OCN51: Aku Disini

1.2K 274 78
                                    

"Kamu nggak nyata..."

Tangis gua semakin kencang ditengah hujan itu dan membuat gua meredamnya dengan menyembunyikan wajah gua dilipatan tangan gua yang memeluk kedua lutut gua sekarang ini.

Gua pikir gua telah baik-baik saja,
gua pikir gua akhirnya bisa merelakannya,
gua pikir akhirnya gua mampu tersenyum tanpanya,
namun semuanya adalah pikiran yang salah.

Gua ternyata masih belum semampu itu.

"Ale..."

Tangis gua semakin keras. "Diem! Diemmm! Kamu nggak nyata! Aku benci semua hal soal kamu! Kenapa kamu pergi tanpa bilang apapun sama aku? Kenapa, Kennnn?"

Gua semakin mengeratkan pelukan gua pada kedua lutut gua, berusaha menghilangkan imajinasi menyedihkan yang gua ciptakan sendiri akan sosok yang telah pergi itu.

"Katanya udah gapapa."

Gua mendengar suara teduh diantara derasnya suara hujan yang terus turun. Gua kenal suara itu.

Suara seseorang yang seharusnya sudah pergi dari area pemakaman ini sejak tadi, namun nyatanya ketika gua mendongakkan kepala, sosoknya berdiri ditempat yang sama dengan presensi Keanu yang nggak nyatanya sama sekali itu. Berjongkok disamping gua dengan wajahnya yang tak berekspresi.

"Kemarilah," ajaknya mengulurkan tangan, "biar kuantar pulang."

Dengan terisak gua menyebut sebuah nama, "Ken..."

Juna menarik gua hingga berdiri dalam sekali tarikan yang sama sekali nggak kuat, membawa gua ke dalam pelukannya dengan jaketnya yang telah disampirkannya dikepala gua, melindungi kepala gua yang sebenarnya sudah basah oleh hujan.

"Kita pulang."

Gua terlalu lelah untuk sekedar mengiyakan ataupun menolak ajakan Juna, sehingga akhirnya gua membiarkan diri gua ditarik oleh Juna keluar dari area pemakaman dan masuk ke dalam mobilnya.

Di dalam mobil hingga tiba di apartemen gua, baik Juna ataupun gua sama-sama membisu, seakan diam adalah salah satu komunikasi paling efektif sekarang ini untuk kami. Bahkan suara deru nafas pun seakan enggan untuk menginterupsi kebisuan diantara gua dan Juna.

Juna,
pria itu hanya menarik tangan gua dengan lembut tanpa bicara apapun menuju ke kamar mandi di apartemen gua walau dirinya agak sedikit linglung soal dimana letak kamar mandi tersebut.

Dengan perlahan, Juna mengisi bath tub dengan air hangat dan melepaskan tangan gua. Ditatapnya diri gua sebentar sebelum akhirnya dia meninggalkan gua di kamar mandi sendirian tanpa berkata apa-apa dan menutup pintu dengan perlahan.

Gua berjalan lunglai kearah pintu dan menguncinya, kemudian kembali menangis dengan tubuh yang sudah meresot ke lantai, nggak peduli dengan Juna yang mungkin saja mendengar tangisan gua.

Nggak peduli bahwa air di dalam bath tub sudah penuh dan terus mengucur, gua tetap nggak beranjak dari posisi gua sekarang dan tetap menangis.

Padahal selama ini gua udah merasa baik-baik saja,
padahal selama ini gua udah bisa tersenyum setiap kali pamit pada fotonya yang ada di kamar gua,
padahal selama ini gua udah selalu mengunjunginya dengan senyuman setiap minggu,
tapi kenapa gua masih saja menangisi dirinya dan menciptakan imajinasi menyedihkan itu?

Apa ini yang dinamakan membohongi diri sendiri tanpa tau bahwa gua sedang berbohong?

Apa ini yang dinamakan kepura-puraan tanpa tau bahwa gua sedang bersandiwara?

Apa ini yang dinamakan menjadikan diri sendiri korban tanpa tau bahwa gua adalah pelaku yang menancapkan luka korban lebih dalam?

Rasanya sakit.

OCEAN [SVT]Where stories live. Discover now