Bagian 46

5.6K 730 31
                                    

TW : Kekerasan
.
.
.
.
.

Ketika mendengar kalau dia berada di peringkat kesepuluh, entah kenapa tubuh Farel tiba-tiba gemetar dan mengeluarkan keringat dingin. Tidak hanya itu, jantungnya berdegup dengan kencang karena merasa gelisah dan ketakutan akan sesuatu hal.

Farel pun berusaha untuk mengabaikan perasaan tersebut, dia pikir itu disebabkan oleh sedih karena  turunnya peringkat yang dulunya berada di peringkat kedua turun ke peringkat kesepuluh.

Farel asli ternyata memang benar pintar, tapi memang belum bisa mengalahkan kepintaran Dirga. Farel baru berusaha untuk bisa seperti Farel asli, ternyata itu tidaklah mudah walaupun dia sudah belajar sekuat tenaga.

Walaupun begitu, Farel baru masih merasa bersyukur dia setidaknya masuk ke dalam peringkat sepuluh. Jadi, dia mengabaikan perasaan tadi.

Namun, tebakannya salah.

Pada hari kamis siang, kedua orang tuanya yang sudah dua minggu tidak pulang ke rumah mereka akibat ada perjalanan bisnis yang harus mereka berdua datangi di luar kota, akhirnya kembali pulang ke rumah dalam keadaan yang sangat kelelahan.

Farel seperti biasa, hanya diam di dalam kamarnya, dia tidak ingin mengganggu mereka. Toh, mereka juga tidak pernah perhatian kepada Farel. 

Tapi, saat suara ketukan dari pintu kamarnya terdengar, Farel segera bangkit dari atas ranjang miliknya dan membuka pintu kamar lalu mendapati kedua orang tuanya disana.

"Datang ke ruang kerjaku dan bawalah raport nilai hasil ujian kemarin."

Setelah mengatakan perintah dingin dari mulut ayahnya, kedua orang tua Farel pergi meninggalkan Farel yang mematung di tempatnya.

Perasaan Farel sekarang ini persis seperti yang sudah dia rasakan sebelumnya di hari sabtu kemarin. Farel menghirup dan mengeluarkan udara dengan pelan. Berharap rasa itu segera mereda.

Farel berjalan ke atas meja belajarnya dan mengambil rapot nilainya dan berjalan pergi menuju ke atas lantai dua di mana ruang kerja ayahnya berada.

Tuk, tuk, tuk.

Farel mengetuk pintu kayu di depannya dengan pelan. Kemudian terdengar suara dari dalam yang menyuruhnya untuk masuk.

Farel menarik tuas pintu ke bawah dan mendorong pintu kayu ke bagian dalam lalu berjalan masuk ke ruangan kerja yang baru kali ini dimasuki olehnya. Suasana ruang kerja ini terlihat suram akibat barang-barang yang berada di sana bernuansa gelap.

Farel berjalan mendekat ke arah ayahnya yang tengah menyandarkan tubuhnya ke belakang meja kerja miliknya. Ibunya juga ada berada disamping ayahnya.

"Serahkan rapotnya."

Farel segera menyerahkan raport tersebut kepada ayahnya. Sekitar 10 menit kedua orang tuanya melihat isi dari raport miliknya.

Brak.

Farel kaget akibat suara hasil dari gelas kaca yang baru saja dilemparkan oleh ayahnya ke atas lantai. Ayah Farel berjalan mendekat ke arah Farel, Farel merasakan suasana di sekitarnya semakin kelam dan membuatnya tanpa sadar mundur dan menundukkan kepalanya.

"Apa ini benar hasil nilai rapotmu?"

Pertanyaan dingin dan tersebut membuat Farel menjawabnya dengan kaku dan terbata, "B-benar ayah."

Ayahnya menghela nafas kemudian dengan pelan menyisir rambut miliknya ke belakang dan dengan cepat bogeman mentah mengenai wajah Farel dan disusul perut Farel.

"Akh!"

Farel mengerang kesakitan sambil memegang pipi serta perutnya yang baru saja dipukul ayahnya. Tubuhnya sudah ambruk ke bawah.

Tanpa menunggu lama, datang kembali tendangan dari kaki ayahnya mengenai bagian perut Farel untuk beberapa kali. Suara tendangan saling sahut menyahut di ruang kerja bersamaan dengan rintihan Farel.

"A-ayah, s-sakit."

"A-ayah, t-tolong…"

Farel berusaha untuk memohon agar ayahnya berhenti, dia juga mencoba melihat ke tempat ibunya, meminta pertolongan. Namun ibunya tampak tidak peduli.

"Berapa lama lagi kamu harus membuatku menunggu! Aku sudah memberimu banyak waktu! Dan kamu malah seperti ini lagi!"

Ayah Farel membentak sambil menekan tangan Farel dengan kaki kanannya yang berlapiskan sepatu kulit mahal.

"Kamu bilang akan mengalahkan Dirga. Tapi, kamu lihat sendiri, kan. Kamu bukannya mengalahkan Dirga tapi malah semakin kalah! Bagaimana mungkin kamu mengalahkannya kalau kamu sendiri berada di peringkat ke sepuluh!"

Dengan genangan air di kedua matanya, Farel berusaha untuk berbicara, "A-ayah, I-ibu, maafkan aku. A-aku sudah berusaha semampuku."

Ayah Farel menyeringai kemudian menendang kaki Farel dengan kuat. Dia terkekeh untuk sementara waktu hingga akhirnya kembali berbicara.

"Haha. Berusaha semampumu kamu bilang? Kamu bilang ini berusaha? Nilaimu itu turun sangat anjlok dari sebelumnya dan kamu bilang berusaha. Berusaha itu kalau nilaimu semakin meningkat.

Awalnya kami kira kamu bisa berteman dengan Dirga sesuai permintaan kami. Namun ternyata, kamu masih keras kepala seperti sebelumnya.

Oke, kalau kamu memang tetap teguh dan kembali ke pikiran awalmu kalau kamu tidak suka dan sudi berteman dengan Dirga. Lalu, aku menyuruhmu untuk mengalahkannya dan kamu sendiri menyetujuinya. Kamu bilang kalau kamu akan mengalahkan Dirga agar kami tidak akan mendesakmu untuk berteman dengannya. Kami ikuti dan tunggu.

Tapi, hasilnya apa? Kamu bahkan tidak berakhir berteman dengan Dirga agar membantu bisnis kami semakin lancar atau bahkan bisa mengalahkannya. 

Ahh… sepertinya kamu masih berteman dengan perempuan itu, kan?

Dasar anak tidak berguna!"

Setelah itu, tendangan kaki kembali mendarat di bagian perut, paha, kaki bawah dan punggung belakang. Air mata sudah runtuh dari kedua matanya dengan deras mengalir ke bawah dagunya hingga turun membasahi lantai disekitarnya.

"A-ayah, I-ibu, aku minta maaf tidak bisa seperti anak yang kalian inginkan. Berikan aku kesempatan."

Isakan dan permohonan maaf Farel diabaikan oleh kedua orangtuanya. 

"Kamu bukan anak kami!"

Setelah mengatakan itu, kedua orang tua Farel meninggalkan keadaan Farel yang kesakitan dan berantakan serta tergeletak di atas lantai yang dingin.

"A-ayah, I-ibu, jangan pergi. Aku disini kesakitan. Tolong aku."

Farel berusaha sekuat tenaga merangkak menuju pintu namun akibat tubuhnya terlalu sakit untuk bergerak, dia tidak sanggup. Dia terus memohon kedua orang tuanya untuk datang kembali dan segera mengobatinya. Tapi mereka tidak kunjung datang hingga Farel akhirnya kehilangan kesadaran.


.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now