Bagian 65

4K 510 20
                                    

Beberapa saat yang lalu…

Motor hitam Bagas yang sudah berkendara menyusuri jalanan kota yang selalu ramai akhirnya berhenti tepat di depan sebuah kafe yang ber plang nama Miday. Bagas mematikan motornya, mengambil kunci, turun dari motor dan berjalan memasuki kafe.

Saat tengah berjalan mendekat ke arah counter untuk memesan, Bagas melihat ke bagian kanan bawah ada seorang karyawan yang tengah membersihkan sisa-sisa beling.

Sepertinya tadi terjadi sesuatu, pikirnya.

Tiba di depan counter untuk memesan dia mendapati tidak ada orang yang dikenalnya di sana. Jadi dia bertanya kepada karyawan yang tengah berharga, "Dimana Kak Yudha?"

Sebelum karyawan tersebut menjawab, ada suara lain yang datang, "Kenapa kamu mencariku?"

"Kak Yudha, sudah lama tidak bertemu!" 

Bagas berseru, Yudha mendekat dan setengah berpelukan dengan Bagas dan menjawab, "Bagaimana kabarmu?"

Mereka melepaskan pelukan dan Bagas menjawab, "Aku baik-baik saja."

"Sudah berapa kamu dan Dirga tidak kesini? Aku kira kalian sudah tidak ingin datang berkunjung lagi ke sini. Kamu tahu aku selalu memberikan kalian makanan gratis," di akhir kata dia mengucapkan kalimat tersebut dengan bercanda sambil terkekeh tertawa.

"Hahah, Kak Yudha bisa saja. Walaupun kita adalah keluarga, tentu saja aku harus membayar. Maaf tidak datang kesini karena akhir-akhir ini aku sibuk oleh sesuatu."

Yudha memandang curiga kepada Bagas dan bertanya, "Kamu sibuk apa? Pasti karena pacar ya…" sambil menggoda Bagas dengan menunjuk dengan jari telunjuknya.

Sedikit semburat merah muncul di pipinya dan dengan tergagap dia mengelak, "Pacar dari mana? Aku tidak punya sama sekali."

Yudha tampaknya tahu kalau Bagas sepertinya memang sedang memikirkan seseorang, namun dia tidak ingin terlalu memaksa Bagas untuk menjawabnya. Mungkin Bagas masih ada dalam fase yang mengelak tentang perasaannya. Atau dia sedang berusaha mendapatkan hati gadis itu.

"Jika kamu menyukai seseorang, jangan tolak perasaan tersebut. Segera terima dan ungkapkan kepada gadis itu. Kamu tidak ingin kan gadis itu dimiliki orang lain lebih dulu?"

Bagas terdiam sejenak lalu menjawab, "Aku benar-benar sedang tidak pacaran atau menyukai seseorang."

"Hahah, Baiklah. Omong-omong kenapa kamu tidak datang bersama dengan Dirga? Kalian biasanya selalu datang bersama setiap kali ke sini?"

Yudha bertanya karena penasaran kalau Bagas datang sendirian tidak biasanya. Ketika mereka bertiga datang, biasanya mereka akan mengobrol bersama.

Dengan nada yang tidak enak didengar dan enggan membahas orang yang ditanyakan, Bagas menjawab, "Aku tidak tahu. Aku hanya ingin datang sendirian."

Yudha sadar kalau ekspresi yang terpancar dari Bagas sudah berbeda jauh dari sebelumnya. Dia pun menyimpulkan kalau Bagas dan Dirga tengah dalam suatu masalah. Ini kali pertama baginya melihat mereka bertengkar. Sebelumnya mereka selalu akur. 

Apa itu karena seorang gadis? Pikirnya.

"Kamu mau pesan apa?"

Yudha bertanya berusaha mengalihkan topik pembicaraan. Bagas menoleh dan tersenyum dengan tipis lalu menjawab, "Minuman seperti biasa saja."

"Oke, tunggu sebentar."

Yudha kembali berjalan ke belakang counter dan memerintah karyawan lain membuat pesanan untuk Bagas. Yudha yang tengah membantu karyawan di tanya oleh Bagas, "Kak Yudha tadi terjadi sesuatu ya? Aku lihat ada yang membersihkan sisa beling di lantai." Sambil melihat ke arah tapi yang sekarang sudah bersih dan karyawan yang membersihkan sudah pergi.

"Iya, ada pegawai baru yang tidak sengaja menjatuhkan piring dan gelas."

Bagas mengangguk mendengar itu, lalu dia menambahkan, "Aku tunggu di depan Kak Yudha."

"Oke."

Suara bel pintu yang terbuka membuat tatapan Bagas beralih ke samping dan bertemu dengan sepasang mata yang dia sama sekali tidak akan menyangka bertemu di sini. Untuk beberapa saat tatapan merek terkunci sehingga suara keluar dari mulut Bagas.

"Farel?"

Farel buru menaruh pesanan sambil berbicara dengan tergagap dan berjalan dengan cepat kembali ke dalam kafe. Selama beberapa saat Bagas seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. 

Dia membalikkan tubuhnya hanya untuk kembali bertemu dengan sepasang mata tadi. Hingga pihak lain bersembunyi.

Tubuh Bagas kembali berbalik dan duduk. Dalan dirinya dia ingin segera masuk ke dalam kafe dan berlari ke arah Farel dan bertanya tentang barusan. Namun, mengingat hal itu akan terlalu membuat sedikit keributan. Bagas mengurungkan niatnya.

Pikirannya sudah mulai berkelana dan mengabaikan minuman yang air embunnya sudah banyak menetes ke atas meja.

Kenapa Farel bisa bekerja disini? Bukankah Farel berasal dari keluarga yang berada? Bekerja sebagai pelayan tidak pernah sekalipun Bagas berpikir negatif tentang itu. Karena semua pekerjaan sama saja butuh keterampilan untuk melakukannya. Tapi, apa memang keluarga Farel sedang kekurangan uang sehingga membuat anaknya bekerja? Bahkan saat dia belum lulus SMA sekalipun?

Dia ingin bertanya juga kepada Yudha, namun melihat Yudha tengah sibuk. Dia mengurungkan niatnya dan memilih untuk menunggu sampai Farel selesai bekerja.

Jam 10 malam kurang beberapa menit, kafe sudah mulai ditutup. Para karyawan di dalam mulai membereskan meja dan kursi di lantai pertama dan lantai kedua. Mereka juga mengepel lantai kafe. Sebelum para karyawan pergi, Yudha lebih dahulu keluar.

Dengan wajah heran dia bertanya, "Loh, Bagas kamu masih disini ya? Aku kira kamu sudah pulang tadi."

"Aku tengah menunggu Farel."

Wajah Yudha kembali tambah heran, "Farel? Lah, kamu tahu dia? Kalian berdua saling kenal?"

Bagas mengangguk dan menjawab, "Iya," tanpa memberi informasi lebih lanjut kepada Yudha kalau mereka berdua berasal dari sekolah yang sama.

"Apa Farel itu yang kamu maksud sebagai pegawai baru yang tidak sengaja memecahkan gelas dan piring tadi sebelum aku datang?" Tanya Bagas.

"Iya, benar. Ini adalah hari pertama dia bekerja di sini," jawabnya lalu menyadari kalau dia harus segera pergi. "Bagas aku harus pergi dahulu."

Setelah berpamitan Yudha pulang lebih dahulu. Lalu satu-persatu pekerja mulai keluar dan Farel adalah orang terakhir yang keluar. Salah satu pekerja mengunci kafe dan pergi. 

Sekarang hanya menyisakan Farel dan Bagas yang canggung. Bagas bingung harus memulai dari mana. Dia kesulitan untuk menyusun kalimat yang tepat dan tidak akan menyinggung perasaan lawan bicaranya. Karena saking seriusnya memikirkan akan bertanya apa terlebih dahulu, dia tidak sadar kalau ada orang yang memanggil Farel, Farel berpamitan dengan pelan dan baru sadar Farel berjalan menjauh darinya lalu menaiki motor matic hitam bersama seorang pria dewasa yang terlihat seumuran dengan Yudha.

Farel dan Bagas sempat bertatapan, lalu Farel memalingkan muka dan mereka menjauh dari pandangan Bagas.

"Aku kehilangan kesempatan untuk bertanya kepadanya. Kenapa aku jadi lambat seperti ini? Ini bukan diriku yang seperti biasanya," ucapnya dengan nada penuh penyesalan bercampur dengan kebingungan.

Mengingat kejadian malam kemarin, Bagas tidak bisa untuk tidak menatap Farel dengan lekat di area sekolah pada hari senin. Dari mulai saat upacara pengibaran bendera, berjalan ke kelas sampai di tengah pelajaran pun dia tidak bisa memutuskan pandangannya.

Dia ingin berbicara kepada Farel, tapi di satu sisi dia merasa enggan. Entah kenapa terkadang pikirannya selalu bertolak belakang dengan hatinya. Dia tidak bisa memahami itu.

Apalagi ada Dirga yang selalu bersama dengan Farel semenjak pagi. Mereka semakin tidak terpisahkan.

Berbicara tentang Dirga, dia penasaran apakah Dirga tahu soal Farel yang bekerja di kafe milik Yudha. Tapi, kalau dari yang terlihat Dirga tampaknya tidak tahu soal itu. Bagas merasa lebih unggul.

Tanpa disadarinya Bagas menyeringai.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now