OCN2: Edi

3.4K 585 18
                                    

"Saya nggak akan mengulangi apa yang sudah disampaikan Lettu Juna, tapi saya mohon kalian juga bekerja sama dengan kami karena kami yang akan bertanggung jawab atas diri kalian selama kalian tinggal disini," ujar pria berahang tegas dan berpangkat Kapten itu. "Perkenalkan nama saya Kapten Keanu Askara."

"Salam kenal, Kapten. Ganteng banget sih haduhhh," puji Yuna dengan nggak tahu malunya, anehnya beberapa dokter dan perawat wanita jadi ikut-ikutan seperti Yuna.

Gua menghela nafas pasrah, kira-kira apa yang akan terjadi selama tiga bulan kedepan yah? Melihat tingkah Yuna yang aneh, Diano dan Ula yang selalu ribut, apa kegiatan relawan kami akan berjalan baik?

"Eh!" gua memekik ketika kertas absen ditangan gua terlepas dari genggaman gua karena tiupan angin yang kencang.

Gua mengejarnya tapi kertas itu kini berada didalam genggaman tangan Kapten Keanu. Dia menatap kertas itu sebentar sebelum akhirnya menatap gua yang berdiri dihadapannya. Eh tunggu? Dihadapannya? Sejak kapan gua ada dihadapannya?

"Kamu ketua tim relawan?"

"Iya, Kapten."

"Mohon kerja samanya...." Kapten Keanu melihat kertas dihadapannya sekali lagi, lalu menyerahkan kertas itu pada gua. "....Dokter Aleana."

"Iya .... mohon kerja samanya juga, Kapten Keanu," kata gua lalu mengambil kertas absen tersebut dari tangannya.

"Mohon untuk mempercepat memilih barang-barang yang hendak dibawa terlebih dahulu karena pesawat akan berangkat 30 menit lagi," ujar Kapten Keanu sebelum memutar kembali tubuhnya menjauhi kami menuju ke pesawat yang akan kami tumpangi 30 menit lagi.

🌊

Setelah menaiki pesawat militer dan mendarat di bandara militer yang dibuat di kota, kami kemudian diangkut oleh truk transportasi militer menuju tempat pengungsian yang berada di puncak tebing yang cukup jauh dari laut, walaupun demikian kami masih bisa melihat pemandangan laut dari atas sini. Menurut cerita Lettu Juna, tempat pengungsian sengaja dibangun di puncak tebing karena apabila tsunami terjadi lagi, potensi ketinggian air dan sampainya air kesini akan mustahil, walaupun demikian mereka tetap menyediakan angkutan darurat. Tsunami sendiri diperkirakan tidak akan terjadi lagi, tapi para warga masih enggan untuk turun hingga semua kondisi dinyatakan benar-benar aman, selain itu pemerintah juga sedang membangun kota kembali yang waktu tempuh dari tempat pengungsian ini adalah 3 jam.

"Gila kita kaya camping yah! Tidurnya di tenda hahahaha!" ujar Yuna yang setenda dengan gua. Satu tenda ini diisi oleh dua orang, berisi dua single bed, satu lemari, dua kursi, dan satu meja.

"Ketawa mulu lu, kotak ketawa lu rusak apa gimana sih?" ledek gua sambil membereskan baju-baju gua dan memasukkannya kedalam lemari.

"Lu udah liat medicube kita nggak? Sumpah keren banget!"

"Iya udah liat gua. Lumayanlah," sahutku. "Udah selesai beres-beres belum lu? Ke dapur yuk, cari makanan."

"KUYYY!" ujar Yuna. "Makanan instan gua nggak ada yang gua bawa semua nih soalnya baju dan perlengkapan gua banyak banget."

"Lagian sih lu kaya mau pindahan, banyak banget barangnya."

Gua dan Yuna lalu pergi ke bangunan yang tak jauh dari tenda kami, sebenarnya bangunan ini adalah kantor tentara dan tempat mereka untuk beristirahat, tapi sengaja dibuat lebih besar untuk dapur dan juga kamar mandi umum.

Sepanjang perjalanan, kami terus menyapa para tentara yang kami temui. Tiba di dapur, kami hanya menemukan kemasan bubur instan, ya sudah lah untuk sekarang ganjal saja perut dengan ini dulu hingga pesta penyambutan tiba. Iya, kedatangan kami dirayakan dengan sebuah pesta penyambutan sebelum besok kami memulai pekerjaan kami yang sesungguhnya.

OCEAN [SVT]Where stories live. Discover now