OCN22: Ale dan Ken

2.6K 508 19
                                    

Keanu

Ibu adalah sosok kuat yang selalu memeluk saya ketika saya menangis saat ayah membentak saya. Alih-alih ayah yang seorang pelindung rakyat, saya justru menjadikan ibu yang hanya seorang ibu rumah tangga sebagai seorang figur pahlawan. Bagi saya, ibu adalah pahlawan. Ia melahirkan saya ke dunia dengan mempertaruhkan nyawanya sementara ayah sibuk mempertaruhkan nyawanya untuk negara. Saya ingat ibu pernah bercerita bahwa ibu tidak pernah ditemani ayah untuk mengecek saya semasa dikandung, bahkan melahirkan pun ibu juga seorang diri, tapi ibu tak pernah mengeluh karena paham betul bahwa negara lebih membutuhkan ayah daripada ibu.

Sosok kuat yang selalu tersenyum sambil membelai surai hitam saya ketika saya mendapat nilai sempurna di sekolah dan selalu menyediakan pelukan hangat pengantar tidur untuk saya, nyatanya tetaplah wanita rapuh yang memerlukan bahu kokoh suaminya. Ayah yang sering kali ditugaskan jauh dari rumah bahkan harus berada di negara konflik dalam waktu yang lama dengan nyawa sebagai taruhannya, ternyata berhasil membuat ibu menangisinya setiap malam. Saya selalu mendengar rentetan permintaan ibu dalam doanya setiap beliau pergi ke gereja bersama saya, meminta keselamatan ayah saya dan menjaga dirinya selama jauh dari keluarga adalah hal yang selalu beliau ucapkan sambil menyatukan kedua tangannya didepan dada.

Pernah suatu waktu ketika ayah pulang, ibu begitu senang bukan main, tapi raut wajahnya kembali menggelap ketika ayah mengatakan akan pergi lagi ke tempat tugasnya yang baru. Ayah bisa saja membawa saya beserta ibu untuk ikut dengannya, toh ada rumah dinas yang disiapkan untuk keluarga tentara yang memang dikirim jauh, tapi ayah selalu menolak membawa kami, katanya rumah kami yang sekarang adalah tempatnya untuk pulang, beliau tidak ingin menggantikan tempat berharga itu dengan tempat lain. Saya paham maksud ayah, tapi saya pun tidak tega melihat ibu yang menangisi ayah setiap malam jikalau nomornya tidak aktif. Saya yang waktu itu masihlah anak SMA berpikir ayah begitu egois, meninggalkan saya dan ibu dengan kerindukan yang entah harus disalurkan lewat mana agar sampai pada beliau.

Lulus SMA, saya harus menjalani tradisi keluarga yang sudah digariskan kepada saya. Menjadi bagian dari tentara. Saya sudah ikhlas ingin melakukannya, tapi hati saya masih memikirkan ibu yang nantinya harus ditinggal oleh dua pria paling dicintainya, sejenak saya ragu tapi ibu sepertinya tahu sehingga beliau menangkup kedua pipi saya sambil tersenyum; buatlah ayahmu bangga.

Ayah pulang setelah tugas dinasnya di Makassar selesai, ibu kembali bahagia, walau saya yakin bahwa beliau tahu jika kepulangan ayah bukan hanya karena tugas dinasnya selesai, melainkan juga untuk mengurusi surat-surat saya masuk tentara. Ayah lalu memberikan ibu tiket naik kapal pesiar sebagai hadiah atas ketabahannya menunggu ayah pulang, ibu sangat senang saat itu karena bisa menghabiskan waktu berlibur bersama saya dan ayah ditempat favoritnya. Laut.

Tapi kebahagiaannya terpaksa berhenti ketika kapal pesiar yang kami naiki nyata dibajak oleh buronan internasional. Kapten kapal dan semua awak kapal dibunuh ditempat, kendali kapal diambil ahli, dan semua pengunjung disandera sebagai barang tukar menukar dengan negara. Alih-alih penyelesaikan dengan uang, nyatanya penyelesaikan yang tersedia hanyalah pertumpahan darah. Negosiator yang dikirim negara ke kapal nyatanya tidak membuahkan kesepakatan dan malah mendapat luka tembak, sehingga terjadi aksi tembak menembak antara tentara dengan komplotan buronan. Ketika komplotan buronan berhasil dibekuk dan semua pengunjung dievakuasi, kapal kehilangan keseimbangannya karena menabrak bebatuan karang, mengantarkan ibu terjun bebas ke perairan biru yang indah dan ganas itu.

Saya berdoa siang dan malam untuk dipertemukan kembali dengan ibu. Tuhan memang mengabulkan doa saya, tapi saya dan ibu dipertemukan dalam sebuah pemakaman penuh tangis dan penyesalan. Setiap harinya saya terus menyalahkan ayah yang memberikan tiket berlibur itu, menyakiti diri saya sendiri karena gagal melindungi wanita yang paling saya cintai di dunia ini, hingga akhirnya saya sadar bahwa semuanya percuma. Berapa kalipun saya menyalahkan ayah, berapa kalipun saya menyakiti diri saya sendiri, ibu tidak akan pernah kembali pada saya.

OCEAN [SVT]Where stories live. Discover now