OCN5: Anak Nakal

2.8K 503 7
                                    

Gua, Ula, dan Diano sekarang tengah membantu para tentara memasak sarapan untuk kami semua. Ya, untuk para tentara, tim relawan, dan pengungsi. Hari ini tentara yang kebagian tugas memasak adalah Serda Dino dan Serka Dika, selama proses memasak, keduanya sering kali bercerita bagaimana keadaan di tempat pengungsian ini. Tentang bagaimana tangis pilu anak-anak yang kehilangan orang tua mereka atau sebaliknya, sebagai tentara mereka mengatakan bagaimana sesaknya dada mereka ketika mereka hanya mampu berkata sabar tanpa bisa berbuat apapun.

Sudah sembilan bulan mereka ditugaskan di sini untuk menjaga para pengungsi, menguatkan mereka, dan mencari anggota keluarga mereka yang hilang bersama tim SAR. Sementara mereka melakukan tugas mereka di sini, pemerintah masih berusaha membangun kota kembali, mencegah tsunami agar tidak terjadi lagi sehingga para nelayan dan petani garam dapat hidup nyaman dan kembali menjadikan lautan sebagai sahabat.

Keduanya juga bercerita kalau kami adalah tim relawan terakhir yang mengurusi para pengungsi, karena setelah tiga bulan ini berakhir maka para pengungsi akan kembali tinggal di rumah mereka. Gua juga merasa kagum pada tim relawan kami ini karena ternyata adalah tim relawan pertama yang mengambil waktu paling lama untuk menjadi relawan. Kebanyakan tim relawan lainnya hanya satu atau dua bulan saja, tapi kami tiga bulan. Wow.

"Berat sebenernya, Bu dokter, kalo ditugaskan di tempat jauh dan terpencil begini," keluh Serka Dika ketika Ula bertanya bagaimana rasanya jadi tentara. "Apalagi kalo ninggalin ibu di rumah sendirian, suka kepikiran. Udah malah kan di sini nggak ada sinyal."

"Ayahnya Serka Dika?"

"Oh ayah saya meninggal waktu jadi utusan PBB di negeri konflik. Jadi korban peluru nyasar."

"Ih maaf, Serka!! NGGAK TAU BENERAN DEH!!" pekik Ula nggak enak hati.

"Hahahaha, gapapa, Bu dokter."

"Emang lu tuh kepo banget jadi cewek. Jadi nggak enak kan Serka Dika nya," sungut Diano.

"Boleh nggak sih gua lempar Diano ke segitiga bermuda aja?" tanya Ula ke gua. "Denger dia nafas aja udah sebel gua sumpah!"

"Udah, stop ributnya nanti makanannya nggak enak," kata gua sambil menggoreng tempe goreng. "Ngomong-ngomong, Serka Dika anak tunggal?"

"Iya, Bu dokter."

"Kenapa milih jadi tentara, Serka Dika? Serka Dika nih kan suaranya bagus, kenapa nggak jadi penyanyi aja?" saran Diano yang sedang mengaduk sayur asem.

"Waduh, Mas bro, sulit kalo belok dari tradisi keluarga."

Ya, gua nggak akan heran untuk jawaban yang satu. Kebanyakan dari tentara yang ada di sini, sering kali memberikan jawaban seperti itu ketika ditanya kenapa mereka memilih menjadi tentara yang mengemban tugas berat untuk melindungi negara dan rakyat yang jumlahnya nggak sedikit, bahkan mempertaruhkan nyawa mereka untuk itu. Mereka selalu menjawab bahwa mereka meneruskan tradisi keluarga, bahkan jika mereka ingin membelok ke jalan yang lain pun rasanya terlalu sulit.

"Tapi kalo tradisi keluarga kayanya keluarganya Kapten Keanu lebih strict deh," celetuk Serda Dino.

"Wohhh, yah itu sih jelas. Kakeknya aja dulu Jenderal Angkatan Darat sebelum pensiun, ayahnya sekarang Mayor Jenderal Angkatan Darat juga. Dari zaman-zaman kakeknya tuh semuanya emang diwajibin masuk militer, nggak boleh nggak. Nah, karena Kapten Anu ini kebetulan anak satu-satunya jadi wajib banget ngikutin."

"Berat yah kalo tradisi keluarga gitu," ujar Ula. "Saya juga jadi dokter karena tradisi keluarga."

"Si tante kan nyuruh lu ambil spesialis emergency kaya nenek lu, tapi lu tolak. Ujung-ujungnya jadi dokter bedah syaraf," celetuk Diano tapi hal itu malah membuat kagum Serka Dika, katanya keren bisa bedah-bedah syaraf yang kecil cimit-cimit gitu.

OCEAN [SVT]Where stories live. Discover now