Bagian 22

9K 1K 16
                                    

"Amanda kamu sudah merasa baik, kan?"

Farel yang baru saja tiba di UKS melihat Amanda yang sudah sadar dan menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang putih UKS.

Dari wajahnya, Amanda tampak baik-baik saja. Wajahnya tidak terlihat pucat ataupun lesu. 

Amanda tersenyum melihat Farel yang menjenguknya. "Sudah. Aku sudah merasa jauh lebih baik."

Farel yang mendengar itu pun merasa lega kemudian  menjawab, "Syukurlah kalau kamu sudah baik-baik saja. Aku senang mendengarnya."

"Tentu saja aku akan cepat sembuh. Apalagi tadi aku digendong oleh Dirga. Selain itu ditambah dengan makanan yang dibelikan oleh Dirga! Wahhhh… kapan lagi Dirga akan bersikap semanis dan seperhatian itu kepadaku?!"Amanda berseru dengan girang.

'Tunggu dulu, bukankah Amanda pingsan?'

Farel dengan heran bertanya, "Bagaimana kamu bisa tahu kalau Dirga yang menggendongmu ke sini dan membelikanmu bubur?"

Kedua mata cantik Amanda segera membulat, dia dengan gelagapan menjawab, "Ah…. Itu…" Amanda terlihat berpikir, "Ah, iya! Itu tadi Dokter UKS yang bilang kepadaku saat aku bertanya siapa yang membawaku kesini dan bungkus makanan yang ada di meja. Iya itu. Benar itu." 

Walaupun Farel tahu Amanda menjawabnya, namun entah kenapa Farel melihat Amanda seperti tidak yakin dengan jawabannya sendiri.

Tadi pagi setelah membawa Amanda ke ruang UKS, Farel yang berjalan ke luar ruangan UKS segera terhenti oleh suara Dirga.

"Farel kamu mau pergi kemana?"

Tanya Dirga setelah menurunkan Amanda dan membaringkannya di ranjang.

"Aku akan pergi ke kantin sebentar."

"Kamu belum sarapan?"

Farel menggelengkan kepalanya kemudian menjawab, "Tidak. Bukan aku yang belum sarapan tapi Amanda. Tadi kamu dengar juga, kan? Katanya Amanda pingsan karena belum sarapan. Jadi, aku berniat untuk membelikannya bubur ayam di kantin."

Dirga yang mendengar itu membuat raut wajahnya sedikit berubah. Sekilas ia menatap dingin ke arah Farel. "Kamu tidak perlu melakukannya." 

"Tapi…"

"Biar aku saja yang akan membelikannya. Kamu langsung masuk ke kelas saja." 

"Beneran?" Farel mencoba memastikan apa yang baru saja dia dengar. Dia bertanya dengan nada rendah.

Dirga mengangguk.

"Farel!"

Seruan dari Amanda membuat Farel kembali kekenyataan. 

"Iya, Amanda?"

"Kamu dari tadi malah melamun. Apa yang kamu pikirkan?"

"Tidak ada."

"Baiklah."

Farel melihat jam yang menggantung di dinding ruangan UKS. Jarum jam dinding tersebut menunjuk ke bagian tengah antara angka 12 dan 1.

"Sekarang sudah jam istirahat, kamu pasti sudah lapar lagi. Bagaimana kalau kita ke kantin." Usul Farel.

"Iya, aku sudah lapar. Mari kita ke kantin. Sepertinya sudah lama kita tidak makan bersama."

"Iya."

Ketika tiba di kantin, seperti biasa mereka berdua mengantri dan setelah mendapatkan pesanan, mereka duduk di pojok meja kantin yang kosong.

Farel melihat Dirga dan Bagas yang sudah lebih dahulu ada di kantin.

"Farel," Panggilan dari Amanda membuat kedua mata Farel kembali mengarah ke orang yang duduk di seberangnya, "kamu tahu aku sangat senang saat tahu kalau Dirga yang membawaku ke UKS." Amanda melanjutkan kalimatnya setelah baru saja menghentikan aktivitas makannya. Begitu pula dengan Farel sebelum menjawab pernyataan Amanda.

"Iya."

"Setelah sekian lama aku berusaha mendekatinya dan selalu berakhir sia-sia, akhirnya Dirga bisa memperdulikanku!" Amanda dengan senyuman riangnya berseru. 

Amanda diam sebentar lalu melanjutkan, "Mungkin aku akan merasa itu hanyalah mimpi belaka kalau tidak diberitahu oleh orang lain." Katanya dengan nada rendah.

Amanda berhenti berbicara. Sepertinya dia tengah memikirkan sesuatu.

"Kayaknya aku tahu apa yang harus aku lakukan." Ucapnya dengan tegas. Matanya menyipit seperti sedang merencanakan sesuatu.

"Apa itu?" Farel bertanya dengan penasaran.

Amanda mengabaikan pertanyaan dari Farel dan melanjutkan berbicara, "Kalau saja aku tahu dari dulu dan aku melakukan sejak dulu juga, mungkin saat ini kami sudah jadian."

Farel merasa gelisah mendengar kalimat tersebut. Sebelum Farel bertanya maksud dari kalimat Amanda tersebut, Amanda lebih dahulu beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju bagian tengah kantin. 

Di sana Dirga baru saja selesai makan dan berdiri. Amanda yang baru datang di sana mendekat ke arah Dirga dari belakangnya dan dengan sengaja mendorong tubuhnya ke Dirga…

"Ahh."

Amanda terpeleset dan terlentang di lantai kantin di samping Dirga yang tengah berdiri. Nampan yang berisikan makanan yang tersisa setengah menimpa seragam putih dan rok biru miliknya. Penampilannya sangatlah berantakan. 

Amanda mengerang kesakitan.

"Kamu baik-baik saja?" Dirga yang kaget ada seseorang yang terjatuh di sampingnya pun bertanya sambil membungkukkan tubuh bagian atasnya.

Amanda menundukkan kepalanya, kemudian dengan pelan mendongak menatap Dirga dengan tatapan sedih buatan miliknya.

"Tolong aku. Kakiku sakit karena terpeleset jatuh." Katanya memohon dengan nada memelas sambil memegang kakinya.

Dirga kemudian mengulurkan tangan kanannya, Amanda berusaha menahan senyumannya sekuat tenaga. Dengan perlahan dia menerima uluran tangan Dirga.

Dengan satu kali tarikan Amanda pun langsung berdiri dengan tegap.

"Terima kasih karena sudah membantuku." Katanya sambil memberikan senyuman manis terbaiknya.

"Barusan kamu bilang kakimu sakit."

Setelah mengatakan hal tersebut Dirga pergi membawa nampan miliknya. Bagas yang melihat itu juga berdiri kemudian berhenti tepat berada di depan Amanda.

"Aktingmu masih jauh dari kata sempurna." Cibirnya.

"Ambil ini, kamu pasti membutuhkannya." Bagas menyodorkan tisu yang ada di atas meja kantin ke Amanda.

Amanda dengan melongo menerima tisu tersebut. Bagas pun pergi.

Setelah beberapa saat sadar apa yang dia katakan kepada Dirga dan gerakannya tidak sinkron, Amanda menghentakan kakinya di atas lantai sambil menggerutu. 

"Ishh!"

Farel di tempatnya tidak percaya kalau Amanda sampai nekat melakukan hal tersebut.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now