Bab 31

45.4K 4.6K 34
                                    

Setelah kakaknya pergi, Adwan langsung menyusul Saras ke atas. Pikirannya sekarang benar-benar berkecamuk, ia tidak menyangka jika kakak yang selama ini selalu baik dimatanya, tiba-tiba berubah menjadi sosok yang menakutkan.

Sesampainya di atas, Adwan membuka pelan pintu kamar yang memang tidak di kunci itu, dan mendapati Saras yang sedang tertidur dengan posisi menyamping. Pun Adwan mendekatinya untuk memastikan apakah benar-benar tertidur.

Hiks hiks......isakan tangis Saras.

Ternyata ia tidak tertidur sedaritadi. Mungkin kata-kata perempuan itu terlalu membekas di pikirannya.
Benar kata orang, jika seseorang yang kesehariannya bersikap riang,  pasti hatinya mudah rapuh. Lihat saja keadaan Saras sekarang, bagaimana bisa perempuan se bar-bar dia sampai menangis sesenggukan begini, Bisa! Ternyata sikap sembrononya hanya berlaku untuk orang yang ia anggap dekat saja, orang tuanya contohnya,  suaminya, dan dua sahabatnya. Dan selebihnya, ia adalah sisi yang rapuh.

"Hei..." sapa Adwan pelan sambil menyentuh bahu Saras.

Sontak, Saras langsung menghentikan isakannya dan menghapus cepat air matanya. Malu sepertinya, karena  ia baru menyadari keberadaan Adwan sekarang.

"Bangun bentar yah!" ucap Adwan.

Pun Saras bangun dari posisinya tanpa mengucapkan sepatah kata pun, bahkan ia tak menatap Adwan sama sekali, yang ia tatap hanya kekosongan tak berarti.

Adwan menghela napas berat melihat istrinya, ia jelas paham apa yang sedang dirasakan istrinya. Iya,
dipandang tidak pantas adalah  sebuah kata yang mematikan jiwa.

Adwan juga tidak tahu harus berucap apalagi, Maaf ? Wah kalimat itu sama sekali tidak akan bernilai sekarang. Walau sebenarnya bukan ia yang bersalah, tapi untuk menenangkan kembali istrinya adalah tugasnya.

"Jangan bobok dulu yah !" hanya itu kalimat yang bisa Adwan lontarkan, sembari menarik istrinya ke dalam pelukannya.

Saras terisak lagi dalam dada bidang Adwan. Tampak sekali jika ia sedang meraup energi kekuatan dari sana.

Sedangkan Adwan, memeluk erat istrinya, mengelus lembut kepalanya, dan sesekali memciumi pucuk kepalanya. Tidak ada kata yang terucap. Mungkin perlakuan ini akan sedikit bisa menyembuhkan.

"Apa sebegitu ngga pantasnya aku buat kamu ?" lirih Saras tiba-tiba dengan suara yang terdengar begitu parau.

"Sayang, kalau kita dengarin semua kata orang, kita ngga akan sanggup hidup"  sambut Adwan sambil mengelus lembut kepala Saras.

"Tapi dia kakak kamu" lirih Saras lagi

"Hmm, aku ngga tau kenapa kak Syafa tiba-tiba jadi gini, yang aku tau dia orangnya baik"

"Berarti emang aku yang salah, salah karena udah datang ke kehidupan kamu" lirih Saras lagi-lagi sambil menarik diri dari pelukan Adwan.

"Shuttt, jangan ngomong gitu ih Sayang. Apa aku perlu kasih tau ke semua orang kalau aku cinta parah sama kamu" sambut Adwan riang mencoba mencairkan suasana.

"Cinta ?" ucap Saras yang kemudian disusul dengan senyum kakunya.

"Eum, iya. Cinta plus sayang, ngga ada lagi duanya" balas Adwan sambil mencubit gemes pipi Saras.

"Tapi aku ngga baik dimata orang" ucap Saras lagi tiba-tiba.

"Kamu hanya perlu baik di mata aku" sambut Adwan sembari membawa Saras lagi ke pelukannya.

Ah, seyum Saras mengembang sempurna lagi mendapat lontaran itu dari suaminya. Rasanya seperti mendapat kekuatan lagi.

"Udah bisa bobok, Sayang ?" tanya Adwan melihat Saras yang mulai membaik.

Saras menggelengkan mantap  kepalanya disertai dengan bibir yang dipoutkan.

"Loh, kenapa lagi, Sayang  ?" tanya Adwan lagi dengan lembut.

"Mau dipeluk aja" balas Saras dengan manja.

"Kan bisa di peluk sambil tiduran, Sayang. Lihat tuh jam, udah larut banget" ucap Adwan sambil melirik jam tangannya.

"Ngga mau, maunya dipeluk gini" rengek Saras.

"Jadi, aku harus duduk semalaman gini, Sayang ?" tanya Adwan tak habis pikir.

Wah, Saras menganggukan mantap kepalanya, tanpa beban, tanpa memikirkan Adwan. Padahal suaminya itu harus nyantri besok.

"Astaghfirullah, Sayang. Hmm, tapi iyain deh demi istri tercinta."

"Yaudah, kamu bobok sekarang, sayang !" lanjut Adwan.

Pun Saras menganggukkan kepalanya, mempernyaman posisinya di dada bidang suaminya, lalu memejamkan matanya.

Semalaman itu, Adwan benar-benar tidak tidur sama sekali ulah istrinya yang tiba-tiba manja. Tapi tidak bisa dipungkiri jika ia merasa senang juga, karena semalaman itu ia menciumi istrinya dengan sepuasnya. Walaupun sebatas pucuk kepala dan pipi sesekali. Iya, ia belum berani lebih dari itu.










Vote dan komen!

Mas Santri, I Love U [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now