Bagian 76

3.3K 437 30
                                    

Seorang remaja perempuan berusia sekitar 17 tahun, memiliki tinggi badan sedikit di atas rata-rata remaja seusianya, rambut panjang terurai dan berkibar oleh angin sepoi-sepoi dan wajah manisnya tersinari oleh cahaya matahari sore membuat sosoknya tampak  cantik dan anggun.

Namun, di balik sosok tersebut tersimpan iblis yang sudah terjebak di dalamnya selama beribu-ribu tahun. Iblis tersebut menggerogoti tubuh serta jiwanya dan membuat sosok yang dulu Farel kenal sebagai remaja biasa yang cantik dan mempesona berubah menjadi iblis yang haus akan balas dendam yang sudah lama disimpannya.

Farel sungguh tidak menyangka Amanda akan berbuat sejauh ini. Dulu yang diketahuinya dia hanya seorang remaja perempuan yang berusaha mengejar cinta monyetnya dengan susah payah bahkan dengan tambahan beberapa bantuan darinya. Tapi, lihatlah dia sekarang. Dia tengah tersenyum bahagia sambil sesekali menampar atau menendang tubuhnya. Dia sesekali bersorak dan berseru seperti seseorang yang baru saja memenangkan juara pertama suatu perlombaan.

"Sangat disayangkan kamu tidak berguna lagi," katanya bergumam namun masih terdengar oleh Farel.

Farel hanya menunduk dan menahan rasa sakit yang masih belum ketahuan kemana akhirnya rasa sakit ini akan berhenti. Setelah kedua orang tuanya yang menyakitinya, sekarang Amanda? Apa Farel dalam novel begitu menyedihkannya? Kenapa dia tidak tahu itu? Kenapa novel shoujo berubah haluan menjadi seperti ini? Kenapa dia harus menjadi Farel? Kenapa?

Dia hanya ingin pulang. Jika, dia tidak bisa pulang. Biarkanlah hidupnya di dunia novel ini tenang. Padahal dia sudah bisa lepas dari genggaman orang tuanya dan mereka akan mendapatkan balasan atas perbuatan mereka. Lalu kehidupannya di sekolah mulai berjalan mulus tanpa hambatan. Tapi, kenapa  harus tiba-tiba menjadi seperti ini?

"Hei! Kamu tidak mendengarku berbicara!"

Plak.

Amanda kembali menampar pipinya. Dia sudah berjongkok tepat di depan Farel. Wajahnya sangat masam dan kesal karena Farel tidak mendengarnya bicara akibat sibuk dengan pikirannya. Selain itu, Farel tidak punya tenaga untuk mendengar celotehan tidak penting Amanda. Dia hanya berharap ini segera berakhir dan dia akan menemukan kalau dirinya sudah bisa kembali pulang ke dunia asalnya.

Plak.

"Kamu mengabaikanku lagi!"

Lagi pula Farel tengah dibekam oleh kain! Jadi bagaimana cara dia menanggapi Amanda? Apa Amanda tidak bisa melihat itu?

Farel mau tak mau menatap Amanda yang matanya sudah berkobar api kemarahan. Giginya berderit dan sudut alisnya menjorok ke bagian tengah. 

"Kamu ini sudah benar menjadi bodoh dan jatuh cinta kepadaku. Tetapi kenapa kamu malah berubah! Seharusnya kamu bersikap seperti dulu yang selalu mematuhi perkataanku."

Amanda sekarang berdiri namun matanya masih belum lepas dari tatapan Farel kepadanya.

"Kamu ingat apa yang kamu lakukan agar aku bisa sekolah di sini?"

Mendapat jawaban diam, Amanda kembali melanjutkan, "Jangan salahkan perbuatan yang aku lakukan ini kepadamu. Ini semua tidak akan terjadi kalau kamu tetap ingin aku bersekolah disini. Ini adalah akibat dari apa yang kamu lakukan. Terimalah itu dan salahkan dirimu sendiri."

Farel mengabaikan itu dan sudah malas mendengarkan omong kosong Amanda. Farel berusaha melepaskan tangan dan kakinya sekuat tenaga namun hasilnya nol besar. Kekuatan dari tiga orang yang memegang tubuhnya tidak bisa membuatnya bergerak sedikit pun. Apalagi ditambah dengan rasa sakit yang diterimanya, sebagian besar tenaganya terkuras oleh hal itu.

"Lihat aku!"

Amanda berteriak di depan wajah Farel dan membuat jantung Farel begitu terkejut.

"Kamu sendiri yang dengan bangganya bisa membuatku masuk ke sekolah ini. Kamu memberikan aku kunci jawaban atas soal-soal ujian masuk sekolah ini lewat jalur beasiswa. Kamu ingat itu kan?"

Wajah Farel tercengang. Mulut yang tadinya terbekam dan berusaha berteriak sekuat tenaga berhenti. Matanya menatap seolah tidak percaya. Semua orang di sana juga sama.

Amanda berbalik dan melihat Bagas yang sudah dalam posisi tengkurap. Kedua kaki dan tangannya tengah dipegangi ke bagian atas oleh dua orang kakak kelas dan mulutnya juga sama sudah dibekam.

Amanda berjalan ke depan Bagas dan berbicara, "Kamu juga tidak menyangka kan? Heheh"

Tanpa menunggu jawaban yang memang tidak akan di dapatkannya, Amanda kembali berjalan mondar mandir di depan Farel. 

Hujan gerimis perlahan mulai turun, Amanda menengadah menghadap ke atas langit, lalu dia berjalan ke tepi atap gedung dan melihat ke bawah.

Dari atas tempat dirinya berdiri, dia bisa melihat Dirga tengah mencari keberadaan Dirga sambil sesekali meneriakan nama Farel. Dirga berjalan mondar mandir dan Amanda menyeringai melihat itu.

Amanda kembali berjalan ke depan Farel sambil berbicara, "Tunggu sebentar lagi, dan kesatriamu akan segera menyelamatkanmu. Kamu pasti tengah menunggunya kan?"

Hujan perlahan mulai turun dengan deras. Hujan mulai membasahi rambut Farel lalu turun ke tubuh bagian bawah dan sampai akhirnya membasahi sekujur tubuhnya.

Amanda menari-nari di tengah hujan deras. Dia mendekat ke arah Farel dan berseru, "Aku tidak pernah sebahagia ini dalam hidupku!"

Lalu menatap Farel dengan senyuman terbaik yang bisa diberikannya. Farel agak sedikit ngeri melihat senyuman yang bercampur dengan air hujan yang menyirami wajahnya.

Karena suara hujan cukup membuat suaranya tidak terdengar, Amanda berusaha berbicara dengan keras kepada Farel.

"Seharusnya Dirga menjadi kesatriaku dari awal. Aku sudah banyak berusaha untuk mendekatinya semenjak kelas sepuluh. Tapi semua usaha itu selalu gagal dan belum pernah menemukan titik terang dimana Dirga akan menerima semua cintaku. Lalu, kamu yang tiba-tiba sedikit berubah, membuat Dirga yang biasanya kaku tidak peduli kepada siapapun mulai dekat denganmu dan berteman. Kamu yang seharusnya membuat kami jadian tapi malah berujung dia bilang mencintaimu!"

"Itu tidak adil!"

"Bagaimana bisa itu terjadi! Aku yang sedari lama mengejarnya! Tapi kamu yang malah menerima cintanya!"

"Dunia ini sungguh tidak adil! Aku yang dulunya dari keluarga kaya harus berakhir memiliki tumpukan hutang yang banyak. Aku hanya ingin Dirga! Tapi kenapa aku tidak bisa memilikinya!"

"Kamu dari keluarga kaya sedari lahir. Kamu memiliki semuanya. Kamu pintar. Kedua orang tuamu lengkap. Tapi kamu dengan serakahnya ingin mendapatkan Dirga juga!"

Suara pintu di belakang mulai terdengar secara paksa dibuka. Amanda yang menyadari tatapan Farel sedikit berbeda dan menatap ke belakangnya tahu kalau seseorang datang dan berusaha untuk menerobos ke atap gedung.

Amanda melirik ke belakang dan pintu itu bergetar akibat dorongan dan paksaan dari dalam sana. Amanda kembali berbalik dan berjalan ke depan Farel. Dia berbicara dan suara masih cukup terdengar oleh Farel.

"Sangat disayangkan pertunjukan menarik ini akan segera berakhir."

Lalu dia memerintahkan sesuatu kepada ketiga orang yang memegangi Farel. Mereka semua menyeret Farel ke tepi gedung dan membuat mata Farel membulat.

Brak!

Suara pintu di depan Farel sudah terbuka dengan keras bahkan pintunya terpental akibat tendangan. Dirga yang muncul di atap gedung terkejut mendapati situasi di depannya. Lebih terkejut menemukan fakta kalau Farel ada di tepi gedung dan dibungkam. Hal itu membuatnya segera ketakutan.

Dia berusaha berlari mendekati Farel. Disisi lain Farel sudah dilepaskan oleh ketiga orang tadi, tapi sebelum itu Amanda berbisik kepadanya. 

"Jika dia tidak bisa menjadi kesatriaku, begitu pula denganmu."

Kemudian saat Farel baru saja akan berdiri, Amanda lebih dahulu mendorongnya hingga akhirnya tubuh Farel terjun ke bawah atap gedung.

Di saat kedua matanya menatap langit sore yang sudah gelap serta diguyur hujan deras, dia sekilas melihat Dirga di ujung tepi gedung dan meneriakkan namanya dengan kencang. Air matanya sudah bercampur dengan derasnya hujan.

Farel memejamkan matanya dan menangis.

Dia harap bisa berakhir di dunia asalnya.


.
.
.
.
.
Amanda udah sinting👹
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now