Bagian 31

7.9K 907 23
                                    

Ketika sepasang mata indah milik Farel melirik ke bagian tengah kantin, tatapannya bertemu dengan sepasang mata tajam milik Bagas. Farel sedikit tersentak. Dia buru-buru membuang muka dan kembali melihat orang berada di depannya yang tengah makan.

Dirga menghentikan aktivitas memakan siomay pesanan miliknya, dan mendongak melihat ke seberang, dia bertanya, "Ada apa Farel?"

Farel sedang merasa tidak nyaman akibat tatapan tajam milik Bagas. Dia menjawab dengan gelisah, "Bagas sepertinya memperhatikan kita."

"Benarkah?" Tanyanya kemudian kedua matanya melihat ke arah Bagas yang masih menatap ke arah mereka. Dia berbalik dan menatap Farel, "Biarkan saja," katanya.

Bagaimana bisa? Tanyanya dalam hati. Setelah seminggu berlalu sejak insiden senin jam kosong, Bagas selalu menatap mereka dengan tatapan intimidasi miliknya. Dirga terlihat tidak memperdulikan hal tersebut berbeda dengan Farel. Dia merasa sangat tidak nyaman. 

Terkadang Farel memergoki Bagas menatap mereka saat di dalam kelas, keluar dari kelas dan saat pergi ke perpustakaan. 

Semenjak kejadian itu, Dirga selalu bersama dengan dirinya. Kemanapun dia pergi Dirga akan berada disisinya. Berbeda dengan dulu, dimana dulu Bagas yang selalu bersama dengan Dirga dan bukan dirinya. Selain itu, tampaknya hubungan diantara mereka semakin memburuk.

"Aku minta maaf," kata Farel dengan suara menyesal dan kepala yang menunduk. 

"Soal apa?" Tanya Dirga heran karena Farel tiba-tiba minta maaf kepadanya.

"Karena ulahku, hubungan diantara kalian menjadi buruk. Aku sangat menyesali keputusanku."

Dirga diam sebentar, Farel menunggu dengan gelisah, "Jangan pikirkan itu," walaupun sudah mendengar hal tersebut Farel masih merasa tidak nyaman.

"Tapi dulu kalian sangat dekat, bagaimana mungkin kalian jadi seperti ini."

"Tidak apa-apa. Waktu itu dia sudah bertindak terlalu berlebihan. Jadi, jangan khawatirkan itu."

"Baik."

Setelah itu Farel berusaha untuk tidak memperdulikan tatapan Bagas dan kembali melanjutkan memakan batagor miliknya. 

Seperempat jam kemudian dia dan Dirga selesai makan. Mereka berjalan ke sisi lain kantin dan  mendekat ke tempat dimana freezer es krim berada.

'Masih ada!'

Farel berseru riang dalam hati ketika eskrim coklat kesukaannya masih ada. Dia segera membelinya, sedangkan Dirga membeli minuman dingin.

"Apa kamu menyukainya?" Tanya Dirga setelah keluar dari area kantin bersama dengan Farel.

"Apa?" Tanya Farel bingung.

Dirga menjawab dengan menunjuk es krim yang sudah dibuka oleh Farel. Akhirnya Farel mengerti maksudnya.

Farel mengangguk dan menjawab, "Iya, makanan dingin dan manis adalah favoritku! Terlebih rasa coklat."

"Begitukah?" Gumam Dirga.

Farel tidak mendengar gumaman Dirga dan sudah melahap eskrim yang ada di tangannya. Dirga terlihat memperhatikan Farel dengan lekat. Dia seolah menemukan sesuatu yang baru. 

"Aku akan pergi ke ruang osis terlebih dahulu. Ada barang yang perlu aku ambil. Apa kamu mau ikut?"

Di lorong lantai satu mereka berjalan berdampingan. Farel yang sedang memakan es krim terhenti mendengar itu.

Istirahat jam makan siang hanya tersisa tidak lama lagi. Farel hanya ingin memakan sisa es krimnya di dalam kelas.

Dia menggeleng dan menjawab, "Aku tidak akan ikut," Dirga mengangguk dan menjawab, "Oke."

Setelah itu mereka berdua berpisah. Dirga pergi keluar dari gedung kelas dan menuju gedung ekstrakurikuler. Lalu Farel berjalan menaiki tangga menuju kelasnya.

Saat Farel akan tiba di lantai dua tiba-tiba tubuhnya ditarik dari belakang dan hampir membuatnya jatuh. Namun untung saja dia bisa menyemimbangkan tubuhnya dengan segera sambil memegang pegangan di sisi tangga.

Dia berbalik dan melihat Bagas yang dengan cepat menariknya ke bawah tangga menuju ke lantai satu.

"Eh, tunggu. Apa yang kamu lakukan?"

Farel berusaha melepaskan jeratan tangan bagas di pergelangan tangan miliknya. Tapi, Bagas semakin mengeratkan pegangannya dan menarik Farel menuju luar gedung sekolah.

Es krim yang tersisa setengah lagi sudah terjatuh di tengah jalan tadi. Padahal dia baru saja akan memakan bagian terenak dari es krim tersebut.

Di luar gedung sekolah, Bagas berhenti dengan segera dia menghentakkan tangannya.

"Apa yang kamu inginkan?"

Tanya Farel sambil memegang tangan kanan yang terasa sakit akibat Bagas.

"Sekarang kamu berani, ya."

Bagas berbicara sambil mendengus. Dia dengan cepat berjalan mendekat ke arah Farel seolah berusaha mengintimidasi Farel. Sedangkan Farel berusaha melangkah mundur.

"Apa kamu berani karena Dirga menganggapmu sebagai teman?" Tanyanya dengan tajam.

"T-tidak." Kata Farel sambil menunduk.

"Jangan berharap lebih padanya. Dirga sedari dulu tidak pernah bersungguh-sungguh dekat dengan siapapun."

Mendengar hal tersebut, Farel mendongak dengan perlahan. Bagas yang melihat itu segera melanjutkan, "Dia itu tidak pernah ingin dekat dengan siapapun karena dia pikir itu sangatlah menyebalkan. Tapi, jika dia tiba-tiba terlihat bersahabat. Itu tandanya dia memiliki sesuatu hal yang sedang direncanakan kepadamu. Dan tentu saja itu bukanlah hal baik."

Farel yang mendengar itu merasa gugup dan tidak percaya. Tapi, sejauh yang dia lihat. Dirga tidak pernah sekalipun akan melakukan sesuatu yang buruk kepadanya. 

Tapi, ada satu hal yang memang benar dikatakan oleh Bagas. Bahwa Dirga tiba-tiba bisa dekat dengannya. Walaupun tidak secepat itu. Tapi, awalnya Dirga bersikap tidak peduli kepadanya.

"Dengarkan aku baik-baik. Jangan merasa sombong karena Dirga membelamu dan bilang kau adalah temannya. Karena itu tidak akan bertahan lama. Aku akan terus membencimu dan tidak akan pernah menganggapmu sebagai teman."

Setelah itu Bagas pergi meninggalkan Farel yang sudah berjongkok di luar gedung sekolah. Dia merasa bingung dan gelisah dengan ucapan Bagas mengenai Dirga. 

Farel jadi meragukan Dirga yang menjadi temannya. Selain itu, bukannya dia berakhir berteman dengan Bagas, tapi berakhir semakin buruk dengan Bagas membencinya.

'Kenapa jadi serumit ini?'

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now