21.

5.1K 536 47
                                    

Sejak kemarin Chance tak lagi melihat Elshava, lagi-lagi pria itu pergi menghilang begitu saja dan yang menyebalkannya meski Elshava tak mengikutinya, Walace–asisten pria itu terus mengikutinya ke mana pun Chance pergi, seperti sekarang ketika Chance akan masuk ke dalam toilet tetapi Walace masih membuntutinya.

"Walace, apa kau juga akan mengikutiku ke kamar mandi?" Chance memutar tubuhnya menghadap Walace dengan dahi berkerut kesal. "Elshava akan memotong kepalamu jika kau mengikuti ke kamar mandi bukan?"

"Maaf lady." Walace berdehem kecil menyadari apa yang baru saja Chance katakan kemudian membuka pintu kamar mandi dengan tangan kanannya, mempersilahkan Chance masuk. "Silahkan lady, saya akan menunggu di depan."

Chance menggerutu kesal sembari menutup pintu kamar mandi dengan sedikit keras. Ia tidak mengerti mengapa Elshava dan tangan kanannya bertingkah begitu menyebalkan. Chance bisa menjaga dirinya sendiri, ia sudah belajar bela diri sejak kecil. Jangan hanya karena Chance perempuan mereka berpikir Chance lemah? Mereka salah besar...

"Sangat memuakkan, aku bisa mati tercekik jika terus diikuti Walace." Chance mencibir sembari memanjat toilet, berusaha meloloskan diri dari jendela yang berada di dalam kamar mandi. Chance memang sudah memikirkan cara untuk meloloskan diri dari Walace dan hanya satu tempat yang bisa ia gunakan yaitu kamar mandi bawah yang jendelanya mengarah langsung ke arah taman belakang Istana Timur. Chance tak peduli jika nantinya Walace akan dimarahi atau kesulitan mencari dirinya.

Ketika Chance sedang berusaha meloloskan diri dan menarik ujung dressnya yang tersangkut, seseorang memanggil namanya. "Chanelyn?" panggilnya membantu Chance melepaskan ujung dressnya yang tersangkut di jendela.

Masih dengan wajahnya yang menekuk kesal Chance menoleh, ia pikir yang memanggilnya adalah Elshava karena hanya pria itu yang selalu memanggilnya dengan Chanelyn. Tetapi dugaannya salah, pria itu bukan Elshava melainkan Marc.

Chance langsung tersenyum lebar menyadari kehadiran hewan berbulu putih yang bersama pria itu. "Gio!" teriaknya memeluk Gio dan peliharaannya itu langsung memeluk Chance sedikit brutal. Mereka seperti sepasang ibu dan anak yang sudah lama tak berjumpa dan sekarang sedang melepas rindu.

"Tangannya sudah baik-baik saja." Marc melepaskan rantai yang melilit pada leher Gio membiarkannya bermain dengan Chance. "Dia anak yang pintar."

Sebenarnya Chance sedikit heran bagaimana Marc bisa langsung dekat dengan Gio sedangkan Nate yang sudah berteman lama dengannya saja tidak bisa dekat dengan Gio begitu pula dengan Elshava yang mendapatkan auman dari Gio ketika pertama kali bertemu tetapi Marc? Pria itu bahkan bisa memeluk Gio seolah Gio adalah peliharaannya.

Tapi Chance tak terlalu mempedulikan itu karena memang ada beberapa orang yang bisa secara langsung dekat dengan hewan buas seperti Gio, dirinya dulu juga begitu ketika mendapatkan peliharaan pertamanya. "Tanganmu... apa masih sakit?" tanya Chance menunjuk perban pada tangan Marc.

"Kenapa? Kau ingin membayar biaya pengobatannya?" Marc mengangkat tangannya yang diperban ke arah Chance. "Aku sudah mengobatinya tetapi kau bisa menggantinya biaya pengobatannya jika mau."

Detik selanjutnya tawa Marc pecah melihat perubahan ekspresi Chance yang menganggap ucapannya dengan serius. "Aku hanya bercanda."

"Bercandamu sedikit... terlihat serius." Chance membalik tubuhnya, berjalan sambil sesekali menatap Marc yang mengikutinya dari belakang.

"Jangan diambil hati, aku memang tak pandai bercanda."

"Jadi bagaimana dengan tanganmu?"

"Terima kasih atas perhatiannya, seperti yang kau lihat tanganku baik-baik saja."

Hidden DesireDonde viven las historias. Descúbrelo ahora