OCN52: Kawan, Aku Rindu Dirimu

1.1K 281 82
                                    

Arjuna

Saya mengetuk-ngetuk telunjuk saya disetir mobil dengan pikiran kosong. Kunjungan satu tahun Keanu hari ini bukan hanya saya ataupun Ana saja yang bersedih, tapi seakan semesta juga ikut bersedih karenanya. Terbukti dengan langit yang semula cerah kini mendadak mendung.

Disaat saya hendak menyalahkan mesin mobil, saya teringat akan Ana yang masih menetap di makam Keanu. Jelas saya tau bahwa wanita itu akan menangis, saya pun nggak ingin menganggunya, tapi mengingat hujan mungkin akan turun, saya pun memilih untuk menunggu.

Saya menutup mata saya perlahan karena rasa kantuk dan lelah yang entah bagaimana datang menyerang. Hal yang saya ingat adalah saya terbangun ketika pasukan air mata langit mendung itu membentur mobil saya.

Hujan telah turun,
namun saya belum juga melihat Ana yang keluar dari area pemakaman.

Atau mungkin, saya telah melewatkannya karena tertidur sebentar. Saya pun memutuskan mengecek area pemakaman, namun saya justru menemukan Ana sudah tidak lagi ada di makam Keanu, melainkan di tempat lain yang jauh darisana. Berjongkok tanpa peduli hujan yang semakin lama semakin deras.

Saya perlahan menghampiri Ana, berjongkok tepat disampingnya dan berusaha menjaga ekspresi wajah saya agar nggak terlarut dalam rasa sedih Ana yang entah bagaimana tertular pada saya.

"Katanya udah gapapa," ujar saya.

Ana mendongak, menatap saya, dan hanya sesenggukkan dengan air mata yang berkamuflase menjadi air hujan yang kini tengah turun membasahi bumi.

"Kemarilah," ajak saya mengulurkan tangan, "biar kuantar pulang."

Dengan terisak Ana menyebut sebuah nama,
nama yang juga begitu menyesakkan didada saya.

Ken katanya.

Saya menarik Ana hingga dirinya berdiri dengan kekuatan yang tak seberapa. Sesuai dengan isi pesan Keanu yang memerbolehkan saya memeluk wanitanya disaat keadaan tertentu, saya lantas membawanya ke dalam pelukan saya dengan jaket saya yang sudah tersampir dikepalanya, melindungi kepalanya agar nggak semakin basah oleh hujan.

"Kita pulang," ujar saya dan membawa Ana keluar dari area pemakaman, menyuruhnya masuk ke dalam mobil.

Selama perjalanan menuju apartemennya, tak ada percakapan apapun yang saya lakukan dengan Ana, karena saya jelas tau bahwa mau topik apapun dan bagaimanapun jenakanya saya membawa topik tersebut, Ana nggak akan tertawa. Dia sudah terlalu sedih dan rapuh, menghiburnya bukanlah pilihan yang ingin saya ambil ketika saya tau bahwa dia nggak membutuhkannya sata ini.

Sampai di apartemennya, saya menarik tangannya dengan lembut, menuntunnya menuju ke kamar mandi walau sebenarnya saya agak bingung karena nggak tau dimana letak kamar mandi tersebut.

Setelah saya menemukannya, saya mengisi bath tub dengan air hangat dan melepaskan tangan Ana, menatapnya dengan harapan bahwa dia mengerti, jika tatapan saya padanya berarti saya ingin dia mandi dan membersihkan diri. Kemudian saya keluar dari kamar mandi dan menutup pintunya perlahan, saya nggak langsung menjauh darisana, saya bersandar di dinding dekat pintu, berniat memastikan Ana baik-baik saja.

Walau nyatanya, saya hanya mendengarkan tangisan pilu yang semakin menyayat hati saya.

"Sampai kapan saya harus menjagamu yang rapuh, Ana?" gumam saya. "Kuatlah, karena bahu saya juga udah nggak kuat untuk menopangmu lagi."

Benar,
saya juga sama lemahnya dengan Ana.

Ketika yang lain mulai berjalan meninggalkan luka mereka bersama Keanu, hanya saya dan Ana yang tetap berdiam disana. Seakan enggan untuk berjalan, saya dan Ana menyiksa diri sendiri untuk sebuah eksistensi yang tak ada.

OCEAN [SVT]Where stories live. Discover now