33.

4.6K 553 33
                                    

          "Di mana gereja terdekat?" pertanyaan itu membuat keduanya berakhir di depan gereja yang Elshava maksud, gereja kecil yang letaknya tak jauh dari rumah kaca milik Elshava, sebenarnya ini adalah gereja yang Elshava bangun beberapa tahun yang lalu dengan dana pribadinya sendiri.

Elshava tak langsung masuk ke dalam gereja, kali ini ia menatap Chance yang sejak tadi tampak begitu tenang dan yakin, hal itu justru membuat Elshava semakin takut dan bertanya, apakah benar ini bukan mimpi?

Bagaimana jika setelah ini ia terbangun dari semua mimpi gila yang akan benar-benar membuatnya menjadi gila.

"Kenapa? Kau berubah pikiran? Kita bisa kembali jika kau berubah pikiran," ujar Chance masih menggandeng tangan hangat milik Elshava.

"Tidak," senyum kecil tercetak di wajah Elshava, "Aku harap kau tidak berubah pikiran."

"Itu tergantung kepadamu." Chance menarik Elshava untuk ikut masuk ke dalam gereja itu.

"Ini terakhir kalinya aku bertanya," jeda Chance masih dengan langkahnya yang beriringan dengan Elshava menuju altar gereja, "Apa kau benar-benar akan melepaskan segalanya termasuk tahtamu demi aku?"

"Aku tak pernah seyakin ini," Elshava masih menggenggam erat tangan tunangannya ketika mereka sampai di depan altar, kali ini saling berhadapan sehingga mata mereka bertemu. "Kau adalah segalanya bagiku."

Chance mengangguk kecil kemudian melepaskan tangan Elshava, ia mulai menutup kepala serta wajahnya dengan kerudung putih yang sekilas terlihat seperti veil.

"Aku tidak akan berubah pikiran tetapi apakah kita akan menikah hari ini, semua tergantung padamu setelah mendengarkan ini."

Senyum kecil pada bibir Chance yang masih bisa Elshava lihat membuat jantungnya berdegup sangat kencang, tak dipungkiri  bahwa sekarang ia takut, takut dengan apa yang akan perempuan itu katakan.

"Menjadi seorang putra mahkota bukanlah takdir yang kau pilih Elshava, kau terlahir, ditunjuk dan dipercayakan untuk mengemban tanggung jawab besar dan menjadi pemimpin selanjutnya, tentu semua itu karena sebuah alasan bukan?"

Chance memang tidak menyukai istana dan segala peraturan yang ada tetapi ia tidak pernah mendorong Elshava untuk melangkah sejauh ini. Chance tau jika Elshava sudah bertahan sejauh ini dan mengorbankan banyak hal hanya untuk mempertahankan posisinya, ia hanya tidak ingin Elshava melepaskan mimpinya untuk Chance.

"Pria yang rela melepas tahtanya untuk seorang wanita, bagaimana aku bisa mempercayai pria seperti itu dan menjadikannya suamiku? Bagaimana aku bisa yakin jika kelak dia tidak akan meninggalkanku sedangkan dia berani meninggalkan mimpi dan tanggung jawabnya sendiri?"

Perkataan Chance seolah menampar Elshava, perempuan itu benar tetapi tidak sepenuhnya benar.

"Aku bukanlah putra mahkota yang sesungguhnya, aku hanya sebuah pilihan kedua setelah Sydney."

"Tidak Elshava, kau bukan pilihan, bukan juga kebetulan tetapi takdir, semua yang terjadi bukanlah sebuah kebetulan."

"Takdir?"

"Kita bertemu dan menjadi teman adalah takdir Elshava, apakah semua itu hanya sebuah kebetulan? Jika kau bukan seorang putra mahkota, apakah kau bisa datang ke rumahku dan memaksaku untuk menikah denganmu? Semua itu bukanlah kebetulan Elshava, semua itu takdir."

"Semua itu pilihan Chanelyn, semua jalan yang pernah kita lalui adalah pilihan dan bertemu kembali denganmu adalah sebuah pilihan pertama, terakhir dan satu-satunya yang akan aku pilih."

"Fine! Kenapa kau menjadi keras kepala seperti ini? Jiwa kita seperti tertukar," geram Chance sedikit kesal karena Elshava pandai mengucapkan kata-kata manis yang membuatnya kehilangan jawaban, "Baiklah aku anggap semua itu adalah pilihan dan sekarang kau harus memilih setelah mendengarkanku."

Hidden DesireWhere stories live. Discover now