Bagian 50

5.9K 668 16
                                    

"Dirga kamu mau pergi kemana pagi-pagi sekali?"

Pertanyaan tersebut berasal dari tante Dirga yang baru saja memasuki dapur dan membuat gerakan Dirga terhenti saat hendak memasukan bubur yang sudah dimasak oleh pembantu rumah tadi. 

"Saya mau ke rumah teman, tante."

"Teman? Apa itu yang dikatakan oleh Kakak Ipar?"

"Iya, tente."

"Beberapa hari terakhir sepertinya kamu sering kesana."

"Dia sedang sakit dan saya ingin merawatnya sampai sembuh, tante."

Setelah itu tante Dirga tidak bertanya lagi. Dirga kemudian melanjutkan masukkan bubur ke dalam paper bag. Mengucapkan terimakasih kepada pembantu lalu pamit pergi ke tantenya.

Dia terus berjalan ke ruang tengah dan melihat orangtuanya baru turun dari lantai atas. Mereka berdua segera bertanya kemana Dirga akan pergi. 

Dirga menjawab dan kemudian pamit dan bersalaman dengan kedua orangtuanya dan pergi keluar, menghidupkan motor putih, lalu motor tersebut melaju keluar rumah kakeknya.

Di dalam rumah, Bagas yang baru saja keluar dari kamar segera didekati oleh ibunya.

"Nak, memangnya Dirga dan siapa itu… anaknya keluarga Atmaja?"

"Farel?"

"Iya, itu Farel. Mereka sepertinya sangat dekat sekali. Dirga sampai datang menjenguk beberapa kali sambil membawa makanan. Baru kali ini mama tahu Dirga kenal dekat dengan orang lain selain kamu. Bukannya dia tidak senang ya dekat dengan orang lain?"

Bagas tertegun sejenak, sebenarnya Farel sakit apa sampai Dirga beberapa kali datang menjenguk? Apa sakitnya begitu parah? Lalu apa tidak ada orang lain yang merawatnya selain Dirga.

"Nak, kenapa kamu malah melamun."

Bagas yang kembali ke kenyataan menyadari kalau dirinya bersikap dengan aneh. Mengapa dia memperdulikan Farel. Farel sakit atau tidak itu bukanlah urusannya. Farel dirawat atau tidak juga sama halnya.

"Dirga dekat dengan orang lain atau tidak bukanlah urusanku, Ma. Jangan tanya kepadaku," katanya lalu pergi meninggalkan ibunya yang keheranan.

Pada saat ketukan terdengar di pintu kamarnya, Farel tahu itu adalah Dirga yang kembali datang menjenguk dan merawatnya.

"Masuk Dirga."

Dirga kemudian memasuki kamar Farel lalu duduk di kursi belajar Farel seperti biasanya.

"Apa kamu tidak lelah setiap hari datang kesini menjenguk dan merawatku?

"Tentu saja aku tidak lelah," jawabnya dengan ringan.

Dirga ini baik sekali. Dia selalu datang setiap pagi dan membawakan makanan masakan rumahnya. Kemudian makan bersama. Setelah itu Dirga akan membantu Farel ke toilet dan menunggu Farel membersihkan dirinya. Selain itu Dirga akan tetap tinggal dengan Farel hingga sore untuk menemaninya mengobrol hal apapun. Dia juga sering mengingatkan Farel untuk tidak lupa meminum obatnya.

Sekarang ini Dirga menunggu di luar pintu kamar mandi. Sebetulnya Dirga tadi menawarkan untuk membantu Farel mandi. Namun, Farel dengan tegas menolak.

Klik.

Pintu kamar mandi terbuka, Farel sudah selesai mandi dan sudah mengganti pakaian kemarin dengan yang baru. Seperti beberapa hari sebelumnya, Farel selalu memakai pakaian yang tebal. Dia memakai hoodie, masker, celana training panjang.

Ketika Dirga dan Farel kembali lagi ke kamar, Dirga tidak tahan untuk bertanya, "Apa kamu masih demam?"

"Tidak. Aku sudah sembuh. Sekarang aku jauh lebih merasa baikan."

"Lalu kenapa kamu memakai pakaian yang terlalu tebal kalau sudah tidak demam?"

"Oh, itu. Aku memang sehari-hari dirumah nyaman memakai pakaian tebal."

Farel merasa jawabannya terdengar aneh. Tapi, dia tidak mungkin akan mengatakan kalau dia mencoba menutupi luka yang masih ada. Walaupun luka di tubuhnya sudah mulai memudar, namun dia tetap merasa khawatir.

"Kamu baru saja mandi, dan rambutmu sepertinya masih basah. Aku pikir, lebih baik kamu melepaskan hoodie. Tunggu hingga rambutmu kering terlebih dahulu. Oh iya, kamu juga sudah tidak batuk lagi, kan?"

"Tidak."

"Kalau begitu lepaskan saja maskernya. Kamu juga terlihat tidak nyaman memakainya selama beberapa hari ini."

Farel terdiam untuk sejenak, memar di pipinya memang sudah hampir menghilang. Jika dia terus memakai masker juga sepertinya Dirga akan menimbulkan kecurigaan, apalagi pada malam itu Dirga melihat memar. Dia pikir, kalau dia menunjukan wajahnya yang sudah baik-baik saja, kecurigaan Dirga akan hilang.

Farel pun dengan pelan mendorong ke belakang tudung hoodie dan melepaskan masker putih.

Dirga tertegun selama beberapa saat melihat wajah Farel yang sudah seminggu lebih tidak dilihatnya dan tanpa sadar mengeluarkan suara, "Kamu manis."

"A-apa yang kamu bilang?"

Farel tidak mendengar gumaman Dirga. Dirga segera menggelengkan dan menjawab tidak. Dia merasa sedikit malu. Dengan cepat dia mengambil handuk Farel dan dengan gerakan sedang dia membantu mengeringkan rambut Farel.

"Kamu tidak perlu melakukannya. Aku masih bisa tanpa bantuanmu."

"Tidak apa-apa. Aku ingin melakukannya."

Farel pun tidak mencoba menghentikan Dirga. Terlebih dia merasa lebih nyaman. 

Selesai mengeringkan rambut Farel. Dirga kembali duduk di kursi.

"Apa kamu tidak akan pergi?"

"Apa kamu mengusirku?"

"Tidak. Bukan itu maksudku. Maksudku apa kamu tidak ada aktivitas yang perlu kamu lakukan. Misalnya pergi liburan dengan keluarga atau temanmu yang lain. Besok malam pergantian tahun dan 4 hari kemudian kita akan kembali masuk sekolah."

"Aku tidak memiliki kegiatan lain. Lebih menyenangkan menghabiskan waktu denganmu."

Pipi Farel dengan cepat memerah, "Jangan katakan hal seperti itu lagi," katanya kerasa kesal karena Dirga mengatakan hal tersebut dengan santai dan tanpa beban. Dirga terlihat tidak masalah tapi tidak dengan Farel karena itu masalah!

"Apa itu salah?"

Tentu saja salah! Hati Farel sungguh tidak kuat!

"Lupakan saja."

"Baiklah. Kamu sudah mulai membaik, kan?"

"Iya."

"Besok malam akhir tahun dan awal tahun, kan?"

"Iya, benar. Lalu?"

"Bagaimana kalau kita pergi keluar dan menghabiskan waktu bermain bersama? Kamu juga pasti merasa bosan, kan, selama beberapa hari ini selalu berada di dalam rumah terus menghabiskan waktu."

"Eh?"

"Tenang saja. Aku tidak akan membawamu ke tempat yang terlalu jauh. Aku hanya akan membawamu ke tempat yang dekat saja. Karena aku cemas kamu akan terlalu kelelahan nanti."

"Kemana, kah, itu?"

"Kamu akan tahu nanti."

Farel merasa penasaran kemana Dirga akan mengajaknya pergi. Dan hal apa saja yang akan mereka lakukan nanti disana. Farel benar-benar merasa antusias dan tidak samar menunggu besok.

Sepertinya ini adalah kali kedua mereka pergi keluar menghabiskan waktu bersama setelah waktu itu mereka pergi ke toko buku. Dirga benar-benar teman terbaik Farel. Kepribadiannya yang dulu terlihat kaku sekarang telah berubah menjadi lebih hangat dan peduli.

Dengan pelan kedua sudut mulut Farel bergerak ke bagian atas.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now