Ékstra - Side Story 3

2.8K 221 2
                                    

"Mas…"

Sedikit gerakan terasa di pundak Farhan. Farhan perlahan mulai sadar dan membuka matanya. Dia melihat seorang supir berdiri sedikit menunduk di samping tubuhnya.

"Busnya sudah sampai, Mas."

"Terima kasih, Pak."

Farhan mengangguk. Dia dengan teliti dan telaten memeriksa semua barang-barangnya yang bisa saja ketinggalan di bus nanti ataupun hilang. Setelah merasa tidak ada yang hilang. Dia turun dari dalam bus yang sudah sepi. Dia adalah orang terakhir turun dari bus.

Sinar terik dan cuaca panas menyambutnya ketika dia keluar dari dalam bus. Dia mendongakkan wajahnya ke atas dan menghalangi wajahnya dengan telapak tangan. 

Getar. Getar.

Getaran terasa di saku celana miliknya. Dia merogoh saku itu dan mengambil ponsel. Disana ada panggilan masuk. Dia menekan tombol hijau dan menerima panggilan itu.

"Halo, Ibu."

-Han, kamu sudah sampai mana?

Suara dari seberang sana terdengar khawatir.

"Aku baru saja turun di terminal bus, Bu."

-Tadi ibu menghubungi kamu. Tapi tidak ada jawaban. Ibu sangat khawatir dengan apa yang terjadi padamu, Han.

"Maafkan aku, Bu. Aku ketiduran di dalam Bus dan tidak bisa menjawab telepon dari ibu. Tapi tenang saja. Aku baik-baik saja, Bu."

-Syukurlah, kalau kamu baik-baik saja, Han. Kalau begitu, nanti saat kamu sudah sampai tujuan. Kabari ibu lagi, ya.

"Tentu. Aku akan mengabari Ibu. Aku tutup teleponnya ya, Bu."

-Iya

Farhan menutup panggilan tersebut. Dia pun segera menemukan kalau memang ada 5 panggilan tidak terjawab dari ibunya. Dan 2 dari ayahnya. 

Seketika itu juga, mata Farhan menjadi panas dan mulai berair. Dia merasakan hatinya tiba-tiba sakit. Dia perlu untuk beristirahat sebentar sebelum melanjutkan lagi perjalanan. Masih ada satu jam hingga waktu jam temu. Dan hanya butuh satu seperempat jam untuk sampai di tempat yang telah dijanjikan.

Melihat ibunya yang masih khawatir bahkan setelah 8 tahun dia kembali. Ibu dan ayahnya sering sekali menghubungi dirinya. Mereka juga terkadang sangat protektif kepadanya walaupun dia sudah masuk usia dewasa. Tapi, dia tidak pernah merasakan tidak nyaman dengan sikap kedua orang tuanya. Atau merasa terganggu. Melainkan, dia merasa sedih. 

Dia mengerti itu kenapa mereka berdua bersikap sangat protektif kepadanya. Farhan adalah anak semata wayang yang mereka miliki. Dia sangat dicintai oleh keluarganya. Mereka memperlakukan Farhan dengan baik. Hingga akhirnya kejadian mengerikan mengambil anak kesayangan mereka.

Menurut cerita dari ayahnya, awal-awal mereka mendengar kabar kalau Farhan menghilang di sekolah karena gempa. Mereka tidak percaya itu dan terus mendesak petugas pencarian mencari anak mereka. 

Namun, seminggu kemudian masih tidak ada kabar. Ibu Farhan masih tidak mau menyerah mengenai hilangnya Farhan. Dia dan ayah Farhan mencoba berbagai macam cara agar bisa menemukan anak mereka.

Tapi, hingga satu tahun kemudian ketika Farhan akhirnya dinyatakan meninggal. Kedua orang tuanya masih tidak mau menerima hal itu. Mereka menyangkal kalau Farhan meninggal dan meyakini kalau Farhan masih hidup dan terjebak di sana tidak bisa pulang.

Setiap malam, setelah lewat tengah malam. Ibu Farhan akan keluar dari kamar dan pergi menuju kamar Farhan. Dia akan menangis di atas ranjang Farhan sambil memohon agar Farhan bisa kembali. Dia hanya akan berhenti ketika air matanya habis dan kelelahan.

Delapan belas bulan berlalu sejak kehilangan Farhan, kedua orang tua mereka walaupun sudah menerima apapun yang terjadi pada anaknya. Mereka masih tidak berhenti berharap. Salah satu harapan mereka yang ada adalah terus membuat rumah mereka semakin baik dan terang. Taman kecil di depan dan samping rumah selalu mereka rawat dengan baik. Mereka harap, Farhan mau kembali ke rumah yang hangat dan nyaman itu.

Lalu ketika akhirnya Farhan bisa kembali pulang namun dengan keadaan tidak memiliki ingatan tentang apapun. Mereka tidak menuntut banyak dan terus merawat Farhan hingga Farhan benar-benar seperti dulu lagi.

Awal-awal Farhan kesulitan untuk mengembalikan ingatannya, tapi derasnya kasih sayang yang diberikan kedua orang tuanya, dia perlahan mulai mengingat hal-hal kecil yang berkaitan dengan kedua orang tuanya. Mereka tidak menyerah atas lambatnya ingatan Farhan yang kembali.

Mungkin baru 6 bulan setelahnya, Farhan mulai bisa mengingat masa lalunya dengan baik. Walaupun tidak mengingat semua hal, tapi dia mengingat orang-orang terdekatnya seperti kedua orang tuanya dan sahabatnya, Erik.

Erik yang walaupun sudah masuk bangku kuliah, mendengar kabar Farhan kembali. Segera datang dan menjenguknya. Farhan awalnya merasa canggung berada di sekitar Erik.

Erik tidak mau menyerah dan dalam seminggu, ada dua hari dimana dia akan selalu menyempatkan dirinya bermain dengan Farhan. Erik selalu menceritakan banyak hal termasuk menunjukan foto kebersamaan mereka. 

Farhan mulai tertarik dengan cerita Erik. Dan berkat banyaknya cerita yang Erik ceritakan kepadanya, dia mulai mengingat cerita itu secara perlahan.

Baik kedua orang tuanya ataupun Erik sahabatnya, mereka telah banyak melewati masa yang menyulitkan. Sekarang ini, Farhan hanya ingin terus bersama dengan mereka.

Akan tetapi, ada hal yang selalu mengganjal di hatinya setelah 6 bulan dia kembali. Dia merasakan kalau melupakan dan kehilangan sesuatu yang penting juga. Dia berusaha mencari apa hal lain yang dilupakannya itu. Tapi tidak pernah ada jawaban atas itu semua.

15 menit telah berlalu, dia mulai beranjak dan kembali melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan.

Tiba di depan gedung belasan lantai, Farhan merasakan kalau hatinya sangat gugup dan tubuhnya berkeringat dingin. Dia menghirup udara sebanyak mungkin dan mengeluarkannya dengan perlahan.

Setelah menghubungi ibunya dan ibunya mengatakan semoga apa nanti pertemuannya akan berjalan dengan lancar.

Merasa sedikit lebih tenang, dia berjalan memasuki gedung dan berjalan ke meja resepsionis.

"Selamat siang, Mas. Ada yang bisa saya bantu?"

"Selamat siang, saya Farhan Armadi. Saya memiliki janji temu dengan Kepala Departemen Produksi, Mba Rara Anggraeni."

Resepsionis itu tersenyum dengan ramah dan menjawab, "Oh, Mba Rara sudah menunggu Mas Farhan di lantai 5 gedung. Mas Farhan bisa langsung naik kesana menggunakan lift yang ada di sebelah sana," jelasnya sambil menunjuk tempat lift.

"Terima kasih."

Farhan pamit dan pergi menaiki lift menuju lantai lima. Di dalam lift cukup banyak orang namun mereka turun di lantai yang berbeda.

Ding.

Pintu lift terbuka di lantai lima, Farhan berjalan keluar dari sana dan segera disambut oleh seorang wanita dewasa berusia diakhir 30an.

"Selamat datang, Farhan. Bagaimana perjalannya tadi?"

"Halo, Mba Rara. Terima kasih. Perjalanan berjalan dengan baik."

"Oke, aku senang mendengarnya. Karena kamu sudah sampai, bagaimana kalau kita segera masuk ke ruang pertemuan untuk membahas terkait novel Ékstra, karyamu yang akan segera dibukukan?"

"Tentu, Mba. Mari kita bahas."

Mereka berdua pun pergi ke ruang pertemuan.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now