Bagian 28

8.2K 1K 17
                                    

Pada saat Bagas berdiri dari tempat duduknya, Dirga menghentikan aktivitas belajarnya dan melihat kemana Bagas berjalan. Dan dia menemukan Bagas berjalan ke bagian tengah kelas.

Setelah itu dia melihat Bagas berbicara omong kosong di depan kelas. Dirga melihat Farel yang pasrah mendengar omong kosong Bagas. 

Ketika Farel pergi dari kelas, tatapan Dirga menjadi datar. Suasana di sekitarnya seketika berubah dingin. Mungkin jika ada orang yang mencari masalah dengannya saat ini tidak akan berakhir dengan baik. 

Dirga kemudian menyempitkan sepasang mata indahnya saat Bagas mengumpulkan para murid lelaki di kelasnya. Dirga tidak tahu apa yang mereka bicarakan.

Saat Farel kembali dari kantin dan memberikan pesanan dari murid sekelasnya. Dengan tidak menghargai pemberiannya, para murid lelaki malah menumpahkan botol minuman manis ke tubuh Farel secara serempak.

Farel merasa dejavu. Dia terkejut dengan yang baru saja terjadi pada dirinya. Seragam putih abu miliknya sekarang terlihat kotor dan basah. Tidak hanya itu tubuhnya juga terasa lengket. 

Farel menatap getir ke arah Bagas. Dia tahu Bagas adalah pelakunya. Farel tahu kalau Bagas tidak memiliki kepribadian baik. Namun, dia tidak pernah menyangka kalau Bagas akan melakukan hal yang sangat berlebihan seperti ini.

Dengan tidak bersalah para murid duduk di atas lantai mengelilingi Farel, memakan snack yang Farel beli sambil mengulang kalimat, "Selamat ulang tahun," dan sesekali melemparkan snack ke arah tubuh Farel.

Farel bagaikan sebuah pertunjukan bagi mereka, dan fakta tersebut membuat hati Farel sakit.

Farel menundukkan kepalanya sambil menggigit bibirnya. Dia harus bertahan, ini adalah akibat dari apa yang sudah dia ambil. Farel harusnya sadar kalau ini adalah konsekuensi mengambil langkah untuk berusaha menjadi suruhan Bagas. 

Dari pada menjadi teman Bagas, dia malah berakhir menjadi bulan-bulanan Bagas. 

"Hentikan!"

Suara lantang tersebut membuat suasana kelas menjadi hening seketika. Dirga berjalan ke bagian depan kelas, dia kemudian menatap semua murid yang duduk di lantai dengan tatapan dingin miliknya.

Semua murid segera menelan ludah kering dan menundukkan kepalanya.

"Apa yang sudah kalian lakukan?"

Para murid semakin menundukkan kepala mereka. Mereka tidak berani menatap Dirga yang ketika jarang terlihat marah malah jauh lebih menakutkan. Mereka juga takut untuk menjawab pertanyaannya.

"Jawab aku!"

"K-kami hanya bercanda. Kami hanya ingin merayakan ulang tahunnya." 

Jawab salah satu murid yang berusaha memberanikan diri.

"Bercanda katamu? Apa menurut kalian tindakan tersebut bisa dibilang sebagai candaan atau lelucon?"

Dirga seolah tidak percaya dengan jawaban tidak masuk akal tersebut. Bagaimana tindakan tersebut bisa dikatakan sebagai bercanda? Di bagian mana?

Murid yang barusan menjawab kembali menundukkan kepalanya dan semakin dalam. Dia tidak berani menjawab lagi. Tidak saat singa yang lama tertidur akhirnya bangun.

"Jika ingin merayakan ulang tahun seseorang lakukanlah dengan baik. Ada begitu banyak cara merayakan dengan baik tapi mengapa malah memilih cara yang buruk?

Apakah kalian tidak sadar kalau yang sudah kalian lakukan itu bukanlah lelucon? Melainkan sebuah tindakan bullying. Jika, kalian merasa itu adalah lelucon, maka pihak yang mendapatkan perlakuan tidak akan merasa tertekan tapi dia merasa senang dan tertawa.

Coba kalian lihat dengan mata terbuka lebar, apakah dia terlihat senang dan tidak tertekan? Apa dia tertawa? Apa dia bahagia dan terharu?" Dirga menunjuk ke arah Farel.

Dirga diam untuk sejenak, tapi dibandingkan dengan  menunggu jawaban para murid dia lebih suka menjawabnya sendiri.

"Tidak, kan."

"Dia dengan terpaksa membelikan makanan permintaan kalian, tapi, kalian alih-alih menghargainya, malah mengotorinya dengan makanan yang sudah dibeli. Lalu dengan tidak bersalah memakan snack dan menonton. Apa kalian tidak punya hati nurani sama sekali?"

"Apa tidak satupun dari kalian menyadari tindakan tersebut tidaklah benar?"

Suasana kelas semakin terlihat suram. Farel di tempatnya tidak menyangka kalau Dirga akan bersuara dan membelanya. Melihat ke Bagas, dia seolah mendengus mendengar amarah dari Dirga.

"Apa yang membuatmu peduli? Bukannya selama ini kau tidak pernah peduli dengan urusan orang lain? Lalu mengapa kau tiba-tiba datang dan menjadi seorang ksatria di pagi hari?"

Bagas yang dari tadi diam akhirnya mulai membuka suara. Dia bertanya dengan nada sarkastik. Dia kesal dengan sikap Dirga yang mengganggu kegiatan yang menyenangkannya. Dia baru saja akan melihat bagian yang paling menyenangkan.

"Tindakanmu kali ini berlebihan."

Baru kali ini para murid melihat Wijaya Bersaudara berselisih. Biasanya mereka selalu bersama dan terlihat baik-baik. Tidak pernah sekalipun mereka melihat mereka berdua berselisih dan bertengkar.

"Hahh."

Bagas menghela nafas, kemudian berbicara, "Entah tindakanku berlebihan atau tidak. Bukannya selama ini kau hanya melihat? Lalu apa yang membuatmu peduli padanya?" 

"Jangan ganggu dia," Dirga berbicara dengan nada dingin.

"A-apa?" 

Rahang Bagas terjatuh. Kedua matanya melebar dan dahinya mengkerut di bagian tengah. Dia merasa apa yang barusan di dengannya itu adalah salah.

Para murid lain pun tampak tidak percaya dengan yang barusan Dirga ucapkan.

"Jangan ganggu Farel lagi. Tidak satupun dari kalian dan termasuk kamu, Bagas. Jangan memperlakukannya dengan semena-mena sambil merendahkannya. Walaupun dia suruhanmu, seharusnya kamu tidak bertindak terlalu jauh."

"Tapi kenapa?"

"Farel adalah temanku."

Di senin pagi, jam pelajaran kosong dan suasana kelas yang suram serta tubuh Farel yang kedinginan, bertolak belakang dengan hati dan kedua pipinya yang menghangat dan jantungnya yang berdetak begitu kencang. Mungkin, Dirga yang sekarang berada di sampingnya bisa mendengar suara tersebut. Tapi dia berharap Dirga tidak bisa mendengarnya.

.
.
.
.
.
Akhirnya Dirga buka suara
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now