OCN1: Pertemuan Kami

8.1K 699 51
                                    

Gua mengecek kembali barang bawaan yang sekiranya dapat mencukupi hidup gua untuk tiga bulan kedepan. Setelah mengecek semuanya dan merasa cukup, gua duduk ditepi kasur, menepuk-nepuk kasur empuk yang mungkin akan gua rindukan ini. Mata gua juga ikut mengedar ke seluruh penjuru kamar yang dipenuhi dengan dekorasi lampu tumblr dan foto polaroid yang dijepit. Udara dingin yang berasal dari air conditioner kamar mungkin nggak akan gua gunakan lagi untuk tiga bulan ke depan. Apartemen kecil ini akan kosong tak berpenghuni selama gua pergi.

Lagi asyik mengenang kamar gua, handphone gua berdering, menandakan ada panggilan masuk. Gua mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya memilih untuk menggeser tombol hijau disana.

"Halo, Ula? Kenapa?"

"Ana, coba kasih tau gua kalo gua salah denger pengumuman direktur rumah sakit tadi! Please!"

Gua terkekeh. "Ula, udah sih terima aja kalo lu sama Diano nggak bisa terpisahkan."

"GUA NGGAK TERIMA, ANAAAAA!"

"Tapi kenyataannya kita memang dikirim kesana sama perawat-perawat lainnya dan juga Diano."

"BISA NGGAK SIH GUA NGUNDURIN DIRI AJA????"

"Nggak bisa, Ula. Maksa deh," kata gua sambil tertawa. "Cuma tiga bulan kok, Ula."

"Iya tiga bulan gua bersama Diano dan bulan keempat, kelima, keenam, dan seterusnya sama dia lagi. Ngerti nggak lu betapa bosennya gua?"

"Tapi kalian kan temenan dari kecil?"

"Justru karena itu gua males ketemu sama dia mulu!"

"Udah, udah, istirahat aja sekarang oke? Besok kita berangkat pagi-pagi banget lho."

"Iyaaa. Goodnight, Ana."

"Goodnight too."

Gua menggelengkan kepala sambil tersenyum. Kadang gua suka heran pada Ula dan Diano. Mereka berteman sejak masih kecil tapi mereka nggak pernah akur, gua kadang nggak mengerti kenapa mereka bisa begitu.

"Ah iya harus tidur," ujar gua sebelum akhirnya beranjak merangkak keataa tempat tidur dan mengambil posisi senyaman mungkin.

Perlahan gua menutup mata, membayangkan bagaimana hari esok di tempat yang berbeda, di suasana yang berbeda. Tanpa sadar detak jantung gua bekerja lebih cepat, gua dikuasai oleh rasa nggak sabar sekaligus gugup setengah mati untuk menanti hari esok. Sial, kalo begini gimana gua bisa tidur dan menyimpan energi buat esok hari?

🌊

Gua merasakan sebuah rangkulan dikepala gua, ketika gua menengok ternyata itu Wira yang menyapa gua dengan senyum cerahnya. Percaya deh, lu semua kalau lihat senyum dia yang sekarang pasti melting.

"Pasti nggak bisa tidur nih lu yah," katanya mengusak rambut gua, kebiasaan yang selalu dia lakukan dimanapun dan kapanpun.

"Iya nih, excited banget gua," jawab gua sambil menutupi kedua mata gua dengan kedua telapak tangan karena pasti kantung mata gua terlihat jelas banget. Udah malah nggak pakai make up lagi, bare face banget nih sekarang. Kan malu.

"Pesawat kita delay setengah jam karena cuaca buruk. Tidur dulu sini," ujar Wira melepaskan rangkulannya dari kepala gua dan menepuk-nepuk pundaknya.

"Wira, lu baik banget deh beneran! Best friend sejati gua banget!" kata gua lalu langsung menempelkan kepala dipundak Wira dan menutup mata. Percaya deh, pundak Wira itu tempat paling enak buat tidur selain bantal kamar lu semua.

OCEAN [SVT]Where stories live. Discover now