Bagian 79

3.2K 404 7
                                    

Kedua orang tua Farel sudah ditahan oleh kepolisian atas pelaporan kasus penganiayaan terhadap anak di bawah umur. Semenjak pengajuan laporan oleh kuasa hukum keluarga Wijaya, tidak lama mereka segera diringkus oleh polisi. Mereka tidak bisa berkutik banyak dengan kekuatan yang mereka miliki. Polisi yang menggeledah rumah kediaman Atmaja juga saat itu langsung digeledah demi mencari barang bukti lain demi memperkuat bukti.

Awalnya di tahap penggeledahan pertama, polisi tidak menemukan barang bukti apapun. Karena tampaknya orang tua Farel sudah tahu akan kedatangan mereka. Bahkan waktu itu, mereka hendak kabur dari sana dan berencana pergi ke luar negeri. Namun dengan kegesitan anggota polisi yang lebih dahulu datang sebelum mereka pergi, mereka segera ditangkap.

Barang bukti kemungkinan besar sudah dihilangkan secara sengaja oleh kedua orang tua Farel. Namun para anggota polisi tidak mau menyerah dan terus mencari barang bukti di rumah tersebut. Bahkan mereka mencari ke tempat kerja kedua orang tua Farel.

Beruntungnya, ada file berupa rekaman video cctv yang berada di lorong lantai dua dekat dengan pintu masuk ruang kerja ayah Farel. Video tersebut ditemukan di tempat kerja ayah Farel, tepatnya berada di dalam komputer miliknya. Video itu sudah dihapus, namun tampaknya ayah Farel lupa menghapusnya sekali lagi di bagian folder sampah.  Dari video tersebut terlihat setelah orang tua Farel keluar dari sana di sore hari, hingga tiba malamnya tidak ada orang lain yang masuk ke sana selain Farel yang keluar dengan keadaan babak belur di seluruh tubuhnya.

Selain itu, berdasarkan kesaksian dari seorang pekerja di rumah Atmaja yang sebelumnya sudah dipecat memperkuat bukti yang ada tersebut. Dimana dia awalnya diancam bila mana mengatakan hal yang sebenarnya, tapi karena seorang saksi mendapatkan dukungan perlindungan dari lembaga pemerintah dan keluarga Wijaya, akhirnya ibu paruh baya itu berani untung mengungkapkan semuanya.

Dia bilang, siang waktu kejadian, dia disuruh oleh istri pak Atmaja untuk keluar dari rumah dan pergi ke pasar. Sekembalinya dia pulang ke rumah di malam hari, dia bertemu dengan Farel yang ada di dapur dengan kondisi penuh luka.

Saat itu, dia sadar kalau itu adalah perbuatan kedua orang tuanya, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya seorang ibu paruh baya tunggal yang tidak memiliki kekuatan seperti keluarga Atmaja. Alhasil, mau tak mau, suka tidak suka, ringan tidak ringan, dia harus mengubur semua ancaman serta hal yang ia ketahui.

Berkat dua hal tersebutlah, persidangan pertama kedua orang tua Farel akan berlangsung dalam waktu dekat. 

"Mereka akan segera diadili atas perbuatan buruk mereka terhadapmu selama ini."

Farel merasa senang mendengar hal tersebut. Dia harap kedua orang tua Farel akan mendapatkan pidana yang setimpal dengan hal keji yang dilakukannya terhadap anak mereka sendiri.

Farel berharap mereka akan merasa jera dan menyesali semua perbuatan yang telah mereka lakukan. Farel mungkin saja memaafkan mereka dan melupakan perbuatan buruk mereka begitu saja.

Tapi Farel bukan orang seperti itu, walaupun beberapa kalangan menganggap kalau tindakan seorang anak melaporkan kedua orang tuanya adalah bentuk durhaka terhadap orang tua. Dia tahu itu karena pernah melihat berita di televisi. Memang, berita tentang kedua orang tuanya ada di dalam sana. Tapi dia tidak mau memusingkan itu. Bukannya anak yang durhaka terhadap orang tua, tapi sebaliknya. Orang tua yang durhaka terhadap anak. Namun sekali lagi beberapa kalangan tidak mau menerima fakta tersebut dan berdalih kalau perbuatan orang tuanya dilakukan demi dirinya. Mewajarkan tindakan keji orang taunya karena merasa orang tua selalu benar di atas segala-galanya. Kadang Farel merasa ingin tertawa mendengar tanggapan kalangan tersebut. Itu adalah jawaban absurd menurutnya. Bagaimana sebuah perbuatan kekerasan dinormalisasi hanya karena itu dilakukan oleh orang tua? Tapi mencemooh dan menggakimi anak yang menyakiti orang tua. Itu benar-benar tidak adil.

Setidaknya itu tidak akan terjadi pada Farel, dia tidak akan berhenti atau mencabut laporan terhadap orang tuanya. Biarkan mereka mendekam di penjara agar mereka tahu dan merasakan kalau apa yang telah mereka lakukan itu tidak pantas.

Beberapa kali orang tua Farel mengajukan untuk bertemu dengan Farel. Dari gelagatnya pasti mereka ingin mencoba membujuk Farel untuk mencabut laporan tersebut dan keduanya tidak akan diadili. Tapi karena Farel koma, tentu ia tidak bisa melihat mereka. Selain itu, bilamana dia tidak koma pun. Dia tidak akan mau bertemu dengan mereka lagi.

"Terima kasih karena sudah mau membantuku Dirga."

"Tentu akan membantu orang yang paling aku sayangi."

Farel tersenyum mendengar itu, tangan kirinya memegang tangan kanan Dirga dengan erat. 

Selama beberapa hari terakhir di rumah sakit. Dirga akan selalu menemani Farel. Dia akan membantu menyuapi Farel makan karena Farel tidak bisa makan menggunakan tangan kiri. Dia bukan seorang kidal.

Dia selalu merawat Farel dengan hati-hati. Walaupun Dirga tidak bisa merawat Farel sepanjang waktu karena dia harus masuk sekolah seperti biasa, itu tidak membuat Farel marah. Justru dia malah khawatir karena sepulang sekolah Dirga akan langsung menjenguknya ke rumah sakit dan menginap hingga pagi berikutnya dan berangkat dari rumah sakit menuju sekolah. Pakaian sekolahnya di simpan di ruang inap.

"Lalu bagaimana dengan para siswa dan siswi waktu kejadian hari itu?"

"5 orang siswa kelas dua belas, mereka sudah dikeluarkan secara paksa dan tidak hormat oleh sekolah. Mereka tidak akan bisa mengikuti ujian kelulusan bahkan mendaftar di universitas.  Perbuatan mereka membantu Erika terlalu fatal untuk dimaafkan. Terlebih sebelumnya mereka memang sudah menjadi murid bandel."

Farel terkejut mendengar hal tersebut. Ternyata yang memanggil lima kakak kelas itu adalah Erika. Si siswi paling populer di sekolah. Mungkin karena pengaruhnya dia bisa menyeret kelima orang itu untuk melancarkan aksinya.

Dirga yang tahu Farel menunggu penjelasaan seseorang segera menambahkan penjelasannya, "Untuk Amanda, dia sama dikeluarkan secara paksa oleh sekolah. Dia tidak akan bisa melanjutkan sekolah menengahnya di sekolah manapun. Tidak ada satu sekolah pun yang akan menerima Amanda di sekolah mereka. Selain itu dia juga terpeleset di tangga sekolah di hari kejadian dan membuatnya tubuhnya terguling ke bawah dan kakinya pincang salah satu."

Itu adalah harga yang sudah cukup pantas didapatkan Amanda setelah apa yang dilakukannya. Apa yang dilakukannya sudah sangat ekstrim dan membahayakan nyawa seseorang.

"Tapi, aku rasa itu belum cukup. Menurut kuasa hukum keluargaku dia bisa dipenjara di penjara khusus anak di bawah umur untuk kasus penghilangan nyawa secara sengaja."

Dirga dengan seksama mendengarkan penjelasan Dirga. Dia pikir Amanda sudah lebih cukup tidak bisa lanjut sekolah. Tapi, dia ingin memikirkan lagi kalimat terakhir Dirga.

"Bagaimana dengan Erika?"

"Nasibnya hampir sama seperti Amanda. Namun, karena dia berasal dari keluarga yang lebih baik, dia hanya dikeluarkan oleh sekolah. Tapi, kemungkinan dia akan bisa melanjutkan sekolahnya. Itupun di luar negeri."

"Lalu bagaimana dengan--"

Kata-kata Farel terhenti ketika mendengar suara ketukan dari luar pintu kamar inap. Dirga segera beranjak dari tempat duduk dan membuka pintu itu dengan cara mendorongnya ke samping.

"Kenapa kamu kesini!"

Dirga segera naik pitam tatkala melihat orang yang ada dihadapannya. Kedua mata Farel bertemu dengan dua mata itu dan dengan segera ingatan kejadian sebulan lalu mengalir di otaknya. Raut wajah Farel mengeras dan berbicara dengan dingin, "Aku tidak ingin melihatmu. Pergilah Bagas."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now