OCN47: Sekarang Hanya Ada Kita

1.1K 244 24
                                    

Di dalam mobil yang berisi Juna, kakaknya, dan keponakannya, gua lah satu-satunya yang merasa paling canggung. Ya gimana nggak canggung, ketika Juna sibuk haha hihi sama kakaknya, gua cuma diem dan tersisihkan sama suasana yang mereka ciptakan, sementara keponakannya Juna udah tidur lelap.

"Eh, ajak ngobrol lah itu cewekmu!" seru Mbak Arsya.

"Mana ada cewekku?! Gosip aja! Jangan bilang-bilang Bunda!"

"Ih dibilangin aja belum."

"Ya jangan lah! Bukan cewekku, temen doang."

"Ah katanya Abi kamu nangis-nangis dulu gara-gara cewek."

Juna nangisin cewek? Seorang Juna? Ah mantannya yang dulu kali yah?

"Apaan sih? Gosip!" gerutu Juna kesal, "Mbak mau ke rumah apa ke rumah Bunda?"

"Mbak mau ke rumah aja, anak-anak udah puas mainnya. Malem ini mertua Mbak dateng soalnya."

"Ya udah," jawab Juna yang langsung membelokkan stir mobil kearah kiri, memasuki sebuah komplek perumahan yang kayanya masih baru karena masih banyak rumah-rumah yang sedang dibangun.

Mobil Juna terhenti disebuah rumah bercat abu tingkat dua. Juna segera turun dari mobil, kemudian membukakan pintu untuk Mbak Arsya, gua sempat pamitan dengan Mbak Arsya yang membalas gua dengan senyum cerah. Sementara itu, Juna segera menggendong si kembar yang tertidur di kursi tengah bersama gua sekaligus. Juna sempat masuk ke dalam rumah Mbak Arsya cukup lama dan keluar lagi bersama seorang pria yang gua yakini sebagai suaminya Mbak Arsya.

Gua sempat menimbang-nimbang apakah gua sebaiknya keluar untuk memberi salam, tapi Juna seakan peka dengan gerak-gerik gua di dalam mobil, dan tangannya mengibas seakan meminta gua nggak perlu keluar, sehingga gua urung untuk keluar. Juna kemudian berpamitan dengan pria tersebut dan membuka pintu mobil bagian tengah.

"Yuk, di depan," katanya meminta gua duduk di sampingnya, dikursi samping pengemudi.

"Aku gapapa nggak salam sama suaminya kakakmu?"

"Ah, gapapa. Aku udah bilang ke Mas Wisnu kok," katanya santai.

Gua pun keluar dan duduk di kursi depan, sementara Juna sudah duduk manis di kursi pengemudi.

Sepanjang perjalanan, baik Juna ataupun gua cuma saling bertegur sapa dan menanyakan kabar satu sama lain, bercanda gurau seperti biasa. Ya, semua berjalan seperti biasa, seperti saat dimana gua dan Juna selalu bercanda terhadap hal apapun yang ada disekitar kami, sikap Juna yang selalu gampang berbaur dan gua yang selalu gampang terbawa suasana, membuat kami nggak sulit berbagi topik dan tenggelam di dalam percakapan panjang.

"Habis itu Dino kena omel gara-gara makan permen waktu latihan pagi sama Keanu ahahaha," namun gelak tawa seketika lenyap ketika kami, baik gua ataupun Juna, sama-sama sadar bahwa ada satu bagian yang hilang.

Bagian yang selalu marah-marah.

Bagian yang selalu cemberut setiap diabaikan.

Bagian yang selalu cemburu saat tidak ada tempat untuknya.

Bagian yang akhirnya tinggal sebagai seonggok luka diantara kami.

"Kita mau kemana?" tanya gua setelah terdiam beberapa sekon detik saat sebuah rentetan nama penuh luka itu lolos diantara tawa canda yang Juna lontarkan.

"Kemana yah? Nggak tau sih, aku asal nyulik kamu aja," kata Juna enteng.

"Serius ih!" ujar gua sambil memukul lengan Juna dan hanya di balas kekehan olehnya.

"Jalan-jalan sore," ujar Juna hingga akhirnya dia memberhentikan mobilnya di taman kota.

Gua terdiam saat mobil Juna terparkir di salah satu parking slot yang ada disana, tak ada niatan untuk turun sama sekali. Ya gimana mau turun kalo seandainya taman kota ini justru adalah tempat dimana gua menangisi bayang-bayang Keanu saat kepergiannya yang tiba-tiba. Nangis sambil makanin jelly sampe diliatin orang-orang.

OCEAN [SVT]Where stories live. Discover now