Bagian 4

17.6K 1.9K 31
                                    

Amanda diceritakan di dalam novel kalau ia hanya tinggal bersama neneknya yang sakit-sakitan di rumah yang kurang layak ditinggali. Ayah dan ibunya pergi meninggalkan Amanda ketika Amanda masih berusia balita. Sejak saat itu ia dirawat oleh neneknya seorang diri dengan hasil kerja kasar. 

Hingga Amanda bisa masuk ke sekolah swasta dengan jalur beasiswa yang didapatkannya. Neneknya baru jatuh sakit. Karena neneknya sakit, Amanda mulai bekerja di sebuah restoran sebagai pencuci piring. Ia tidak ingin membuat neneknya terus kesakitan karena mengurusnya. 

Pertama kali Amanda masuk ke sekolah menengah atas, ia melihat Dirga. Amanda langsung jatuh cinta dengan Dirga. 

Namun ternyata Dirga sulit untuk ditaklukkan. Ia begitu kaku dan sulit untuk merespon Amanda ataupun orang lain. Dia hanya bergaul dengan Bagas, sepupunya sendiri. Walaupun begitu, Amanda tidak menyerah dan akan tetap mengejar cinta Dirga.

Karena sering mencoba mendekati Dirga, Bagas pun mulai merasa jengah dan membenci Amanda. Ia selalu bersikap kasar kepada Amanda. 

Itu memang deskripsi yang cocok untuk sang karakter utama perempuan. Karakter utama selalu memiliki masalah yang cukup kompleks di kehidupannya. Dan ia juga tidak ingin menyerah dengan cintanya.

Farel, si karakter tambahan, adalah salah satu orang yang akan membantu Amanda mendapatkan cintanya dan membantu di kehidupan Amanda agar sedikit lebih mudah.

'Itu memang sudah menjadi tugasku.'

Farel merasa tidak keberatan membantu Amanda lebih dekat dengan Dirga. Ia senang jika tokoh dalam novel kesukaannya segera bersama.

Pagi ini para siswa lelaki dari kelas XI-IPA-1 tengah bermain bola di lapangan bola karena sedang dalam mata pelajaran olahraga. 

Udaranya cukup sejuk, tidak hanya itu, sinar matahari belum terlalu panas membuat para siswi perempuan berdiri di sisi lapangan sambil menyemangati mereka yang tengah bermain bola.

"Bagas~!"

"Dirga~!"

Mereka menyemangati pemimpin dari kedua tim tersebut. Sejauh ini skor masih sama. Pertandingan antara mereka cukup sengit. Apalagi sang kapten di kedua tim memiliki skill dan stamina yang cukup bagus dibandingkan yang lain. 

Setengah jam berlalu, jam olahraga hampir selesai. Beberapa siswa lelaki mulai berjalan ke sisi lapangan. 

"Dirga, aku membeli air minum untukmu dan handuk bersih untuk mengelap keringatmu. Tolong terima dan pakailah." 

Amanda menyodorkan air botol kemasan kepada Dirga. Namun Dirga mengabaikannya dan pergi ke arah lain.

Amanda terlihat muram. Segera botol dan handuk  yang dipegangnya diambil seseorang.

"Eh. Kembalikan!"

Bagas tidak mendengar seruan tersebut dan membuka tutup botol minuman tersebut lalu meneguk air yang ada di dalam dengan satu kali tegukan. Ia juga mengusap wajahnya yang berkeringat menggunakan handuk tersebut.

"Ambil"

Bagas melemparkan botol kosong dan handuk kotor  tersebut ke arah Amanda. Amanda sedikit kesal dengan sikap Bagas yang selalu seenaknya seperti ini. 

"Apa kamu masih ada air minum untukku?"

Farel bertanya kepada Amanda ketika ia baru saja tiba disana. Farel sangat kehausan setelah berolahraga. Walaupun ia tidak banyak bergerak saat di lapangan tadi.

Amanda menggelengkan kepalanya. 

Sebelum bel pelajaran berganti, Farel pergi ke ruangan uks setelah tadi mengganti pakaian olahraga dengan seragam.

Farel merasakan plester putih yang ia kenakan di pipi kanan mulai terasa tidak nyaman akibat keringat hasil dari olahraga. Ia ingin menggantinya dengan yang baru. 

Saat Farel menekan bagian pipinya yang diplester ia sedikit meringis kesakitan. Pipinya cukup membengkak akibat tamparan dari ayahnya malam kemarin. 

Ayahnya menamparnya karena Farel dengan lancang mengantar Amanda pulang tanpa ijin dari Ayahnya. Farel tidak mengerti mengapa hal tersebut sampai bisa membuat ayahnya marah. Tapi Farel tidak menjawabnya. Tubuh Farel seolah tahu kalau lebih baik untuk diam, karena jika membantah atau memberi alasan. Hal yang lebih buruk akan terjadi.

Paginya Farel bercermin dan melihat pipinya memiliki bekas akibat tamparan. Ia pun berusaha menutupinya dengan plester yang hanya tersisa satu.

Saat ia datang ke sekolah, tidak ada satupun yang bertanya tentang plester tersebut.

Farel langsung masuk ke dalam uks karena pintu terbuka dengan lebar. Namun saat masuk ia tidak melihat seorang pun.

"Permisi?"

Tidak ada jawaban yang terdengar saat Farel memanggil. Farel pun berinisiatif untuk mencari plester di kotak medis.

"Sedang apa kau?"

"Astaga!"

Farel terkejut bukan main saat mendengar tersebut. 

Ia berbalik dan melihat Dirga. Farel merasa ia sudah dipergoki sedang mencuri. Jadi dengan gugup ia membalas, "Aku mencari plester."

Dirga diam untuk sementara waktu. Ia melihat wajah Farel dengan lekat lalu bergerak ke sisi lain uks dan membuka sebuah lemari. Ia mengambil sesuatu dari sana. 

"Ini."

Farel sedikit terkejut dengan sikap Dirga. Farel merasa Dirga tidak sekaku yang diceritakan di dalam novel. Faktanya ia sedikit peduli. 

"Terima kasih."

Farel tersenyum lalu mengambil plester putih yang dipegang oleh Dirga. Ia kemudian bercermin dan mengganti plester lama dengan plester baru dengan perlahan.

Saat selesai terdengar suara dari belakangnya, "Pergi."

"Apa?"

Farel agak sedikit kebingungan dengan perintah Dirga yang tiba-tiba.

"Pergi dari sini."

Dirga berkata dengan tajam dan membuat Farel sedikit ketakutan. Farel segera keluar dari uks dan kembali menuju kelasnya.

Di perjalanan Farel bergumam mengungkapkan kekesalannya, "Aku menarik lagi kata-kataku."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now