas menatap mereka dengan tatapan bersalah, lalu menundukkan kepala dan menyatukan kedua tangan nya sebagai permohonan maaf.

Gifara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang