Bagian 26

9.2K 1K 12
                                    

Ketika Dirga berbicara, Farel yang berjalan pergi dari lapangan basket segera terhenti. Dia berbalik dan melihat keadaan yang tengah terjadi.

Siswa yang tadi melempar bola mendekat ke arah Farel. "Aku minta maaf setelah apa yang aku lakukan. Aku benar-benar tidak sengaja melakukannya."

"Minta maaflah secara tulus."

Dirga yang juga mendekat ke arah Farel kembali memerintah siswa tersebut.

Siswa tersebut menunduk, "Aku benar-benar minta maaf."

Farel di tempatnya merasa tidak enak, walaupun ia tahu siswa di depannya ini dengan sengaja melempar bola tapi tujuannya itu kepada Amanda dan bukan dirinya. Tapi, ia sendiri yang mencoba menghalangi itu terjadi awalnya.

"Tidak apa-apa. Lain kali berhati-hatilah."

Setelah mendengar jawaban Farel, siswa tersebut dan temannya pergi dari lapangan.

"Farel kamu baik-baik saja, kan?"

"Hei!"

"A-apa?"

Farel tersadar dari lamunannya akibat panggilan dari orang yang ada di depannya. Ia melihat Rudi mengerutkan keningnya.

"Kamu dari tadi malah melamun dan tidak mengerjakan soal di bukumu. Apa yang kamu pikirkan?"

Farel merasa malu, dia menggaruk tengkuknya dan menjawab, "Aku minta maaf. Aku hanya teringat sesuatu."

Entah mengapa dia malah ingat dengan kejadian seminggu lalu. Kejadian seminggu lalu selalu membuat dirinya memikirkannya. Selain itu ada sesuatu yang selalu mengganggu hatinya ketika kejadian tersebut teringat.

Rudi diam untuk sejenak, dia seperti berpikir sesuatu, "Kamu sedang tidak sakit, kan? Kamu baik-baik saja, kan?" Tanyanya dengan khawatir sambil mencoba untuk memegang dahi Farel.

Farel menggelengkan kepalanya dan menggerakan kedua tangannya di depan dadanya, "Aku tidak sakit. Aku baik-baik saja."

"Oke, kalau kamu bilang begitu."

Farel dengan segera mencoba menjawab soal yang tadi Rudi berikan kepadanya. Ini adalah pertemuan kedua mereka. Rudi datang ke rumahnya setiap seminggu sekali di akhir pekan. Dan seperti minggu-minggu sebelumnya dia datang ke rumah orang tua Farel di siang hari. Saat ini mereka berada di ruang tengah dan duduk lesehan di atas karpet dan menaruh buku di atas meja.

Rudi kembali mengajarkan pelajaran matematika kepada Farel dari awal. Bahkan dia mengajarkannya dari buku pelajaran kelas sepuluh. Dan soal yang dia berikan kepada Farel juga soal untuk kelas sepuluh.

Tapi, walaupun itu soal untuk kelas sepuluh, Farel terlihat masih kesulitan untuk mengerjakannya. Farel berusaha dengan keras menjawabnya dan setelah selesai dia memberikan bukunya kepada Rudi. Agar soal yang sudah dijawab bisa dikoreksi.

Farel dengan gugup menunggu hasil yang akan didapatkannya. Rudi di depannya sangat serius menatap buku. Sesekali dia terlihat bingung atau tersenyum.

Rudi kemudian menulis sesuatu di buku Farel dan setelah selesai dia memberikannya kepada Farel.

"Apa? Nilai yang aku dapatkan hanyalah 10 poin?"

Farel terkejut saat semua jawaban di coret merah kecuali soal nomor lima. Hanya soal tersebut yang benar.

"Ini tidak salah, kan?"

Farel mencoba memastikan apa yang sudah dikerjakannya sambil memperlihatkan nilai total di samping wajahnya.

"Tentu saja tidak. Sembilan soal kamu jawab dengan salah dan hanya satu soal yang kamu jawab dengan benar."

"T-tapi bagaimana bisa?" Farel masih tidak percaya. Padahal apa yang sudah dikerjakan sesuai dengan cara yang Rudi ajarkan kepadanya.

"Iya, kamu benar. Bagaimana bisa?" Rudi malah bertanya balik sambil menopang wajahnya dengan telapak tangan kanan yang bagian sikunya bertumpu di atas meja.

"Beberapa kali aku mencoba untuk mengerti tapi mengapa kamu tidak bisa mengerjakan soal kelas sepuluh?"

"Soalnya terlalu sulit."

"Tidak, soal tersebut tidak sulit bagimu."

"Coba kamu cari bukumu yang sebelumnya selalu digunakan untuk mengerjakan soal." Pinta Rudi.

"Baik."

Farel beranjak, kemudian berjalan menuju kamarnya, di dalam kamarnya dia mencoba mencari buku lama di laci bawah meja belajar miliknya.

Ada sesuatu yang terjatuh, saat mencari ditumpukan buku lama. Benda tersebut jatuh ke lantai. Itu terlihat seperti kertas foto.

Farel mengambil foto tersebut dan mendapati foto Amanda bersama Farel di sana. Foto tersebut sepertinya diambil ketika mereka berdua menjalankan masa orientasi siswa. Itu karena di kedua foto tersebut, Farel dan Amanda masih memakai seragam sekolah menengah pertama.

"Mengapa ada foto Amanda dan aku di sini?" Farel merasa heran.

"Aku tidak pernah sekalipun menaruhnya disini. Sepertinya Farel asli menaruhnya disini."

Farel kemudian menaruh kembali foto tersebut ke dalam laci di atas tumpukan buku lama. Dia mengambil buku yang diminta oleh Rudi dan kembali ke ruang tengah.

"Tuh, kan. Aku sudah bilang kamu dulu bisa mengerjakannya."

Rudi menunjuk soal sejenis dengan yang tadi dikerjakan Farel di buku lama. Farel mengambil buku tersebut dan melihat dengan jelas.

'Iya, itu benar.'

"Jika kamu terus seperti ini, bagaimana dengan ujian akhir semester nanti? Waktunya tidak lama lagi."

Farel menelan ludah gugup. Rudi benar, ujian akhir semester hanya tinggal satu bulan kurang lagi. Jika dia terus seperti ini maka hasil ujiannya tidak akan baik.

"Aku tidak tahu apa yang membuatmu tiba-tiba tidak bisa mengerjakan soal..." ada jeda di sana. "Kamu juga tidak bisa mengalahkannya kalau kamu tidak bisa berkembang seperti dulu. Kamu akan sulit melakukannya."

Kalimat tersebut membuat Farel bingung. Dia tidak tahu siapa yang dimaksud oleh Rudi.

"Siapa yang dimaksud oleh Kak Rudi bahwa aku ingin mengalahkannya?"

"Kamu tidak salah bicara kan? Selama aku mengajarimu, aku tahu kamu memiliki satu hal ingin dicapai. Yaitu, mengalahkan orang itu."

"Iya, orang itu adalah siapa?"

"Aku tidak tahu, yang pasti kamu yang lebih tahu."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraWo Geschichten leben. Entdecke jetzt