13.

5.3K 650 63
                                    

          Tak ada yang bisa Elshava lakukan selain pergi dengan api yang perlahan membakar dirinya. Ia marah karena telah melukai Chance dan melihat reaksi antara Chance bersama Nate kemarin. Jika saat itu Elshava langsung menghantam wajah Nate dengan bogem mentahnya maka itu hanya akan membuat Chance semakin membencinya karena pria itu hanya berusaha untuk menolong Chance yang terluka akibat pedangnya.

Elshava hanya ingin membuktikan kepada Nate bahwa pada akhirnya ia yang akan menang dan berkuasa, dalam hal apa pun Elshava lebih baik ketimbang Nate.

Ia tidak suka jika Nate menyentuh apa yang seharusnya tidak ia sentuh, merebut sesuatu yang bukan miliknya, termasuk tahta.

Cukup ayah Elshava yang sudah pria itu rebut. Tidak tahta, tidak kekuasaan, tidak juga Chance.

Nyatanya bukan Elshava yang merebut Chance dari Nate tetapi sebaliknya. Elshava yang lebih dahulu mengenal Chance,  hanya saja perempuan itu tidak pernah mengingatnya.

Chance tak pernah mengingat satu hal pun tentang Elshava tetapi ia menyimpan semua kenangan kecil bersama Nate dalam ingatannya.

Diamnya Elshava selama ini sudah cukup bukan? Ia hanya ingin mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya.

"Kau mengingat semua hal tentang Nate," gumam Elshava menatap lekat lembaran foto-foto hitam putih di depannya, memperlihatkan kedua anak kecil di berbagai foto yang tampak begitu dekat dengan senyum yang merekah, "Tetapi tidak mengingat satu memori pun tentang aku."

Itu adalah foto-foto yang ia pinta dari Abbey, ibunya Chance. Anak perempuan dalam foto itu adalah Chance ketika kecil, wajahnya tak berubah banyak. Sedangkan anak laki-laki di dalam foto itu... Elshava bahkan tak lagi mengenal anak laki-laki itu.

Anak laki-laki yang tersenyum begitu tulus hingga matanya menghilang menggantikan ujung bibirnya yang terangkat naik. Anak laki-laki itu memiliki wajah yang ceria dan berwarna berbanding terbalik dengan Elshava yang sekarang.

Satu hal yang tak berubah hanyalah tatapan anak laki-laki itu kepada anak perempuan di dalam foto itu, menatapnya begitu mendamba bersamaan dengan tangannya yang selalu menggenggam protektif tangan anak perempuan itu erat dalam setiap foto seolah menegaskan jika anak perempuan itu memang miliknya, tak ada yang boleh mengambil miliknya.

"Hanya Nate yang ada di dalam ingatanmu bukan?" masih menatap foto yang sama, kali ini Elshava tersenyum, bukan senyum tulus melainkan tersenyum miris, "Kenapa kau melupakan anak ini?"

Elshava kembali mengantongi foto-foto itu, memasukannya ke dalam saku jas dalamnya kemudian memejamkan matanya rapat. Tiba-tiba terlintas suatu tempat dalam benak Elshava yang membuatnya kembali membuka matanya.

"Walace berhenti di sini dan persiapkan mobilku," ujar Elshava melepas seatbelt yang ia kenakan. Meski duduk di belakang tetapi Elshava selalu mengenakan sabuk pengaman, hanya untuk berjaga-jaga.

Hal-hal kecil seperti inilah yang membuat Elshava terkenal sebagai pria perfeksionis.

"Maaf Pangeran?" tanya Walace heran tanpa menghentikan mobilnya melainkan memperlambat laju mobil yang sedang ia bawa, hal itu membuat dua mobil lain yang mengawal di depan dan di belakang pun ikut melambat laju kendaraannya juga.

"Tepikan mobilnya, aku memiliki urusan mendadak," tegas Elshava lagi membuat kerutan halus terlihat di dahi Walace.

"Pangeran, Anda memiliki jadwal bersama–"

"Aku akan segera kembali," potong Elshava cepat, "Dan juga, aku akan pergi tanpa pengawalan."

Tak berani bertanya lebih, Walace merasa jika Elshava tau betul agendanya hari ini, oleh sebab itu ia hanya menuruti perkataan Elshava. "Baik Pangeran."

Hidden DesireWhere stories live. Discover now