Bagian 42

6K 776 7
                                    

Di hari kedua acara pensi yang diadakan, suasana di lapangan sekolah juga tengah ramai. Saat ini pertandingan antara salah satu kelas sepuluh dan kelas dua belas tengah bertanding bermain bola basket di lapangan. Semua orang melihat pertandingan itu di luar lapangan dan hampir memenuhi sisi lapangan di semua sudutnya.

Farel dan teman tim basket kelasnya tidak jauh dari lapangan tersebut dan tengah pemanasan. Setelah pertandingan di lapangan selesai, itu adalah bagian dari timnya untuk bermain. 

Di tengah peregangan tubuhnya, dia dari jauh melihat Amanda yang tengah mencuri-curi pandang ke arah nya. Lebih tepatnya orang yang ada di samping, tidak lain adalah Dirga. 

Memang semenjak kemarin, dia melihat Amanda selalu mencoba berbicara dengan Dirga dan mengikutinya. Namun itu tidak dia lakukan lagi karena tidak sengaja saat kemarin pagi setelah mendiskusikan keikutsertaan kelas Farel, di jalan menuju tangga, dia melihat Amanda dan Dirga seperti tengah berbicara.

Farel secara sadar melihat mereka yang sepertinya tengah mengobrol untuk pertama kalinya mengurungkan niatnya untuk turun tangga dan menyembunyikan tubuhnya di balik tembok demi mendengar apa yang tengah mereka bicarakan.

Farel tahu itu tidaklah baik mendengar percakapan orang tapi dia penasaran.

"Dirga kenapa kamu bilang begitu? Apa aku punya salah kepada kamu? Kenapa kamu tiba-tiba bilang begini? Padahal sebelumnya kamu tidak mempermasalahkan aku melakukannya."

Nada Amanda terlihat sedih sekaligus tidak terima soal sesuatu. 

"Jangan lakukan itu lagi."

Suara dingin terdengar dan membuat Amanda segera memohon kepada Dirga.

"Dirga tolong jangan larang aku. Lalu aku harus bagaimana? Apa yang bisa aku lakukan selain itu?"

Setelah itu terdengar langkah kaki semakin menjauh dari sana. Farel asumsikan kalau Dirga pergi menjauh karena dia mendengar Amanda meneriaki Dirga lalu marah-marah sendirian.

"Dirga jangan pergi!" 

"Kenapa sih dengan dia?"

Lalu terdengar hentakan kaki.

"Farel."

Mendengar namanya dipanggil membuat kesadaran Farel kembali ke kenyataan. Dia menoleh ke samping dan bertemu dengan tatapan Dirga.

"Iya?"

"Kamu kenapa? Tiba-tiba malah melamun."

Farel melirik ke arah di mana Amanda tadi berada dan mendapati kalau dia telah menghilang dari tempatnya.

"Ah, itu. Aku hanya sedang gugup karena tim kita sebentar lagi akan melakukan pertandingan."

Dirga kemudian pergi dari sampingnya dan tidak membutuhkan lama untuk dia kembali sambil menyerahkan sebotol air mineral.

"Minumlah. Semoga kamu bisa merasa lebih tenang. Selain itu jangan terlalu stress memikirkan pertandingan nanti. Anggap saja itu sebagai permainan biasa. Tidak masalah bagi kelas kita tidak menang juga."

Farel mengambil botol air tersebut lalu mengangguk mengerti. Dia minum air itu dalam beberapa kali tegukan.

"Terima kasih. Sekarang aku jauh lebih merasa tenang dan tidak gugup atau tegang."

"Sama-sama."

Sebenarnya apa yang dimaksud oleh percakapan mereka kemarin pagi? Farel sangat ingin tahu kenapa Dirga melarang sesuatu dan larangan apa sebenarnya itu hingga membuat Amanda tidak terima melakukannya.

"Farel. Kenapa kamu malah melamun lagi?"

Farel tersadar dan menjawab, "Aku sedang memikirkan siapa lawan kita nanti. Aku berusaha mengingatnya karena lupa."

Dirga diam sambil menatap Farel dengan lekat.

"Kamu sedang tidak sakit, kan? Jika kamu sakit, kamu tidak perlu ikut pertandingan hari ini."

Farel dengan cepat menggeleng dan menyangkal, "Tidak. Aku tidak sakit. Aku benar-benar dalam kondisi yang baik-baik saja."

"Benarkah?" Dirga bertanya dengan ekspresi khawatir sambil masih tidak percaya dengan jawaban Farel.

"Benar."

"Jangan berbohong dan memaksakan dirimu untuk bertanding."

"Tidak. Aku tidak berbohong sama sekali. Kamu bisa mengecek suhu tubuhku di dahi."

Dirga mengulurkan tangan kanannya dan memegang dahi Farel dengan telapak tangannya.

"Iya kamu baik-baik saja," katanya lalu menarik lagi tangannya.

"Selanjutnya adalah pertandingan antara kelas XI IPA 1 melawan kelas XI IPS 1. Untuk para pemain silahkan memasuki lapangan pertandingan."

Suara dari pemandu acara terdengar. 

"Waktunya kamu dan yang lainnya bermain."

"Iya."

Tim basket kelas Farel berkumpul terlebih dahulu dan saling menyemangati satu sama lain. Setelah itu mereka berjalan menuju lapangan.

"Jika merasa tidak enak badan segera berhenti, oke?"

"Iya. Tenang saja aku sehat."

"Oke."

Bagas yang tidak jauh berada di belakang mereka sedari tadi melihat percakapan mereka berdua saat pemanasan. Dia tidak tahu kalau mereka bisa saling berbicara sedekat itu. Selain itu mereka berdua juga tidak menyembunyikan kedekatan mereka yang kadang Bagas merasa itu terlalu berlebihan untuk dikatakan percakapan antara sesama teman.

Pertandingan dimulai dan Farel berdiri di bagian sisi, sebelumnya tim kelasnya sudah berdiskusi kalau orang yang kurang pandai bermain hanya akan sesekali membantu dan tidak memimpin permainan. 

Orang yang memimpin permainan di lapangan tentu saja didominasi oleh Bagas. Bagas adalah orang yang bertalenta di ekskul basket sama seperti Dirga.

Walaupun begitu, tim lawan dari kelas XI IPS 1 juga tidak bisa diremehkan. Hampir setengah dari tim mereka termasuk dalam ekskul basket dan membuat permainan di tengah lapangan sekarang cukup sengit diantara kedua tim.

Sesekali Farel mendapatkan lemparan bola namun segera melemparnya ke timnya karena dia sebelumnya memang diperintahkan seperti itu.

Hanya berselang beberapa menit sebelum pertandingan berakhir, permain semakin sengit di antara kedua tim. Bola basket sering berpindah tangan karena kedua tim berusaha merebut bola dan ingin mencetak skor. 

Farel yang tidak ikut dalam persengketaan tersebut akhirnya hanya memperhatikan dari samping, kalau-kalau bola basket tiba -tiba datang. 

Dan ternyata benar saja tidak terlalu jauh dari tempatnya, Bagas melompat dan melemparkan bola ke arah Farel.

Farel dengan gugup menerima bola tersebut, namun saat melihat sekitarnya tidak ada orang lain dari timnya. 

"Masukan bolanya ke keranjang!"

Teriakan Bagas membuat Farel segera berlari menuju keranjang lawan yang mana di sana tidak ada orang yang menjaga dan membuat perjalanan Farel semakin mulus.

Di dekat keranjang lawan Farel melompat dengan sekuat tenaga dan mencoba memasukan bola kedalam keranjang sambil berharap dia melakukannya dengan sukses.

Kedua mata Farel tertutup bertepatan dengan tubuhnya yang kembali turun ke bawah.

"Masuk!"

Suara dari pemandu acara serta sorakan dari para penonton membuat kedua mata Farel kembali terbuka.

"XI IPA 1 adalah pemenangnya!"

Kedua mata Farel membulat akibat terkejut dan bahagia. Tanpa disadarinya dia berlari mendekat ke arah Bagas sambil berseru.

"Kita menang!"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now