OCN43: Jika Awan Adalah Kamu

1.2K 285 17
                                    

Gua tersenyum pada pasien terakhir yang harus gua periksa dan bersiap untuk pulang. Hari ini cukup melelahkan karena banyak pasien yang datang dengan banyak keluhan yang sama, demam tinggi misalnya. Memang sih, cuaca lagi nggak bersahabat dan kayanya itu berdampak ke anak-anak yang tubuhnya belum biasa sama perubahan mendadak dari si cuaca.

Gua menepuk-nepuk pundak gua serta melakukan sedikit peregangan karena pegal terus duduk dan berdiri dalam waktu yang lama. Setelahnya gua merapihkan snelli gua dan mengambil tas gua, kemudian keluar dari ruangan.

Sambil menyusuri lorong rumah sakit menuju ke parkiran, gua menyapa beberapa perawat dan dokter yang gua temui. Sesampainya di parkiran, gua segera masuk ke dalam mobil, menyalahkan mesin, dan menyetel radio untuk menemani perjalanan gua menuju rumah. Bukan apartemen, tapi rumah, tempat dimana gua akan bertegur rindu dengan kedua orangtua gua yang sempat tergeserkan oleh pekerjaan yang cukup menggerogoti waktu gua.

Sepanjang jalan, gua hanya fokus pada jalan dan lagi yang di putarkan oleh radio mobil. Gua suka ketika gua mengendarai mobil dengan keramaian para announcer radio yang berceloteh ini itu seakan bicara kepada pendengarnya secara langsung, walau kenyataannya mereka cuma duduk di ruang recording dan berceloteh ria. Bagi gua mendengar radio itu menyenangkan, topiknya mungkin random, tapi suasananya selalu sama.

Suasana yang menghangatkan dan menghapus kesepian. Apalagi kalo didengerin pas lagi nyetir sendiri, itu udah paling pas banget.

"Nah, ada pesan nih dari Diana yang selalu menunggu buat Yuardi yang jauh disana dan tengah melindungi negara-"

Gua kehilangan fokus gua sebentar ketika mendengar announcer radio membacakan pesan dari seseorang bernama Diana kepada entah siapanya yang tengah melindungi negara.

Melindungi negara.

"Ah sialan," desis gua kemudian menepikan mobil gua ke parkiran Indomaret terdekat dan diam sebentar menatap setir mobil, sementara radio terus berceloteh.

"Nah, karena Yuardi lagi melindungi negara, jadi kita mau khususkan nih buat muterin lagu kebangsaan! Semangat buat Yuardi dalam menjalankan tugas negaranya yah!"

Kemudian radio memutar lagu Indonesia Raya, sementara gua sudah bergetar menahan tangis yang entah kenapa ingin gua keluarkan.

"Mobilmu nggak ada lagu kebangsaan apa?"

Dan pertanyaan Keanu mengenai lagu kebangsaan dimobil gua terputar kembali. Sosok Keanu yang begitu mengabdikan dirinya pada negara, melindungi perairan Indonesia dengan taruhan nyawanya lagi-lagi terputar kembali dalam benak gua, membuat gua sesak tiap kali mengingatnya.

"Nggak ada..." lirih gua, "nggak ada, Ken. Nggak ada."

Kadang gua bertanya pada diri gua sendiri, kenapa gua harus mengingat Keanu ketika rasanya begitu menyakitkan? Gua bisa melupakannya, melangkah maju seperti apa yang dikatakannya di dalam surat, bangkit walau harus tanpanya ... tapi kenapa rasanya lebih menyakitkan lagi ketika gua ingin bangkit dan melangkah ke depan?

Bahkan ketika Keanu memberikan gua izin untuk melupakan presensinya yang menyakitkan itu, gua tetap nggak bisa melakukannya. Presensinya menyakitkan, sungguh, tapi melupakannya benar-benar akan membuat gua kehilangan jiwa gua. Rasanya seperti mati rasa tanpa kehadirannya, yang gua nggak peduli itu menyakitkan atau tidak.

"Nggak bisa..."

🌊

Gua memeluk Mama dan mencium Papa setelah sampai ke rumah, bercengkrama dengan mereka untuk melepas rindu yang tertahan akibat sibuknya hari dan pekerjaan. Mama dan Papa menyambut gua dengan hangat, bahkan Mama memasak cukup banyak makanan favorit gua yang gua sendiri ragu untuk menghabiskannya.

OCEAN [SVT]Where stories live. Discover now