Bagian 75

3.1K 409 24
                                    

Raut sedih terpampang dengan jelas di wajah cantik Amanda. Dia menundukkan kepalanya dan mendekat selangkah ke depan Farel lalu memegang salah satu lengannya.

"Farel, aku benar-benar minta maaf untuk semua yang aku lakukan kepadamu. Aku sangat menyesal telah memperlakukanmu dengan buruk ketika kamu selalu membantuku di setiap keadaan. Aku seharusnya berterima kasih kepadamu dan bukannya malah marah dan benci kepadamu. Aku tidak layak bersikap seperti itu."

Amanda berhenti berbicara, ada jeda hening yang cukup lama diantara keduanya. Amanda pun mendongak menatap Farel dengan wajah yang sudah bercucuran air matanya. 

Farel agak terkejut melihat Amanda menangis di depannya sambil menyesali semua perbuatan yang telah dilakukannya. Entah kenapa Farel ada terbesit sebuah pikiran untuk menghapus air mata itu. Namun dia mengurungkan niatnya dan menarik kembali tangannya ke belakang tubuhnya.

"Aku sangat salah Farel. Aku sudah banyak menyakitimu. Bisakah kamu memaafkan aku?"

Farel tidak tahan melihat Amanda meminta maaf kepadanya. Bagaimanapun juga walaupun Amanda memanfaatkannya, dulu dia juga menyetujui Amanda untuk melakukan hal tersebut. 

Di sebagian hatinya, Farel masih menolak untuk memaafkan Amanda. Dan memanggap permintaan maaf Amanda adalah kebohongan belaka. 

Tapi, walaupun itu kebohongan pun pada akhirnya, Farel hanya mengangguk. Toh itu hanya memaafkan dan bukannya dia akan kembali ingin berteman dengan Amanda.

"Terima kasih Farel!" Amanda berseru kegirangan melihat Farel mau memaafkannya. Wajahnya yang sedih dan berlinang air mata segera dihapusnya dengan kasar oleh telapak tangannya.

"Kalau begitu kita bisa berteman lagi, kan?"

Tanyanya dengan kegirangan dan senyuman cerah di wajahnya. Namun Farel menggelengkan kepalanya dan menolak, "Aku minta maaf. Aku pikir, kita tiba bisa seperti dulu lagi."

Wajah Amanda segera menjadi jelek, "B-benarkah?"

"Aku minta maaf."

Amanda sedikit canggung mendengar itu. Dia memainkan ujung rambut panjangnya yang terurai dan bertanya, "Aku ingin memberimu sesuatu. Apa kamu mau ikut aku ke kelas?"

"Tidak bisakah kamu membawa itu ke sini?"

"Ah, ya. Aku akan membawanya. Kamu tunggu disini sebentar saat aku pergi ke lantai atas."

Farel hanya menanggapinya dengan mengangguk dan Amanda segera naik ke lantai atas dengan terburu-buru.

Kurang lebih selama sepuluh menit menunggu karena Farel tidak tahu pasti--ponselnya ia tinggalkan di atas meja depan Dirga di dalam ruangan OSIS. Farel merasa Amanda terlalu lama pergi. 

Bukannya tadi dia berlari dengan cepat saat naik ke atas? Pikirnya

Farel memilih bersandar di ujung tangga sambil melihat ke arah pintu masuk gedung. Dia berpikir mungkin sekarang Dirga tengah sibuk mendengarkan pertemuan dan belum menyadari dirinya pergi begitu lama.

Suara langkah kaki turun dari lantai atas membuyarkan pikiran Farel dan membuatnya melihat ke atas dan mendapati kepala Amanda terlihat di atas sana. Sedangkan tubuhnya terhalangi oleh tembok tangga.

"Farel, bisakah kamu ke sini sebentar dan bantu aku? Aku kesulitan membawa ini ke bawah?"

Farel memilih untuk naik ke atas tangga dan menemukan alasan sebenarnya apa yang membuat Amanda kesulitan untuk turun lebih cepat. "Tunggu sebentar," jawabnya.

Farel terus menaiki tangga, namun tepat berada di tangga menuju lantai dua dia mendapati beberapa siswa lelaki kekar yang ia kira berasal dari tahun terakhir. Mereka menatapnya dengan memicingkan matanya.

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now