Bagian 62

4.3K 518 14
                                    

"Kamu ingin bekerja?"

Dengan pelan Farel mengangguk dan menjawab, "Iya, Kak Rudi. Aku ingin bekerja. Aku tidak bisa terus menerus bergantung kepada Kak Rudi. Kak Rudi sudah lebih dari cukup membantuku sampai saat ini."

Raut wajah Rudi terlihat sedih lalu menjawab, "Aku sudah bilang aku tidak merasa kerepotan. Kamu bisa tinggal di sini sampai kapanpun yang kamu mau. Aku juga bisa memberi atau meminjami kamu uang."

Farel menunduk kemudian mendongak dengan perlahan, dia tersenyum tipis dan menjawab, "Aku sudah menduganya, Kak Rudi pasti akan berbicara seperti itu. Tapi aku malah merasa semakin terbebani. Aku tahu kalau Kak Rudi mengajar sebagai guru les itu tidak lain sebagai biaya tambahan untuk kuliah. Aku tidak bisa terus memberatkan Kak Rudi dengan terus meminjam uang Kak Rudi."

Rudi menghela nafas pelan, dia memang akhir-akhir ini cukup kekurangan uang, ditambah setelah insiden ayah Farel memutuskan kontrak kerja secara sepihak, beberapa orang yang juga bekerja bersamanya juga memutuskan kontrak secara mendadak. Untungnya dia memiliki cadangan pekerjaan lain dan membuatnya tidak lagi semakin jatuh.

"Tapi, kamu masih sma. Seharusnya kamu memprioritaskan belajar daripada bekerja."

"Aku tidak punya pilihan lain."

Mendengar jawaban Farel malah mengingatkan Rudi saat awal-awal masa perkuliahan yang sulit untuknya.

"Baiklah, kalau itu sudah menjadi keputusanmu. Aku tidak bisa terus melarangmu. Diri kamu sekarang adalah tanggung jawabmu sendiri. Aku akan mencoba bertanya kepada teman-temanku di kampus. Mungkin mereka punya kenalan yang butuh seorang pekerja tambahan."

Farel berseru dan memegang tangan Rudi, "Terima kasih banyak Kak Rudi."

"Sama-sama. Kamu bisa tetap tinggal disini dan tidak perlu pindah. Kontrakan ini cukup untuk dihuni oleh kita berdua."

"Aku akan menimbangnya lagi nanti."

"Baiklah, pikirkan dengan matang-matang. Jika kamu merasa terbebani, kamu bisa membayar setengah dari harga sewa. Tapi aku tidak memaksamu untuk melakukannya."

"Baik, Kak Rudi."

Itu adalah percakapan beberapa hari lalu di kontrakan Rudi. Dan sampai hari sabtu ini, dia belum menerima kabar lagi dari Rudi mengenai pekerjaan yang dibutuhkannya. Tentu saja mencari pekerjaan di era sekarang bahkan dengan gelar belum lulus SMA sangat sulit. Butuh waktu untuk mendapatkannya. Farel harus lebih bersabar. 

Dia tahu harus bersabar, tapi sisa uang yang dimilikinya tidak banyak lagi. Dia harus segera bekerja dan mendapatkan uang. Uang yang ada sudah dipakai untuk ongkos pulang/pergi ke/dari rumah-sekolah dan makan serta hal lainnya.

Ding.

Terdengar suara pesan notifikasi dari ponsel miliknya. Dia segera membuka pesan tersebut dan mendapati pesan dikirimkan oleh Dirga.

[Kamu ada dimana? Saat aku kembali dari ruang guru, aku tidak menemukanmu di kantin.]

Farel menggerakan jari-jarinya di atas benda elektronik tipis yang serbaguna, lalu menekan tombol kirim.

[ Aku sedang berada di tempat yang biasa.]

Tidak lama pesan masuk lagi.

[Oke. Tunggu aku disana.]

Farel tidak lagi membalas pesan. Dia menatap ponsel mahal di tangannya. Pernah Rudi melihat ponsel baru yang dimilikinya di suatu pagi. Dia mengatakan kepada Farel mengapa tidak menjual ponsel tersebut. Uang didapatkan dari hasil menjual ponsel tersebut cukup untuk biaya hidup beberapa bulan kedepan. Namun Farel menolak mentah-mentah saran tersebut. Ini pasti terdengar absurd tapi dia mana mungkin menjual pemberian dari orang yang disukainya. Tentu saja dia harus menjaga barang berharga yang diberikan kepadanya ini. Dia tidak akan rela menjualnya.

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now