Bagian 37

5.9K 772 5
                                    

Kepergian Rudi di tadi sore masih meninggalkan banyak pertanyaan di benak Farel. Farel masih ingin bertanya banyak kepada Rudi mengenai dunia novel ini dan yang lain halnya. Pikirannya begitu kalut karena dipenuhi oleh pertanyaan yang belum terjawab sama sekali.

Karena rasa penasaran tidak bisa dibendung lagi, pada akhirnya Farel memutuskan untuk menghubungi Rudi lewat pesan.

Sekitar pukul 8 malam kurang, Farel yang sedang duduk di kursi belajar miliknya, menghentikan aktivitas belajarnya dan mulai mengirim pesan ke Rudi.

[ Selamat malam, Kak Rudi. Apakah aku bisa lanjutkan lagi pembicaraan kita tadi sore. Aku masih punya banyak pertanyaan. ]

Setelah menunggu sekitar 15 menit lebih, ponsel Farel berbunyi notifikasi pesan masuk. Dia segera membuka pesan balasan dari Rudi.

[ Malam juga, Farel. Kakak sebenarnya juga masih ingin membahas hal itu bersamamu, tapi Kakak sedang tidak bisa menyempatkan banyak waktu saat ini. Urusan Kakak belum sepenuhnya selesai.]

Membaca keseluruhan pesan tersebut segera membuat bahu Farel jatuh. Farel lanjut mengirim balasan.

[ Baik, Kak Rudi. Aku minta maaf karena mengganggu kesibukan Kak Rudi.]

Sepuluh menit kemudian ada pesan balasan dari Rudi masuk.

[ Tidak apa-apa. Lain kali kita bahas lagi, ya. Besok senin kamu harus ujian akhir semester. Setelah itu selesai kita bisa melanjutkannya. ]

[ Baik, Kak Rudi.]

[ Semoga berhasil di ujiannya. ]

[ Terima kasih banyak, Kak.]

Setelah balasan terakhir dari Farel, Rudi tidak lagi membalas pesan dari Farel. Selain itu pesan yang dikirim oleh Farel memiliki centang satu di ujung pesannya--menandakan kalau sang penerima tidak lagi aktif terhubung ke internet.

Benar apa yang dikatakan oleh Rudi, senin pagi besok dia ada ujian akhir semester yang perlu dijalani. Pada akhirnya, demi bisa melewati ujian dengan mudah dan lancar. Malam ini Farel belajar 2 pelajaran terlebih dahulu.

Dia belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Pendidikan Kewarganegaraan berdasarkan kisi-kisi materi yang telah diberikan okeh masing-masing guru di pertemuan terakhir mereka sebelum ujian.

Guru memberikan kisi-kisi yang berupa materi apa saja yang akan keluar di lembar soal ujian besok pagi.

Sambil sesekali terkantuk karena membaca materi pembelajaran, Farel berusaha sekuat mungkin untuk mengingat isi dari materi yang sudah dibaca dan tanpa sadar waktu sudah menunjukan pukul 11 lebih.

Merasa tidak nyaman duduk di kursi belajar, dia membawa buku paket beserta buku miliknya ke atas ranjang miliknya.

Lima belas menit kemudian Farel akhirnya jatuh tertidur dengan lelap dan buku-buku masih berserakan di atas ranjang. Dia sudah tidak bisa lagi menahan rasa kantuknya yang teramat berat.

Pagi harinya setelah kegiatan seremonial upacara bendera pagi hari, semua siswa dan siswi pergi menuju ruang ujian mereka masing-masing.

Di hari sabtu sebelumnya, kertas yang bertuliskan nama siswa serta kelas tempat ujian sudah di tempel di buletin sekolah dan di kelas masing-masing. 

Kali ini pembagian siswa secara acak dan membuat Farel dan Dirga tidak berada di dalam ruang ujian yang sama. Farel terpisah beberapa kelas dengan Dirga. Selain itu, ternyata Dirga sekelas dengan Amanda.

Farel tidak tahu ini keberuntungan atau bukan, namun dia malah sekelas dengan Bagas. Terlebih meja ujian yang mereka gunakan sangat berdekatan. Bagas tepat berada di depan Farel dan terpaksa membuat dia dan Bagas sesekali berinteraksi. 

"Hei, apa kau punya pensil cadangan lain."

Bagas yang berbalik melihat Farel mencoba meminjam pensil.

Farel mengangguk dan segera mengeluarkan pensil dari tempat peralatan tulis miliknya dan menyerahkannya ke Bagas.

"Ini."

Tanpa menjawab dia langsung mengambil pensil tersebut. 

Ujian Bahasa Indonesia selesai dilaksanakan dan saatnya istirahat, para murid mulai berhambur keluar dari ruang ujian menuju kantin, sama seperti Farel. Tapi, Farel lebih dulu mendatangi kelas ujian Dirga. Dia ingin berbicara dengan Dirga. Tapi, dia menemukan kalau Dirga sudah tidak berada di kelas.

Hingga bel berbunyi untuk berlanjut menuju ujian Pendidikan Kewarganegaraan Farel tidak lagi melihat Dirga.

Beruntungnya setelah ujian terakhir selesai, dia masih sempat melihat punggung Dirga yang menuruni tangga gedung. Dengan cepat dia buru-buru menyusul.

"Dirga!"

Panggilan dari Farel segera menghentikan langkah kaki Dirga yang akan keluar dari gedung kelas.

Saat melihat Dirga, untuk alasan yang tidak diketahui, Farel seperti merasa sudah lama tidak bertemu dengannya. Padahal mereka hanya tidak bertemu beberapa hari.

"Dirga aku ingin berbicara sebentar denganmu, apa bisa?"

Dirga mengangguk dan berkata, "Apa yang ingin kamu bicarakan?"

Entah kenapa mendengar suara Dirga terasa membuat jantungnya berdetak lebih cepat walaupun dari nada Dirga bicara sedikit berbeda dari biasanya.

Farel melihat sekeliling dan para siswa siswi mulai turun dari lantai atas. Dia tidak merasa nyaman berbicara di sana karena merasa diawasi. Akhirnya dia mengajak Dirga untuk berbicara di tempat yang lebih tenang, yaitu di taman sekolah.

Di taman Farel mulai membuka suara lagi.

"Apa kamu masih marah denganku?"

Dirga menggeleng.

"Aku mau minta maaf karena sebelumnya tidak berbicara kepadamu terlebih dahulu. Aku salah. Aku seharusnya tidak bersikap seenaknya saja tanpa persetujuan terlebih dahulu darimu. Aku harusnya mendengar pendapatmu terlebih dahulu. Aku benar-benar minta maaf."

Farel menunggu Dirga menjawab, "Itu saja?"

"Hah?" Farel bengong seolah tidak percaya dengan respon yang didengarnya,"Ah, iya. Benar. Hanya itu yang ingin aku bicarakan."

"Kalau begitu aku pergi, ada hal lain yang harus aku lakukan."

Apa? Tidak, tidak. Tunggu dulu.

Sebelum Dirga pergi Farel segera menahannya, "Apa kamu masih marah kepadaku?"

"Tidak."

Lalu Dirga pergi meninggalkan Farel yang masih diam.

'Apa? Hanya itu saja? Tapi kenapa aku masih merasa ada yang janggal dan kurang?'

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now