OCN53: Sepenggal Kisah Yang Sempat Usai

1.1K 268 30
                                    

Keanu

Dingin yang menusuk,
rasa sakit yang terus menggerogoti diri,
dan kesulitan bergerak seakan tubuh bukanlah milik.

Mata saya rasanya begitu sulit untuk terbuka, sementara nafas saya kian lama kian memendek. Saya kesulitan bernafas dan bergerak, rasa sakit yang tak berkesudahan membuat saya ingin menyerah untuk melawan kemana arus membawa saya.

Saya benar-benar sudah menyerah, hingga wajah seseorang terbayang dibenak saya. Seseorang yang tengah menunggu kepulangan saya di daratan sana.

Aleana.
Maafkan aku.

Bersamaan dengan itu, bayang-bayang Ibu muncul dihadapan saya sambil merengkuh saya dalam peluknya. Saya bisa merasakan bagaimana hangatnya pelukan Ibu didinginnya perairan biru ini. Bibirnya menempel pada kening saya, mencium saya begitu lembut.

"Waktumu masih panjang, Nak," begitu bisiknya.

Hal terakhir yang saya ingat adalah tertidur dalam pelukan Ibu yang mungkin saja akan menjadi pelukan selamat datang darinya untuk bergabung ke surga, walau saya sendiri ragu apakah saya sudah cukup layak masuk kesana. Namun ketika mata saya terbuka, rasa sakit masih menjalari tubuhnya saya dan ada seorang bocah laki-laki yang mengerjap-erjap kemudian berteriak memanggil Ibunya.

"Ibuuuu! Om tentaranya sadar, Bu! Ibuuuuu!"

Sadar?

Saya berusaha mendudukkan diri saya, namun bocah laki-laki itu langsung memukul kening saya. "Ih jangan bangun dulu, Om! Orang masih sakit! Nanti robek lagi lukanya!"

"Luka?" tanya saya parau.

"Bahunya bolong."

"...Hah? Ah ... iya ditembak," gumam saya, namun bocah laki-laki itu sudah keburu berteriak histeris.

"Ditembak, Om?!! Ih keren banget!!"

"Ben! Kenapa diganggu Mas tentaranya?!" seorang wanita paruh baya muncul di pintu sambil menjewer bocah laki-laki ini untuk menjauhi saya.

Wanita paruh baya itu mendekati saya lagi, mengecek keadaan saya, sebelum akhirnya tersenyum. "Untung sadar, Mas. Udah seminggu loh nggak bangun-bangun?"

"Seminggu?" tanya saya. "Saya masih hidup?"

"Masih lah, Mas. Suami saya nemuin Mas kesangkut dijaring nelayan dan posisinya bahunya berdarah. Saya cuma dokter umum di tempat terpencil kaya gini, jadi pengobatannya juga seadanya."

Saya hanya mengangguk lemah karena nggak punya kekuatan cukup untuk membuka mulut. Wanita paruh baya yang nggak saya tahu namanya ini mengecek kondisi saya dan menyuapi saya untuk makan secara perlahan.

Butuh sekiranya seminggu lebih untuk saya mengumpulkan kekuatan agar saya mampu menggerakkan tubuh saya dengan gerakan-gerakan sederhana. Wanita paruh baya yang membantu saya selama ini namanya Bu Lana, beliau dengan sabar merawat saya dan memastikan luka saya nggak berefek parah pada diri saya.

Selama hampir sebulan, saya tinggal bersama keluarga beliau sambil tetap diobati oleh Bu Lana. Saya juga bertanya pada suami beliau, Pak Karim soal dimana saya berada sekarang ini. Ternyata saya terdampar di wilayah terpencil yang sangat dekat dengan laut, disini hanya mengandalkan profesi nelayan untuk mencari nafkah dan jika ingin menempuh tempat umum seperti pasar atau sekolah harus pergi ke daerah kecil yang sedikit lebih maju yang jaraknya lumayan jauh.

Saya sendiri nggak tau bagaimana caranya kembali walaupun saya ingin. Pak Karim bisa saja mengantar saya menuju pelabuhan pangkalan militer yang saya maksud, sayangnya transportasinya cukup sulit karena perahunya ditakutkan nggak cukup kuat melawan ganasnya laut. Pak Karim sendiri mengatakan bahwa laut sedang ganas akhir-akhir ini, berlayar juga nggak bisa terlalu jauh karena takut ada badai atau laut pasang.

OCEAN [SVT]Where stories live. Discover now