Bagian 59

4.5K 550 14
                                    

Motor matic hitam akhirnya berhenti di daerah padat penduduk setelah berkendara lebih dari satu jam perjalanan. Motor tersebut diparkirkan di depan sebuah rumah dua lantai. Di sana tidak hanya motor Rudi saja yang terparkir, melainkan ada beberapa motor matic lain dengan merek serta variasi yang berbeda.

"Ayo turun. Dan ikuti aku."

Rudi dan Farel turun dari motor. Farel mengikuti Rudi di belakangnya. Rudi di depannya berjalan ke bagian sisi rumah yang ada jalan dimana hanya seukuran motor yang bisa masuk. 

Setelah melewati jalan atau gang sempit antara rumah dan pagar, kedua mata Farel disambut oleh jajaran rumah sepetak di depannya. Rumah tersebut sepertinya kontrakan tempat Rudi tinggal. Kalau dihitung jumlahnya, ada sekitar 5 kontrakan di sana.

Mereka terus berjalan hingga tiba saatnya Rudi berhenti tepat di ujung kontrakan, dia berbalik dan berkata, "Ini tempat aku tinggal."

Farel mengangguk menanggapi.

Rudi merogoh sesuatu dari saku celana depan dan mengeluarkan kunci dari dalamnya dan mulai membuka pintu kontrakan yang terkunci.

Krek.

"Ayo masuk."

Mereka berdua masuk ke dalam kontrakan, di dalamnya Farel melihat kalau ruang yang pertama dilihatnya adalah ruangan yang tidak terlalu luas dengan kondisi yang biasa saja. Di sana ada satu lemari plastik yang ditaruh di ujung ruangan dan kasur lantai cukup untuk satu orang. Lantainya keramik putih dengan tikar plastik di atasnya.

Rudi kemudian mengajak Farel ke bagian belakang  di sana adalah dapur dengan beberapa alat makan di atas meja dan mesin penanak nasi. Di sisi lainnya ada kamar mandi yang disekat oleh tembok dan pintu plastik. 

Setelah melihat tempat tinggal yang akan ditinggalkan untuk sementara waktu, Farel dan Rudi kembali ke ruangan depan dan duduk di tikar.

"Aku minta maaf Kak Rudi karena merepotkan."

"Kamu tidak perlu sungkan. Lagipula aku juga yang menawarimu untuk tinggal bersama disini. Aku tidak keberatan."

Walaupun begitu, tetap saja Farel merasa tidak nyaman. Itu sudah resikonya ketika pergi dari rumah. Dia tahu itu. Baru kali pertama ini dia tinggal di luar dan dia belum berpengalaman. Apalagi uang yang dimilikinya hanya tinggal sedikit, dia tidak punya pilihan lain selain tinggal bersama dengan Rudi.

"Terima kasih Kak Rudi karena sudah membantuku."

"Sama-sama. Oh iya, aku baru ingat, apa kamu tidak akan berangkat ke sekolahmu? Sepertinya sekarang sudah jam 8 lebih. Butuh waktu sekitar 45 menit untuk sampai ke sekolahmu dari sini."

"Kayaknya aku tidak akan ke sekolah, kak."

"Farel yang aku kenal ternyata berani untuk membolos? Hehe."

"Haha. Iya, Kak. Seragam yang aku kenakan sudah kotor. Aku tidak mungkin datang ke sekolah dengan seragam kotor, apalagi jika aku tetap memaksakan datang pun sudah sangat telat. Gerbang sudah ditutup pada jam setengah 8."

"Kamu benar," jawab Rudi sambil mengangguk.

"Yah, tidak apa-apa sesekali untuk membolos. Toh itu bukan dosa besar. Ya, walaupun sebenarnya seharusnya jangan kalau kamu bisa. Tapi karena saat ini waktunya tidak memungkinkan. Mau bagaimana lagi?"

"Iya, Kak Rudi."

"Omong-omong mengenai seragammu, aku baru sadar kamu tidak membawa koper. Apa baju yang kamu bawa di taruh di dalam tas itu?" Tanyanya sambil menunjuk tas coklat Farel yang ada di sampingnya.

"Ah, itu. Orang tuaku melarang aku membawa barang-barang lain dirumah. Aku hanya diperbolehkan membawa barang yang aku pakai saat kemarin."

"Apa?! Mereka sangat tega sekali. Setidaknya mereka memperbolehkan kamu membawa baju. Mereka benar-benar kej--"

Kriuk~

Mata Farel membulat dan segera dia menunduk malu.

"Kamu lapar?"

Farel mengangguk, dia belum makan dari kemarin sore sampai pagi ini. Dia melewatkan makan malam dan tentu saja dia sangat kelaparan. Perutnya belum diisi oleh makanan atau minuman apapun.

"Oke. Kamu tunggu sebentar di sini. Aku akan pergi keluar membeli makanan untuk kita berdua. Aku juga belum sarapan sepertimu."

Farel mendongak dan mengucapkan terima kasih. Setelah itu Rudi keluar dari kontrakan dan meninggalkan Farel sendirian di dalam kontrakan.

Farel pun mencoba keluar dari kontrakan dan melihat keadaan sekitar. Dia melihat ke sisi kiri dimana ada empat kontrakan lain yang berjejer.

Dari luar terlihat seperti empat kontrakannya kosong. Tapi melihat beberapa motor di depan rumah, dia pikir ada beberapa orang di dalam kontrakan lain.

Setelah menunggu selama seperempat jam, Rudi kembali dengan membawa kantong plastik hitam yang bersisi dua bungkus makanan yang dikemas dalam kertas nasi.

"Maaf karena aku hanya bisa membeli makanan seperti ini."

"Kak Rudi tidak perlu minta maaf. Aku yang seharusnya meminta maaf. Terima kasih untuk makannya."

Mereka berdua pun mulai makan nasi dengan lauk khas warteg. Walaupun dari penampilannya, makanan tersebut biasa saja. Tapi ternyata rasanya diluar dugaan.

"Makannya enak Kak Rudi."

"Syukurlah kalau kamu suka."

Selesai makan Rudi pun meminjamkan sepasang  baju ganti untuk Farel. Rudi pun mandi dan mengganti pakaiannya terlebih dahulu karena dia harus pergi.

"Farel aku menyesal tidak bisa menemanimu di sini. Siang ini aku ada kelas yang harus aku datangi di kampus."

"Kak Rudi pergi saja. Aku akan tinggal disini."

"Oke. Anggap saja sebagai tempat tinggalmu. Istirahatlah setelah ini. Aku tahu kamu kelelahan dan kurang tidur."

"Baik, Kak Rudi."

"Aku pergi."

Kepergian Rudi membuat Farel merasa bosan sendirian di dalam kontrakan dan membuat matanya terasa berat dan tidak menunggu lama hingga akhirnya dia tertidur karena kelelahan tubuh dan pikirannya.

Di sisi lain, di tengah jam belajar ke dua. Dirga tidak bisa fokus dengan pelajaran di depan. Di selalu mengecek ponsel miliknya berharap ada kabar dari Farel.

Semenjak jam pelajaran pertama, dia sudah menghubungi ponsel Farel dan tidak ada jawaban sama sekali. Dia sangat khawatir. Dia takut dengan hal yang terjadi pada Farel. Tidak ada satupun teman sekelas mereka yang tahu kabar tentang Farel. Bahkan wali kelas mereka pun tidak tahu.

Dia pun bertekad setelah pulang sekolah akan langsung mengunjungi Farel dan mengecek keadaannya.

Tapi ternyata saat dia tiba disana, rumah tersebut terlihat sepi dan tidak ada orangnya. Dia sudah beberapa kali menekan bel dan tidak ada yang keluar dan membukakan pintu untuknya.

Dirga jadi ingat dengan orang yang membawa Farel kemarin. Dia adalah orang terakhir yang dilihat Dirga bersama Farel. 

Siapa pria itu sebenarnya? Pikirnya

.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now