OCN14: Close Case

2.4K 470 13
                                    

Sampai di markas, Serka Dika melakukan pelaporan sesuai prosedur yang berlaku. Gua pun ikut membantu Serka Dika sebagai saksi dan juga dokter relawan yang ada disana. Stok obat yang gua minta pun ternyata bisa diproses dengan cepat, tapi butuh sekitar dua hari untuk sampai kesini. Nggak lupa kami juga memberitahu perihal air beracun itu.

Awalnya atasannya Serka Dika nih marah banget karena kesannya kami seperti menyalahkan markas, jadi gua mencoba menjelaskan supaya nggak ada yang salah paham.

"Kami dapat subsidi air dari warga yang memang mulai beraktivitas seperti biasa. Mereka mengurusi air dan bahan makanan, ada juga yang dari pusat."

"Kalo gitu saya boleh tau warga yang mana aja yang bantu subsidi air?" tanya gua sedangkan Serka Dika mukanya udah pucat banget berdiri di samping gua.

Atasannya Serka Dika melotot kearah gua seakan gua salah banget nanya kaya gitu, kemudian ada seorang tentara yang maju dan berbisik, kayanya ajudannya.

"Biar Letda Sehan yang antar kalian ke rumah warga itu. Lakukan sesuai prosedur, kalau kurang bukti jangan ambil tindakan gegabah!" titahnya yang kesannya kaya ngebentak gua gitu, persis kaya seorang ayah yang lagi ngomelin anaknya.

Gua, Serka Dika, dan Letda Sehan lalu keluar dari markas. Serka Dika bernafas lega banget, sementara Letda Sehan malah ketawa ngeliat Serka Dika begitu.

"Pertama kali banget yah ngelapor kesini, Dik?"

"Nggak mau lagi saya ngelapor kesini! Serem banget Pak Kolonel!"

"Kan memang sudah karakter beliau begitu, tegas," ujar Letda Sehan sambil menyalahkan mesin mobil jeep yang gua naiki dengan Serka Dika sebelumnya, Serka Dika duduk di depan sama Letda Sehan, gua duduk di belakang.

"Tapi serem loh, Letda! Matanya itu loh, kaya mau copot!"

"Hahahaha, masa kalah sama Bu dokter? Biasa aja loh itu dipelototin juga."

Serka Dika lalu menengok kearah gua. "Dokter nggak takut apa sama Pak Kolonel?"

"Takut kenapa?" tanya gua bingung, Serka Dika berdecak kagum sementara Letda Sehan lagi-lagi tertawa, kayanya tentara-tentara disini kalo bibirnya nggak bisa berhenti senyum, pasti kotak ketawanya rusak, nggak ada sangarnya sama sekali.

"Pak Kolonel tuh galak loh, Bu dokter! Kalo melotot matanya kaya mau copot!" ujar Serka Dika.

"Ya emang kaya mau copot gitu sih tadi matanya, tapi buat apa takut? Matanya copot juga bukan Serka yang salah."

"Berani banget yah, Bu dokter, ini hahahahaha. Jarang ketemu karakter wanita kuat kaya Bu dokter," puji Letda Sehan, "siapa namanya, Bu dokter?"

"Aleana, Letda."

"Saya Sehan."

"Iya, tau kok," balas gua.

Letda Sehan lalu bercerita sedikit perihal warga yang katanya punya semacam perusahaan air mineral disini, walaupun terpaksa bangun dari nol lagi karena tsunami. Biasanya memang kerja sama dengan tentara buat subsidi air kalau dari pusat belum sampai, tapi kasus keracunan air ini terlalu tiba-tiba, makanya Kolonel sempat marah tadi karena nggak mungkin warga mau meracuni warga lain.

Logikanya masuk akal sih sebenarnya, tapi kita kan nggak tau apa ada kesalahan teknis atau semacamnya. Lebih baik dicek dulu.

Tempatnya ternyata nggak jauh dari markas. Sampai di tempat yang dimaksudkan Letda Sehan, kita bertiga turun. Warga-warga disini ramah dan sepertinya sudah kenal dengan Letda Sehan, langsung dipersilahkan masuk untuk lihat-lihat. Di dalam pabrik kecil ini juga ada dua orang tentara yang jaga, kalo katanya Letda Sehan memang sengaja ditempatkan untuk berjaga-jaga, nggak cuma di pabrik aja, di beberapa titik kota ini juga ada pos-pos tentara. Jadi kalau-kalau ada bencana bisa langsung hubungi markas dan melakukan evakuasi.

OCEAN [SVT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang