Bagian 41

6.2K 776 22
                                    

Di ruangan basket indoor terdengar suara yang menggema dari dalamnya. Suara tersebut dihasilkan dari sekelompok orang yang sedang berlatih bermain basket dengan mencoba memantulkan bolanya ke atas lantai sambil berlari dan melompat mengulurkan kedua tangannya ke atas keranjang. 

Farel sedari tadi memperhatikan semua orang yang mendadak berlatih bermain basket karena akan ikut lomba. Farel merasa malu dengan dirinya yang tadi pagi enggan mengikuti lomba.

Farel melihat ada bola basket yang tergeletak di atas lantai tidak terpakai. Dia segera mendekat dan mengambil bola tersebut lalu membawanya keluar ruangan.

Awalnya Farel ingin berlatih di dalam ruangan, namun mengingat ruangan indoor cukup dipenuhi para siswa, dia mengurungkan niatnya dan mencoba berlatih di luar gedung. 

Hari telah sore dan acara pensi di hari pertama telah selesai, hampir sebagian besar para murid telah pergi dari area sekolah. Suasana di luar tidak seramai tadi pagi dan siang.

Masih ada anggota OSIS yang tengah membereskan area sekolah, termasuk Dirga. Farel juga tadi sudah memberitahu Dirga kalau dia ingin mencoba berlatih. Dirga kemudian menyemangatinya sekaligus mengingatkan Farel agar tidak terlalu memaksakan dirinya. Selain itu dia juga bilang akan sekalian mengantar Farel pulang.

Farel mencoba memantulkan bola basket ke atas tembok beton sambil mencoba berlari dengan kecepatan sedang. Saat dia melihat Dirga bermain, itu terlihat mudah, tapi saat dia mencobanya sendiri ternyata sulit juga.

Tidak hanya mencoba beberapa kali mantulkan bola di atas tembok beton, Farel juga mencoba melemparkan bola ke bagian dinding tembok seperti mencoba memasukan ke dalam keranjang net.

Bola yang baru saja mengenai dinding tembok, akhirnya terjatuh dan menggelinding ke bawah. Farel terus berjalan mencoba mengambil bola tersebut namun segera berhenti di kaki seseorang.

Dia mendongak mendapati Bagas tengah berdiri di depan sambil menatap tajam kepadanya. Secara reflek Farel buru-buru mundur.

Bagas membungkukkan tubuh atasnya dan mengambil bola basket yang ditahan kaki kanannya. 

Farel kira Bagas tidak masuk ke sekolah, karena sepanjang hari ini dia tidak pernah melihat batang hidung Bagas dimanapun berada.

"Permainanmu sedari tadi sangatlah buruk," katanya membuat percakapan lebih dahulu dengan mengejek Farel.

"Aku tahu itu," jawabnya, dia segera menyadari sesuatu, "Tunggu, barusan kamu bilang sedari tadi? Maksudmu sejak awal aku berlatih kamu melihatku?" Farel seolah tercengang.

Bagas tidak menanggapi dan memilih untuk berbicara hal lain, "Apa kau termasuk dalam tim lomba basket kelas?"

Farel sebenarnya kesal Bagas tidak menjawab pertanyaannya tadi tapi dia tetap mengangguk membenarkan pertanyaan Bagas.

"Kau hanya akan semakin memperburuk permainan  tim dan membebani mereka. Permainanmu sangat tidak layak untuk bermain dalam lomba."

Farel bingung, Bagas yang mungkin sedari tadi melihatnya lalu sekarang tiba-tiba bicara dan mengejeknya tanpa ampun, apa yang dia inginkan sebenarnya?

"Jangan hanya mengejekku. Setidaknya bantu aku berlatih supaya bisa lebih baik dalam bermain basket."

"Oke."

Farel sebenarnya tadi hanya setengah bercanda mengucapkan kalimat tersebut. Tanpa diduga Bagas menyetujui usulan tersebut. Dia tidak salah dengar, kan?

"Lihatlah."

Bagas kemudian memperagakan bermain basket dihadapan Farel. Farel dengan seksama memperlihatkan setiap gerak gerik Bagas dan mengingatnya di kepalanya. 

"Cobalah," kata Bagas sambil melemparkan bola basket ke arah Farel. Farel dengan segera mengambil bola tersebut yang hampir saja tidak tertangkap olehnya.

Farel mencoba mengingat gerakan Bagas tadi dan mengimplementasikannya. Bagas yang melihat itu merasa terganggu oleh gerakan Farel yang kaku akibat dia terlalu fokus untuk berpikir.

"Hei," panggilan Bagas segera membuat Farel berhenti bermain. "Dengarkan aku baik-baik. Kau itu kalau bermain jangan terlalu banyak berpikir. Cobalah untuk mengekspresikan gerakanmu lebih luwes. Berpikir dalam bermain itu tidak masalah saat kau sedang mengatur strategi tapi memikirkan semuanya secara detail dan menyeluruh apa yang akan kau lakukan sampai membuat gerakanmu terhambat itu buruk. Jika kau sibuk berpikir, bola yang tengah kau pegang akan segera terambil lawan. Fokuslah untuk bermain."

Farel terdiam di tempatnya mendengar kalimat penjelasan dan larangan Bagas yang sangat panjang. Dia tidak tahu bagaimana bisa Bagas bisa berbicara sepanjang lebar ini. 

"Baik. Maafkan aku."

Farel pun benar-benar memusatkan perhatiannya untuk bermain dan tidak terlalu berpikir seperti yang dikatakan Bagas.

Setelah beberapa saat Bagas berbicara, "Berikan bolanya," Farel segera melempar bola, "Sekarang bayangkan aku adalah lawanmu dan cobalah ambil bola yang tengah aku bawa mendekati keranjang net mu."

Farel mengangguk dan menjawab, "Aku mengerti."

Bagas mulai memantulkan bola dan membawanya, Farel segera mendekat dan mencoba untuk mengambil alih bola dari Bagas. Tapi Bagas sangat lihai hingga bisa menghindari Farel. 

Beberapa kali mereka berlatih seperti itu hingga Farel berbicara, "Aku menyerah. Aku sudah sangat lelah," katanya lalu selonjoran diatas tembok beton meregangkan kakinya.

Nafasnya masih terengah-engah akibat permainan tadi. Dia masih pemula dan disuruh untuk menyaingi Bagas. Tentu saja itu sulit walaupun dia tadi hampir bisa mengambil bolanya. 

Farel melirik Bagas yang tidak terlihat lelah sama sekali. Dia sesekali melemparkan bola ke dinding tembok dan segera mengambilnya saat bola terpantul.

"Mengapa kamu mau membantu aku berlatih? Bukannya kau membenciku?" Kalimat yang sedari tadi dia tahan akhirnya keluar juga. 

Bagas berhenti bermain dan diam untuk sementara waktu, "Tentu saja aku sangat membencimu jadi jangan harap aku melakukannya karena aku ingin kita berteman. Aku melakukan semuanya demi tim lomba basket kelas kita dan itu bukan karena kau."

Farel mengangguk dan Bagas tidak melihat itu karena dia masih melihat ke arah lain. Farel kembali bertanya, "Loh, kamu juga ada dalam tim kelas? Tadi pagi ketua kelas bilang kalau kamu tidak ingin ikut serta."

"Itu bukan urusanmu aku ikut atau tidak," katanya dengan nada kesal.

Padahal Farel bertanya baik-baik. Tapi kenapa dia harus menjawabnya seperti itu.

Sepertinya Bagas akhirnya ikut serta karena Dirga sudah membujuknya.

"Dingin!" Farel berseru ketika merasakan sesuatu yang dingin menyentuh pipi bagian kanan. Farel berbalik dan melihat, "Lelah berlatih?" Dirga bertanya lalu menarik botol minuman dingin pocari. Farel segera berdiri dan menjawab, "Iya. Kamu sudah selesai?" 

"Iya. Minumlah ini," kta Dirga sambil memberikan botol pocari tadi. Farel mengambil itu yang baru saja dibuka oleh Dirga dan meminumnya. 

"Terima kasih."

Dirga seolah baru melihat kalau ada orang yang berdiri tidak jauh dari mereka dan bertanya, "Kamu datang ke sekolah Bagas? Aku kira kamu tidak datang."

"Bukan urusanmu."

"Apa yang sedang kamu lakukan disini?"

Tidak menanggapi pertanyaan tersebut membuat Dirga bertanya kepada Farel, "Dia tidak mengganggumu, kan?"

"Tidak. Dia tadi membantuku berlatih bermain basket."

Dari raut wajah yang terlihat Dirga tampak terkejut mendengar itu, dia bertanya, "Benarkah?"

Farel pun menjawabnya dengan mengangguk.

"Ayo aku antar pulang. Hari sudah semakin sore."

Sstelah mengucapkan terima kasih kepada Bagas karena sudah membantu Farel berlatih. Mereka berdua pun pergi meninggalkan Bagas yang melihat mereka asyik berbicara. Kedua tangan Bagas yang memegang bola basket terlihat uratnya menyembul diatas kulit tangannya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now