Bagian 7

16.2K 1.9K 63
                                    

Farel tengah berada di dalam toilet pria. Dia menundukkan kepalanya ke dalam wastafel. Air mengalir di seluruh kepalanya. 

Dia membasuh rambutnya agar rasa lengket akibat cairan susu segera menghilang. Setelah dirasa sudah bersih, Farel mengeringkan rambutnya menggunakan tisu kering dengan perlahan.

Kemudian dia melepaskan seragam sekolahnya yang basah akibat terkena cairan susu yang tadi Bagas tumpahkan dengan sengaja karena ia melindungi Amanda.

Cairan susu tidak hanya mengotori pakaiannya saja, namun sebagian dari celana yang ia pakai juga basah dan terasa lengket.

Farel menggosok pakaiannya menggunakan tangannya dibarengi dengan air yang mengalir. Air mata Farel perlahan jatuh dari kedua matanya. 

Farel melihat kaca toilet yang berada di hadapannya. Ia begitu berantakan, padahal hari masih panjang. Namun harinya sudah diawali dengan begitu berat. 

Farel tahu bahwa itu adalah keputusannya untuk membantu Amanda sesuai jalan cerita dalam novel. Tetapi saat ia melakukannya, ia rasa itu sangat sia-sia. Apa yang sudah ia lakukan tidak pernah sekali pun mendapatkan sebuah apresiasi.

Bahkan Amanda tidak pernah sekali pun peduli terhadapnya. Amanda tidak pernah menanyakan tentang dirinya, berterima kasih karena telah membantunya atau meminta maaf karena merepotkannya.

Sama dengan kedua orang tuanya. Mereka bahkan tidak ingin berbicara ataupun melihat keberadaan Farel. Bahkan setelah apa yang semalam mereka lakukan kepada Farel, mereka tidak meminta maaf.

Farel merasa ia sendirian di dunia yang asing ini. Ia tidak memiliki satu orang pun yang bisa diandalkan. Ia tidak memiliki teman yang tulus memperdulikannya ataupun keluarga yang menyayanginya.

Awalnya ia merasa senang saat datang di dunia novel ini karena bertemu dengan para karakter novel yang ia sukai. Lalu Farel mulai merasa tidak suka dengan kelakuan karakter pada novel setelah ia merasakannya atau melihatnya secara langsung.

Bahkan Farel tidak mengerti mengapa dia bisa menyukai novel seperti ini. Ia juga tidak menyukai karakternya. Bagaimana mungkin di dunia ini tidak ada yang memperdulikannya satu orangpun.

"Hik.. hik.."

Farel berjongkok di lantai toilet sambil menyembunyikan kepalanya diantara kedua kakinya.

Farel mulai merindukan dunia tempat ia berasal. Ia tidak tahu dimanakah dunianya yang sebenarnya. Ia hanya ingin kembali ke dunianya yang sebenarnya. Dunia tempat ia tinggal. Dia merasa, didunia asalnya mungkin kedua orang tua aslinya akan merindukannya karena Farel telah lama menghilang. Mungkin ia juga memiliki teman yang terus mencari keberadaan dan memperdulikannya.

"Hikk... hikk…"

Ia tidak ingin tinggal lagi disini. Lagi pula jika ia pergi pun tidak akan ada yang peduli sekalipun. 

Untuk waktu yang cukup lama Farel terus menangis sampai ia lelah. Tanpa Farel ketahui ada seseorang yang mendengarkan isak tangisnya dari luar toilet. 

Setelah selesai membersihkan seragamnya Farel berniat untuk membolos kelas. Ia sudah tidak peduli dengan dunia novel ini. Ia tidak peduli dengan sekolah. Ia tidak peduli dengan siapapun atau apapun.

Yang ia pedulikan saat ini adalah bahwa ia ingin pulang dan kembali ke dunia aslinya berada. Biarkan kedua orang tuanya memarahinya dan memukulnya sekalipun. Ia akan menerima semua itu.

Siang hari Farel berada di atap sekolah. Ia berdiri di tepi gedung dan merasakan angin lembut serta sinar matahari yang panas menyentuh tubuhnya. 

Ia berpikir bagaimana caranya ia pulang kembali menuju tempat asalnya. Ia bahkan tidak tahu nama aslinya adalah siapa. Jadi ia bahkan tidak tahu cara bagaimana ia kembali ke dunia asalnya.

Farel menghela nafas.

"Siapapun itu yang mengirimku ke dunia aneh ini, kamu adalah bajingan gila!"

Farel berteriak sekuat tenaga meluapkan semua amarah dalam benaknya.

Farel sedikit merasa lega setelah melakukan hal tersebut. Ia memutuskan untuk melakukan hal yang sama lagi.

"Hei, sialan! Mengapa kamu harus mengirimku kesini!"

"Mengapa kamu harus membuatku menjadi karakter tambahan yang begitu menyedihkan!"

"Siapapun itu, kamu benar-benar seorang bajingan gila!"

"Setidaknya jika kamu mengirimku ke dunia ini, kamu seharusnya membuat hidupku jauh lebih mudah."

Farel tersenyum setelah berteriak mengeluarkan kekesalannya. Hatinya jauh lebih lega daripada tadi saat ia masih berada di dalam toilet.

"Ehem ehem."

Farel berdehem merasa tidak enak dengan tenggorokkan. Seharusnya Farel tidak berteriak terlalu kencang tadi. Ia jadi ingin minum.

Saat ia berbalik pintu di depannya segera terbuka dan menampilkan Dirga. Farel mengernyitkan dahinya mencoba melihat orang yang di depannya benar adalah Dirga.

Nafas Dirga terengah-engah setelah menaiki tangga menuju atap sekolah. Ia melihat Farel tengah berdiri di tepi gedung dan segera terkejut.

Dirga dengan pelan-pelan berjalan mendekat ke arah Farel sembari berbicara, "Aku tidak tahu apa yang membuatmu memutuskan untuk melakukannya, namun jangan lakukan hal itu."

Farel merasa keheranan ditempatnya. Ia tidak mengerti maksud dari perkataan Dirga tersebut. Jadi bertanya, "Apa maksudmu?"

"Jangan lakukan hal tersebut. Kamu harus ingat bahwa masih ada hal-hal kecil yang bisa membuatmu untuk tidak melakukannya dan tetap bertahan. Aku percaya kamu memiliki hal tersebut."

Dibandingkan memahami maksud dari perkataan Dirga tersebut. Farel lebih tertarik dengan kalimat yang Dirga keluarkan.

'Sejak kapan Dirga menjadi orang yang banyak bicara?'

"Aku tidak mengerti dengan maksudmu?" Farel kembali bertanya.

"Mendekatlah kesini, dan menjauhlah dari tepi gedung." Pinta Dirga.

Farel mengangguk, saat kakinya akan melangkah menjauh dari tepi gedung tersebut, kakinya  menginjak bagian tembok yang sedikit berlumut dan membuatnya tergelincir.

Setelah Farel sadar apa yang sudah terjadi, tubuhnya sudah lebih dahulu terjun dari atap gedung meninggalkan teriakan yang cukup memekakan telinga.

"Farel!"

.
.
.
.
.
Farel hanya ingin pulang😭
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now