24.

4.8K 561 55
                                    

Bahu Chance terasa panas, sangat panas. Rasa sakit yang semula hanya bersarang pada bahunya kini menyebar ke seluruh tubuhnya. Hal terakhir yang ia pikirkan hanyalah Elshava, berharap pria itu datang untuk menolongnya. Rasa sakit akibat peluru yang menembus bahunya seketika hilang bersamaan dengan Chance yang kehilangan kesadarannya.

Tetapi hal itu tak berlangsung lama, rasanya ia baru saja tumbang di atas lantai yang dingin dan kembali tersadar di atas ranjang yang hangat. Chance membuka matanya perlahan sembari berusaha menggerakkan bahunya yang tertembak tetapi ia tak merasakan apa pun.

Apa ia baru saja bermimpi?

Seketika Chance langsung membuka matanya, ia mendapati Elshava yang berada di hadapannya sedang menatapnya dengan pandangan yang menyedihkan.

Tanpa berpikir dua kali Chance langsung bangkit dari posisi tidurnya dan memeluk pria yang ada di hadapannya dengan erat. "Elshava," lirihnya mempererat pelukannya, menepuk-nepuk pelan punggung pria itu berusaha untuk tak menangis. "Aku tau kau akan datang."

Itu hanya mimpi buruk.

Ya. Semua hanya mimpi buruk.

"Chance..." panggil pria itu membalas pelukkan Chance dan sontak Chance langsung melepas pelukkan pria itu dan mendorongnya. "Kau bukan Elshava," ujar Chance menatap pria di hadapannya dengan matanya yang sudah berair.

Raut wajah Chance berubah dingin mendapati Nate yang sedang bersamanya dan bukan Elshava. Pria yang memanggilnya Chance dan membalas pelukannya bukanlah Elshava melainkan Nate.

"Nate..." Chance terlihat dengan sedikit bingung, jelas tadi ia melihat sosok Elshava yang berada di hadapannya. Bagaimana bisa sekarang Nate yang berada di hadapannya?

"Bagaimana? Apa bahumu masih sakit? Kau sudah tidak sadarkan diri sejak kemarin, peluru yang bersarang pada bahumu sudah dikeluarkan."

Chance bersungut mundur tampak kebingungan. "Peluru? Bahu?" gumamnya masih berusaha berpikir apakah kejadian kemarin memang nyata adanya atau hanya mimpi selagi ia tertidur.

"Kau tak mengingatnya?" Dahi Nate tampak berkerut heran, berusaha mendekat sepelan mungkin agar tak membuat Chance terkejut.

"Di mana Elshava?"

Belum sempat Nate menjawab, seseorang yang baru saja masuk ke kamar itu lebih dulu menginterupsi keduanya. "Kau sudah sadar? Adikku yang bodoh, kau baru sadar dan langsung mencari bedebah itu?"

Itu adalah Harvor, kakak keduanya.

"Arve?" Chance semakin dibuat kebingungan dengan apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa Nate dan kakaknya berada di sini sekarang. "Aku tidak mengerti apa yang kalian lakukan di sini?"

"Lihatlah ke sekelilingmu, ini apartmentku. Terima kasih kepada Nate karena sudah membawamu kemari. Singkatnya kau akan tinggal di sini untuk sementara waktu."

Tak mendapatkan jawaban yang ia mau membuat Chance langsung menyinkap selimut yang menutupi tubuhnya untuk pergi. "Tidak, aku harus kembali. Elshava akan mencariku."

"Kembali? Setelah apa yang sudah terjadi, kau gila?" Harvor menahan bahu adiknya itu, memaksanya untuk kembali ke atas tempat tidur. "Elshava tak akan mencarimu," tegasnya dengan sorot mata yang terlihat tajam dan marah bersamaan.

"Apa maksudmu dia tak akan mencariku? Sekarang Elshava dalam bahaya! Semua orang di sana ingin membunuhnya!" sahut Chance sedikit berteriak. Menurutnya Harvor tak tau apa pun, meski pria itu saudaranya, ia tak berhak untuk ikut campur masalah Chance apa lagi sampai memaksa Chance untuk tetap di sini.

Hidden DesireWhere stories live. Discover now