Bagian 54

4.7K 579 19
                                    

Pertama kali Farel bertemu dengan Amanda pada saat mereka baru saja masuk sekolah dasar. Saat itu, keluarga Amanda masih lengkap dan keadaan finansialnya masih dalam tahap yang baik.

Mereka berada di kelas yang sama, tapi mereka tidak terlalu dekat. Namun seiring berjalannya waktu dan setiap tahun setelah upacara kenaikan, mereka kembali berada di kelas yang sama.

Mungkin sekitar kelas lima, Farel dan Amanda semakin dekat. Ditambah dengan Amanda yang pindah ke daerah perumahan tempat Farel tinggal. Mereka mulai sering berangkat ke sekolah bersama dan pulang dari sekolah bersama. Berkat waktu yang mereka habiskan semakin intens, akhirnya hubungan keduanya semakin dekat. 

Kepribadian Amanda saat itu juga baik dan ceria. Dia adalah sejenis orang yang menyenangkan untuk diajak bicara. Dan sebab itulah, Farel yang agak pendiam dan tertutup akhirnya bisa dekat dengan Amanda.

Sejak saat itulah Farel mulai sadar kalau dia sudah menyukai Amanda. Dan bertekad dalam hatinya akan selalu bersama dengan Amanda.

Tapi, kenyataan berkata lain. Bisnis keluarga Amanda yang awalnya dalam taraf aman, perlahan mulai mengalami pendapatan penurunan berkat manajemen yang kurang baik. 

Tidak hanya itu, masalah lain datang ketika orang kepercayaan kedua orangtuanya Amanda mengkhianati mereka dan membuat orang tua Amanda merugi besar dan akhirnya terlilit hutang yang sulit untuk dibayar.

Memasuki bangku sekolah menengah pertama, Amanda dan keluarganya pindah. Amanda yang tadinya akan bersekolah yang sama dengan Farel, terpaksa mengurungkan niatnya dan pergi ke sekolah lain yang lebih murah. 

Walaupun mereka tidak berada di sekolah yang sama, Farel masih sesekali bertemu dengan Amanda ketika liburan sekolah. 

Lalu di akhir sekolah menengah pertama, Farel ingin Amanda bersekolah di SMA yang sama dengannya. Karena Amanda terhalang biaya, Farel memiliki cara lain.

Di tengah taman kota sore hari, Farel duduk di kursi taman kota bersama dengan Amanda. Hari sebelumnya dia sudah memberitahu Amanda kalau dia ingin bertemu dengannya.

"Kemarin kamu memintaku untuk datang ke sini dan bertemu denganmu. Apa yang ingin kamu bicarakan, Farel?

Rambut sebahu Amanda bergerak akibat angin sepoi-sepoi yang mengenainya. Sesekali tangannya berusaha menyingkirkan rambut yang mengganggunya.

Farel yang gugup duduk di samping Amanda akhirnya menoleh dan menjawab, "Aku berharap kita bisa bersekolah di SMA yang sama."

Kedua tatapan Amanda terlihat datar setelah mendengar itu. Dengan malas dia menjawab, "Apa kamu menghinaku karena aku tidak bisa bersekolah di sekolah elit seperti dulu lagi?"

Mata Farel melebar karena keterkejutan mendengar Amanda berbicara seperti itu, "Tidak. Aku tidak sekalipun menghinamu. Aku tidak bermaksud seperti itu."

"Lalu apa?"

"Aku akan membantumu untuk bisa masuk di SMA yang sama sepertiku."

"Bagaimana caranya? Kamu tahu kan keadaan keuanganku sangat buruk. Orang tuaku pergi meninggalkanku dengan hutang yang banyak beserta nenek yang sakit-sakitan. Aku punya uang sebanyak apa untuk bisa sekolah disana? Jika kamu membayarku pun, kamu punya uang dari mana? Kamu juga hanya dibiayai oleh orang tuamu."

"Dengarkan aku. Aku tahu, aku tidak bisa membiayaimu. Tapi bagaimana dengan beasiswa sekolah? Kamu masih bisa masuk ke sana dengan beasiswa, kan?"

Amanda terdiam menatap Farel dengan lekat, sebenarnya orang di depannya ini kenapa teguh sekali ingin satu sekolah dengannya? 

"Hei, jawab aku dengan jujur, apa kamu menyukaiku?"

"A-apa?" Kedua mata Farel membulat dan dengan cepat pipinya memerah sampai ke kedua telinganya.

Amanda menyipitkan matanya melihat itu, "Jika kamu tidak menyukaiku lalu apa? Kamu bahkan rela dengan aku yang seringkali meminta uang kepadamu. Kamu juga selalu datang ke tempat aku melakukan kerja paruh waktu dan mengantarku sampai rumah. Kamu menyukaiku, kan?"

Farel akhirnya ketahuan kalau dia menyukai Amanda. Karena Amanda sudah tahu, tidak ada alasan bagi dia untuk menyembunyikannya lagi. 

"Kamu benar. Aku menyukaimu," katanya dengan pelan lalu menundukkan kepala karena dia sangat malu. 

"Wah… benar-benar diluar dugaan. Mungkin kamu tidak ingin mendengarnya, tapi aku harus mengatakannya demi kebaikanmu. Aku tidak menyukaimu. Kamu bukanlah tipeku."

Mendapatkan penolakan segera setelah Farel mengaku, itu membuat hatinya sakit seolah tertikam  oleh benda tajam yang menghantam hatinya lalu dikoyak-koyak dalam waktu bersamaan.

Farel yang lesu akibat menerima penolakan, dengan pelan mendongak Amanda dan menjawab, "Aku tidak  masalah kamu tidak menyukaiku. Tapi, biarkan aku tetap berada disisimu."

Farel tahu kalau hatinya tidak sanggup menerima penolakan Amanda. Tapi, kalau misalkan mereka tidak bisa bersama lagi. Dia akan lebih menyesali itu. Jadi, biarkan dirinya untuk bisa setidaknya berada disisi Amanda.

"Apa kamu tidak akan menyesalinya? Bahkan ketika akhirnya aku menyukai pria lain?"

Pria lain? 

Ya, tentu saja. Jika Amanda tidak menyukainya, dia akan jatuh cinta kepada orang lain.

Farel harus menerima itu setelah penolakan yang belum lama dia terima. Dengan berat dia mengangguk, "Aku tidak akan menyesal. Lebih dari cukup bagiku selama berada disisimu. Aku sudah bahagia dengan itu."

Amanda menggelengkan kepalanya sambil bergumam, "Kamu bodoh."

Amanda mengecek waktu di ponsel jadul miliknya. Dia beranjak dari tempat duduk.

"Kamu sudah selesai bicara kan? Aku perlu pergi dan melihat keadaan nenek itu. Kalau tidak dia akan mengomel karena aku pulang terlalu kesorean. Itu menyebalkan."

"Ah, ya. Tidak ada. Soal beasiswa sekolah aku akan memberitahumu nanti."

"Oke."

Namun setelah beberapa langkah, kedua kaki Amanda berhenti dan berbalik ke belakang.

"Hei, kamu menyukaiku, kan? Bagaimana kalau kamu membelikan aku ponsel? Ponselku sudah sangat jadul untuk digunakan anak remaja. Kamu akan melakukan apapun untuk orang yang kamu sukai, kan?"

"Iya, aku akan memberikannya nanti."

"Ok, aku pergi."

Tubuh Amanda semakin menjauh pergi dari pandangan Farel meninggalkan area taman kota. Dan dengan perlahan tubuhnya tidak terlihat sama sekali.

Pada saat Farel membuka matanya dengan perlahan, kepalanya masih terasa sakit. Dia melihat sekeliling dan menyadari dirinya tengah berada di ruangan UKS dan berbaring di atas ranjang putih.

Sinar mentari yang berwarna kejinggan masuk melewati celah kaca UKS dan menyinari ruangan UKS yang berisi satu orang. Hari sepertinya sudah sore dan para murid serta guru sebagian besar sudah pulang.

Farel dengan pelan mengangkat tubuhnya dan bersandar di kepala ranjang. 

Ini adalah kali keduanya Farel mengalami mimpi seperti ini. Pertama setelah dia tidak sadarkan diri akibat dipukul ayahnya yang kedua adalah tadi siang setelah Amanda menampar wajahnya.

Farel merasa kalau itu semua adalah bagian dari ingatan atau kejadian yang dialami oleh Farel asli. Farel tidak tahu alasan dibalik dia bisa tahu ingatan tersebut. Pasalnya sebelum itu terjadi, dia tidak pernah mengalami hal seperti itu. Lalu kenapa dia tiba-tiba bisa mengingat ingatan Farel asli? Apa ada maksud dibalik semua itu?

Ketika dia berpikir dengan keras terdengar suara ketukan di pintu.

"Kau sudah bangun?"

Kenapa Bagas datang ke sini?

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now