Bagian 5

17.2K 1.8K 102
                                    

Jam makan siang sudah tiba. Farel dan Amanda pergi menuju kantin untuk mengantri mengambil jatah makan siang mereka. 

Dari tempat Farel berdiri, ia melihat Dirga dan Bagas masuk ke dalam kantin. Tentu saja segerombolan fans mereka berdua mengikuti mereka di belakang.

Farel sedikit mengernyit melihat Dirga dan Bagas dengan enteng maju ke depan antrian. Farel agak sedikit kesal dengan sikap mereka berdua. 

Ketika membaca novel, adegan di depannya terasa hebat. Namun saat ia mengalaminya sendiri, ia merasa tidak suka. 

Namun ia lebih tidak suka lagi saat orang yang berada di depan antrian dengan sukarela menyingkir menjauh dan membiarkan mereka berdua mengambil jatah makan lebih dahulu.

'Privilege menjadi karakter utama.' 

Saat selesai mengantri makanan, Farel mencoba mencari kursi kosong dan menemukannya di pojok kantin. Sebelum ia mengajak Amanda untuk pergi kesana, Amanda telah lebih dahulu pergi dari sisinya. Ia berjalan menuju bagian tengah kantin dimana Dirga dan Bagas duduk. 

Farel tahu apa yang akan terjadi tidak lama lagi. Dan ia sudah siap dengan perannya sebagai karakter tambahan.

Amanda berdiri di sisi Dirga. Nampan makanan masih dipegang dengan kedua tangannya. Di meja tempat makan Dirga dan Bagas hanya terdapat mereka berdua saja.

"Dirga, bolehkah aku duduk di sampingmu?"

Dirga, lagi, tidak menjawab Amanda. Ia hanya tetap fokus dengan makanan yang ada di depannya. Ia melahap makanannya dengan pasti.

Amanda sedikit muram. Namun ia segera ceria dan berkata, "Sepertinya kamu tidak melarang aku untuk duduk di sampingmu. Jadi, aku duduk di sini."

Amanda bergerak dan duduk di samping Dirga.

"Dirga, apa kamu sangat suka dengan makanannya? Sedari tadi kamu sangat lahap."

Amanda kembali berbicara dan ia hanya membiarkan makananya sendiri tidak ia makan. 

"Dirga, aku tahu kamu kamu sedang sibuk makan. Tapi jangan lupa untuk minum. Aku takut kamu tersedak."

Amanda kembali berbicara, lalu ia menambahkan. "Aku membelikanmu susu kemasan. Minumlah." Amanda menggeser susu kemasan yang ada di depannya ke samping Dirga.

"Kamu tidak perlu menjawab. Aku hanya akan berbicara sendiri saja. Lanjutkan makanmu."

Brak!

Semua orang yang berada di kantin tersentak mendengar gebrakan tangan ke meja. Bagas adalah sumbernya. Ia berdiri dari tempat duduknya yang berada di seberang Dirga. 

Ia menatap Amanda dengan kesal.

"Apa kau tidak bisa membiarkan mulutmu untuk diam?!"

Bagas menggertak Amanda. Amanda hanya menunduk ketakutan.

Bagas menyisir rambutnya dengan kasar lalu kembali berbicara, "Setiap hari kau selalu mengganggu. Apa kau tidak lelah?!"

"Kau itu seperti tidak memiliki kegiatanmu sendiri. Kau mengerti mengapa Dirga diam saja?! Jawab!?" Bagas menggertak Amanda.

Amanda gelagapan segera mengangkat kepalanya dan dengan pelan menggelengkan kepalanya.

Bagas berusaha untuk menahan amarahnya dengan menghela nafas. Ia kemudian berbicara, "Kau itu bodoh atau bagaimana? Hal sekecil itu sampai tidak tahu artinya. Baiklah, mungkin kau memang bodoh jadi biar aku katakan. Dirga itu tidak menyukaimu, jadi dia tidak menanggapimu."

Amanda terkejut mendengar hal tersebut langsung dari orang terdekat Dirga. Amanda sangat sakit hati mendengarnya.

"Sekarang kau mengerti, kan?"

Amanda dengan pelan menganggukan kepalanya. Saat itu Dirga telah selesai makan. Ia dan Bagas pergi keluar dari kantin.

Amanda menunduk sedih mendengar kenyataan tersebut. Ia menatap makanannya dengan tidak nafsu. 

Saat itulah Erika beserta teman-temannya mendekat. Erika menyeringai melihat Amanda yang dibentak oleh Bagas. Lalu ditinggalkan Dirga dan Bagas.

Farel telah lebih dulu mendorong tubuh Erika sebelum Erika dan teman-temannya menyeret Amanda dari kantin.

"Sialan!"

Erika berteriak kepada mereka berdua. Erika dibantu teman-temannya untuk kembali berdiri.

"Ayo pergi."

Farel membawa Amanda pergi dari kantin. Ia membawa Amanda menuju taman sekolah. Di kursi taman ia memberikan amanda sebuah tisu untuk menyeka air matanya.

Amanda menerima tisu yang Farel berikan. Namun ia tidak menyeka air matanya, namun malah semakin terisak menangis. 

Farel pun menepuk bahu Amanda, ia mencoba menenangkan Amanda. Amanda menangis untuk waktu yang cukup lama.

"Minumlah, aku tahu kamu pasti kehausan."

Farel memberikan Amanda sebotol air mineral yang sudah dibukanya. Amanda menerima botol tersebut dan dengan perlahan meneguk air yang ada di dalamnya. 

Setelah air dalam botol habis, Amanda menyeka sisa air yang ada di ujung bibirnya. Ia berkata, "Aku tidak akan menyerah."

'Aku tahu itu. Ia tidak akan menyerah secepat dan semudah itu.'

Farel tahu karena ia memang membacanya dari dalam novel. Saat Farel melihatnya secara langsung, ia merasa kenapa Amanda tidak menyerah saja. Tapi mengingat ini adalah novel, jadi ini bukanlah akhir melainkan adalah awal.

"Farel, kau tahu tentang sebuah pepatah?" Tanya Amanda.

"Pepatah apa?" Farel balik bertanya.

"Air yang menetes di atas batu mungkin tidak akan membuat batu tersebut berubah dalam waktu yang singkat. Namun saat tetesan air mengenai batu dalam waktu yang cukup lama, maka tetesan air akan meninggalkan jejak di batu dan membuat batunya berubah."

Farel tahu kemana arah dari perkataan Amanda ini.

"Sama seperti tindakanku kepada Dirga agar ia mencintaiku. Mungkin dalam waktu yang singkat ia tidak akan berubah, namun setelah waktu yang cukup lama ia pasti akan berubah."

Farel tersenyum mendengar sisi positif Amanda.

"Aku akan berjuang untuk mendapatkan cinta Dirga!"

Seru Amanda sambil berdiri. Farel yang melihat kelakuan Amanda sedikit terkekeh dibuatnya.

Tanpa mereka berdua ketahui, ada seseorang dari gedung sekolah yang melihat pergerakan mereka sejak tadi.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

*

(A/N) Bagaimana menurut kalian ceritanya sejauh ini?

[BL] ÉkstraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang