Bagian 82

3K 340 4
                                    

Padahal dengan aset yang dimiliki walaupun sudah merugi banyak, Ayah Farel tentu sangat mampu untuk membayar denda 72 juta yang terbilang kecil tersebut bagi dirinya. Bisnisnya di bidang keuangan yang terbilang cukup menggiurkan. Asetnya yang masih ada seperti satu-satunya rumah yang belum ditempati masih layak dijual dengan harga yang tinggi. Karena memang kebanyakan aset lain sudah disita, termasuk rumah lama mereka. Tentu dengan aset yang ada, dia bisa membayar denda kecil tersebut dengan mudah.

Bahkan ia juga menyewa seorang kuasa hukum  kondang yang biasanya dibawa oleh para artis ternama ibukota. Tentu bayaran untuk membayar kuasa hukum itu jauh lebih besar dibandingan dengan denda yang diterimanya.

Tapi, kenapa dia malah memilih ingin mendapatkan sebuah hukuman tahanan penjara dibandingkan membayar denda? Tentu saja itu menjadi sebuah pertanyaan besar di benak semua orang yang hadir hari itu.

Apalagi sebagai tersangka, biasanya mereka sering menyangkal terhadap tuduhan yang melayang ke arah mereka. Mereka selalu berusaha sekuat tenaga dan berbagai cara membuktikan kalau mereka tidak bersalah. Mereka semuanya berusaha tidak mendapatkan hukuman apapun atau tidak dinyatakan bersalah atas tuduhan itu. Jika usaha itu semua tidak tercapai, setidaknya mereka ingin mendapatkan hukuman yang seminimal mungkin.

Farel tidak tahu sebenarnya trik apa yang sedang dicoba digunakan oleh ayahnya. Pasalnya hal ini cukup mendadak dan membuatnya terkejut. Padahal dia ingat, dua bulan lalu sebelum kejadian di atap terjadi, ayahnya orang yang sering mengirim ancaman kepadanya.

Tapi lihat? Dia sekarang terlihat seperti orang yang penuh dengan penyesalan dan kesedihan. Apa memang ayahnya bisa berubah secepat itu? Farel meragukan hal itu.

Ayah Farel yang mengatakan kalau dia tidak keberatan dengan hukuman dan memilih untuk dipenjara sekarang kembali duduk di kursi tersangka di samping kuasa hukumnya. Bisa dibandingkan kalau penampilan keduanya cukup berbeda jauh.

Hakim lalu melanjutkan untuk melakukan pemeriksaan saksi, dan Farel sebagai korban dan orang yang melapor lebih dulu diwawancarai terkait laporannya. Farel berusaha dengan tenang ketika duduk di kursi di tengah-tengah ruang sidang. Dia bisa merasakan semua tatapan orang-orang tertuju kepadanya.

Ketika ditanyakan kronologi kejadian oleh hakim, Farel dengan pelan sambil gugup mencoba menjelaskan. Tentu ketika dia disuruh untuk menjelaskan hal tersebut, ingatan lama kembali muncul dan membuatnya ketakutan.

"Y-yang m-mulia saya ingin berhenti sampai disini dulu."

Hakim yang melihat tubuh Farel bergetar dan terbata berbicara, tidak kuasa melihat remaja itu. Dia akhirnya berbicara, "Baik saudara Farel, untuk saat ini kami akan menerima pernyataan darimu. Melihat dari kondisimu yang tiba-tiba memburuk, sepertinya lebih baik untuk menghentikan pemeriksaan sampai saat ini."

Setelah itu Farel memilih keluar dari ruang sidang dan segera diikuti oleh Dirga. Farel mencoba menenangkan diri dan Dirga yang ada di sampingnya membantu Farel.

"Apa kamu ingin minum?"

Farel menggelengkan kepalanya dan mulai memeluk Dirga dengan erat. Dirga terkejut dengan gerakan tiba-tiba itu. Namun segera membalas pelukan Farel dengan erat sambil mengusap pucuk kepalanya dengan lembut.

"Tenang, semuanya akan baik-baik saja."

"Kamu punya aku, orang tuaku."

"Tidak akan ada lagi yang akan menyakitimu."

"Kamu aman bersama kami."

"Mereka yang menyakitimu akan mendapatkan hukuman yang setimpal."

"Kamu akan merasakan kebahagian bersamaku."

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now