Bagian 70

3.8K 478 15
                                    

Senin di minggu ketiga bulan Januari bertepatan dengan tanggal merah yang adalah perayaan hari Imlek. Oleh karena itu, tentu saja sekolah Farel diliburkan dan mereka mendapatkan dua hari libur. Yakni hari minggu dan senin. Hari senin libur adalah peristiwa yang cukup langka bagi mereka.

Semenjak sabtu kemarin, Farel sudah merencanakan akan membawa Dirga untuk menginap bersama dengannya dan Dirga menyetujui hal tersebut.

Selepas pulang kerja paruh waktu di kafe di hari minggu malam, mereka berdua pergi ke kosan Farel dan masuk ke kamarnya. Karena besoknya libur, mereka tidak perlu mempermasalahkan tidur lebih awal karena harus bangun pagi. Dan bisa begadang dan bangun lebih siang.

Farel membawa Dirga ke kosannya bukan tanpa alasan, memang ada sesuatu hal yang ingin dilakukannya.

Dirga yang baru saja keluar dari kamar mandi dan mengganti pakaiannya serta masuk ke dalam kamar kosan Farel, menemukan Farel tengah duduk di kasur dan tampak memikirkan sesuatu.

"Ada apa Farel? Tampaknya kamu tengah berpikir serius."

Farel menoleh dan menatap Dirga yang tengah mengeringkan rambut basahnya menggunakan handuk bersih. Farel menjawab, "Sebenarnya aku ingin berbicara tentang sesuatu hal kepadamu. Bisakah kamu mendengarnya?"

Mendengar permintaan itu, Dirga segera duduk di samping Farel dan menjawab, "Tentu saja aku akan mendengarnya."

Wajah Farel segera pucat dan keringat mulai bercucuran dari atas kepalanya, Dirga kebingungan dengan situasi Farel dan tidak tahu harus berbuat apa.

"Apa kamu tidak akan marah setelah mendengarnya?"

Suara parau Farel membuat Dirga semakin bingung. Namun dia segera menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Aku tidak akan marah."

Farel menundukan kepalanya mendengar itu dan terlihat sedikit menghela nafas lega. Selama beberapa saat Dirga hanya menunggu dengan gelisah. Sedangkan Farel di satu sisi tengah berusaha mengumpulkan semua keberaniannya. Dia tahu, setelah dia menceritakannya dia akan mendapatkan resiko. Namun jika dia tidak bisa menceritakannya…

"Ketika kamu mencoba menghubungiku sewaktu libur seolah… waktu itu…" Farel berbicara dengan terbata. Sulit baginya untuk mengeluarkan kata-katanya. Seolah-olah kata-kata tersebut tertahan di tenggorokan.

Dirga yang menyadari cara bicara Farel dan sikapnya ketakutan akhirnya lebih mendekatkan tubuhnya dan dengan lembut memegang kedua tangan Farel. Dia berbisik, "Tenang. Ada aku disini."

Kalimat nyaman dan menenangkan tersebut membuat hati Farel sedikit lebih kuat dan paru-paru  yang tadi terasa sesak sekarang sedikit berangsur lega.

"Waktu itu… aku… a-aku…" Kedua mata Farel sudah terasa panas dan mulai berair seiring dengan kata-kata yang diucapkannya. Dengan satu tarikan nafas dia berbicara, "Aku dipukuli Ayahku."

Saat kata itu keluar dari mulutnya, Farel pun akhirnya menangis dengan kencang. Dan dengan segera mengambil kedua tangannya dari pegangan Dirga. Kemudian dia segera naik ke atas kasur dan bergerak ke bagian pojok kasur yang bersentuhan langsung dengan dinding.

Di situ dia membenamkan kepalanya diantara kedua kakinya dan kedua tangannya memegang kepalanya di kedua sisi. Tindakannya seperti seorang yang tengah ketakutan dan mencoba menahan sesuatu yang akan menimpa tubuhnya.

Dirga yang mendengar itu sangat kaget, layaknya petir yang hadir di siang hari. Itu adalah fakta yang sangat menyakiti hatinya. Dan melihat gerakan Farel yang ketakutan semakin membuat hatinya tambah remuk melihat itu.

Dirga mendekati Farel dan memeluknya dari depan. Dia mendengarkan Farel yang terus menangis. Dirga dengan pelan mengusap punggung Farel dan berbicara dengan lembut, "Tenang. Saat ini kamu bersamaku. Aku akan selalu menjagamu dan melindungimu. Aku minta maaf kamu melewati itu semua sendirian."

Farel terus menangis. Dia selama seminggu terakhir selalu berusaha untuk mengungkapkan itu semua kepada Dirga. Awalnya sulit baginya untuk berani berbicara tentang hal itu. Bagaimanapun juga itu adalah pengalaman yang paling menyakitkan baginya di dunia ini.

Namun mengingat perlakuan Dirga kepadanya yang akan selalu berada di sisinya, Farel pun ingin menceritakannya kepada Dirga. Setidaknya Dirga adalah adalah orang dipercayainya di dunia ini.

Tidak hanya itu, ada hal lain yang membuat Farel ingin menceritakannya…

Setelah lama menangis, Farel akhirnya kelelahan dan akhirnya tidur dengan mata sembap dan pipi yang dipenuhi air mata yang mulai mengering.

Dirga yang melihat itu tidak kuat menahan kedua air matanya, orang yang disayanginya telah mengalami hal menyakitkan sendirian. Dan dia di sana saat itu tidak banyak berpikir aneh-aneh. Dia seharusnya segera mencari tahu tapi sekarang sudah terjadi. 

Dia menyesalinya.

Dia menyesal tidak segera membawa Farel bersama dengannya dan pergi dari rumah yang tidak layak disebut sebagai rumah yang seharusnya melindungi orang yang ada di dalamnya.

Dirga akhirnya tahu itu alasan Farel pergi dari rumah.

Dirga membaringkan Farel di atas ranjang dan menyelimutinya. Dia pun berbaring menyamping di tepi ranjang sambil memandangi wajah Farel.

Tidak lama dia pun perlahan tertidur namun tidak berselang lama, Dirga kembali terbangun.

"Jangan… tolong jangan sakiti aku…"

"Ayah… Ibu… tolong hentikan…"

"Sakit… sangat sakit…"

Dirga melihat Farel tangan menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya sambil memohon. Kedua matanya sudah mengeluarkan air mata.

Farel tengah mimpi buruk.

"Berhenti…"

"Tolong…"

"Aku ingin pulang…"

"Farel ayo bangun."

Dirga berusaha membangunkan Farel dari mimpi buruknya.

Alasan terakhir Farel ingin menceritakannya kepada Dirga, itu karena selama dia tinggal sendirian di kamar kosan. Setiap malam dia akan bermimpi buruk. Dia akan merintih dan mengerang sambil menangis dalam tidurnya lalu kemudian terbangun dengan tiba-tiba dan langsung merasa ketakutan.

Dia menyembunyikan itu semua ketika pagi tiba. Dia menghapus jejak mimpi buruknya semalaman dan berperilaku seolah tidak terjadi apapun.

Namun semakin lama mimpi buruknya semakin buruk dan menyakitkan baginya hingga akhirnya dia tidak sanggup serta butuh seseorang berada disampingnya agar dia bisa dibangunkan lebih cepat.

Mata Farel terbuka dan melihat Dirga di depannya. Melihat wajah dari orang yang membuatnya nyaman segera membuat Farel memeluk Dirga dan kembali terisak.

"Aku takut Dirga…"

Isakan Farel terdengar. Dirga segera membalas pelukan Farel dan memeluknya dengan erat.

"Tenang. Kamu sudah bangun. Mimpi buruknya menghilang." 

"A-apa itu sungguh hilang?"

"Iya. Sekarang hanya ada aku."

"Syukurlah. Aku benar-benar takut Dirga."

Farel masih memeluk Dirga. Walaupun dia sedikit merasa nyaman di dalam pelukan Dirga. Namun tetap saja di dalam dirinya sangat merasa ketakutan.

Tadi setelah ketiduran karena kelelahan menangis, Farel kembali menemukan dirinya di dalam ruangan  yang gelap gulita. Dia tidak tahu dimana ruangan tersebut, namun yang pasti dia merasakan beberapa tamparan, jambakan serta tendangan yang mengenai seluruh tubuhnya.

Dia tidak bisa melihat orang yang memukulinya dan tidak bisa menghindar. Bahkan hanya untuk sekedar menoleh dia saja tidak bisa. Atau menahan pukulan yang menimpanya. Dia hanya bisa menangis dan memohon kepada sesuatu yang memukulnya untuk berhenti. Itu sangat terasa nyata dan tampak tidak seperti sebuah mimpi biasa saja.

Dia sungguh bersyukur karena kali ini Dirga ada disampingnya saat Farel dalam keadaan yang sangat buruk.

Butuh waktu lama bagi Farel untuk tenang dan bisa kembali tidur dengan tenang. Sekitar fajar, akhirnya Farel bisa tertidur dengan nyaman dan tenang di dalam pelukan Dirga.

.
.
.
.
.
Kasian Farel jadi trauma😭 My litte boy Farel😭
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now