Bagian 86

2.6K 278 3
                                    

Dirga bergerak kesana kemari sambil menyalakan senter ponsel mencari keberadaan orang tuanya. Sesekali dia berteriak dengan kencang meneriakan nama orang tuanya.

"Ayah!"

"Ibu!"

"Kalian dimana?"

"Bisakah kalian mendengarkanku?"

"Aku Dirga. Anak kalian"

"Ayah… Ibu…"

Lama kelamaan suara Dirga terdengar semakin sedu. Namun dia tidak ingin menyerah dan terus mencari ke bagian dalam celah gedung.

Semakin ke dalam, medan perjalanan sangat sulit untuk dilewati. Banyak beton besar, besi besar serta pecahan kaca yang menghalangi perjalanan. Tidak hanya itu, sinar senter ponsel lama kelamaan mulai meredup. Mungkin daya ponsel hanya tersisa sedikit lagi.

Farel yang di belakang, mendengar suara retakan yang awalnya pelan. Tapi, lama kelamaan suara itu semakin nyaring. Supir yang ada di sampingnya mengatakan kalau mereka harus segera keluar dari sana.

Farel melihat Dirga tidak jauh di depannya sedang berusaha melewati celah kecil di antara beton dan besi. Farel segera mendekat dan memegang tangan Dirga.

"Dirga, sebaiknya kita berhenti. Kita harus segera pergi dari sini."

Di suasana sepi dan temaram, Dirga menolak itu.

"Aku tidak ingin. Aku masih ingin mencari keberadaan orang tuaku."

Farel segera memegang tangan Dirga memohon kepadanya, "Tapi, Dirga. Tempat ini sangat berbahaya. Kemungkinan akan runtuh hanya menunggu waktu. Sebaiknya kita keluar sekarang."

"Aku tidak ingin Farel. Orang tuaku masih ada di dalam sana. Mungkin mereka tengah menunggu kedatanganku."

Krekk

Suara retakan besar kembali terdengar.

"Farel, kamu dan pak supir saja yang keluar dari sini. Biarkan aku tetap disini."

"Tidak bisa! Bagaimana mungkin aku meninggalkanmu disini sendirian. Ayo cepat keluar dari sini," kata Farel dengan berseru sambil mencoba menyeret Dirga keluar dari sana. Tapi tubuh Dirga yang jauh lebih besar darinya, sulit digerakkan olehnya.

Farel akhirnya memohon kepada Diega, "Dirga, aku mohon keluar dari sini. Demi aku."

Mendengar itu, Dirga dengan berat hati---

Duk

Duk

Krekk

Krekk

Suara jatuhnya reruntuhan serta retakan saling sahut menyahut dan membuat suasana semakin menyeramkan. Farel dengan sigap membawa Dirga keluar dari sana. Supir yang ada di depan mereka juga sudah berlari keluar dari celah gedung. Sesekali reruntuhan kaca dan beton hampir mengenai tubuh mereka ketika berlari.

Mereka semakin mempercepat gerakan kedua kaki mereka. Celah keluar di depan mulai tertutup oleh reruntuhan. Tapi, sebelum reruntuhan itu menutup pintu keluar, mereka bisa lebih dahulu keluar dari sana.

Berjarak 10 meter dari bangunan, suara runtuhnya gedung terdengar sangat memekakkan telinga. Kedua gedung yang terbelah dua itu, benar-benar terjatuh di atas tanah.

Sama seperti kejadian sebelumnya, perlahan gedung tersebut menghitam di gelapnya malam. Mengambang ke atas langit hitam dan menghilang.

"Hik…"

"Ibu… Ayah…"

Dirga menangis melihat itu semua. Air mata telah mengalir deras dari kedua matanya. Badanya bergetar karena terisak dengan cukup kencang.

[BL] ÉkstraOnde histórias criam vida. Descubra agora