Bagian 64

4K 520 3
                                    

Bekerja di kafe Miday sebagai pelayan dimulai sore hari ini. Minggu sore cuacanya cukup mendukung. Sinar mentari sore hari tidak terlalu panas dibandingkan siang hari tadi. Jadi, saat Farel pergi dari kontrakan Rudi menuju kafe menggunakan angkot dia tidak terlalu kegerahan di dalamnya.

Kurang lebih setengah jam mobil angkutan umum berkendara di jalanan yang ramai, angkot mulai menepi ke bagian kiri tepi jalan saat Farel berbicara, "Kiri," pada sang supir. Farel berdiri dan membungkukkan tubuhnya sambil berjalan keluar dari dalam mobil lalu membayar ongkos perjalanan dari dalam saku celana.

Berdiri di depan kafe Miday, secara sekilas dia bisa melihat kalau di dalam kafe cukup banyak pengunjung. Farel berjalan masuk ke dalam kafe dan menyapa Yudha dan para karyawan yang tengah bekerja. Lanjut dia masuk ke dalam ruang karyawan dan mulai mengganti pakaiannya dengan seragam kafe yang sudah tergantung di lemari.

Keluar dari dalam ruang ganti, dia berjalan ke bagian depan dan bertemu dengan Yudha. "Hari ini hari pertama kamu bekerja di sini. Aku harap kamu bisa beradaptasi dengan cepat. Dimulai dengan membersihkan meja setelah pengunjung pergi. Lalu mejanya kamu lap menggunakan kain. Gelas dan alat makan kamu bawa ke belakang dan simpan di dekat pencucian piring. Disana sudah ada petugas yang akan bekerja."

"Baik, Kak," selanjutnya Farel mulai mengecek meja yang sudah ditinggalkan. Dia melihat di bagian luar kafe dua pengunjung yang tadi dilihatnya sudah pergi. Farel bergegas membawa kain lap serta nampan dan membawanya ke depan kafe.

Farel dengan perlahan menaruh gelas dan barang lain di atas nampan dan mengelap meja. Membawa nampan kembali masuk ke dalam kafe dan membawanya ke belakang. 

Dari sore pukul 5 sore hingga pukul 7 malam Farel sudah sekali melakukan istirahat. Walaupun istirahatnya tidak lama, tapi itu sudah cukup untuknya. Farel sangat kelelahan di awal hari pertama kerja baginya. Ini adalah pengalaman pertama dan baru untuknya, tentu saja akan sulit. Dia butuh waktu untuk beradaptasi, dan dia harap waktu yang dibutuhkan tidak lama.

Selesai istirahat dia kembali ke depan dan mendapati pengunjung kafe kembali berdatangan. Walaupun malam ini adalah malam senin, ternyata kafe semakin ramai walaupun tidak seramai dibandingkan kemarin malam.

Ketika Farel akan pergi untuk membersihkan meja yang ada di bagian matanya, dia dihentikan oleh panggilan dari Yudha, "Farel tunggu."

Mendengar Yudha memanggilnya, Farel mengurungkan niatnya dan segera mendekati Yudha yang tengah sendirian di belakang counter.

"Farel, tolong antarkan ini ke lantai atas. Pegawai lain tengah sibuk dan belum bisa mengantarkannya. Kamu bisa melakukannya, kan?" 

Yudha memerintah Farel sambil mendorong 2 menu makan dan 2 minuman di atas nampan ke depan Farel.

Ini adalah pertama kalinya dia akan mulai bekerja sebagai pelayan, walaupun terlihat berat dia segera menyanggupi. Ini adalah tugas yang diberikan kepadanya. Mana mungkin dia menolak.

"Siap, Kak Yudha. Ini diantarkan ke meja nomor berapa?"

Selesai diberitahu Yudha mengenai nomor meja pemesan, Farel dengan pelan-pelan membawa pesanan untuk dua orang tersebut dari lantai pertama, berjalan menaiki tangga yang cukup sulit dilewatinya ketika membawa pesanan dan tiba di lantai dua dan segera mencari nomor meja.

Menemukan meja yang dicarinya dia berjalan mendekat dan dengan ramah menyapa pelanggan sambil menaruh pesanan di atas meja, "Mohon maaf karena telah menunggu lama. Ini pesanannya. Silahkan dinikmati dan saya pamit pergi."

Saat mengatakan hal tersebut Farel gugup dan kata-katanya terdengar kaku saat diucapkan. Farel tahu dirinya belum terbiasa. Dia harap saat dia memberikan senyuman, senyumannya tidak terlihat aneh.

Kembali turun ke lantai pertama Farel mendapati di dekat tangga, pengunjung telah pergi. Dia segera membersihkan meja dan kembali ke belakang membawa peralatan kotor.

Farel terus terfokus untuk melihat suasana sekitarnya sambil mencari meja kosong yang perlu dibersihkannya hingga dia mengabaikan kalau di depannya ada sedikit cairan yang tumpah oleh pengunjung. Dia berjalan dan kaki kirinya menginjak cairan tersebut tanpa menunggu lama dia terjatuh ke depan dan menumpahkan semua barang yang dipegangnya.

Treng!

Suara pecahan gelas beserta piring ditambah dengan dentingan sendok dan garpu terdengar memekakkan telinga serta membuat para pengunjung terkejut. Farel jatuh tengkurap di atas lantai dan menahan sakit bagian tangan serta kakinya.

"Farel kamu baik-baik saja, kan?"

Yudha datang mendekat dan membantu Farel berdiri. Beruntungnya tidak ada pecahan beling yang terkena tubuhnya, hanya saja tangan dan kakinya cukup sakit.

"Kaki dan tangan saya hanya sedikit sakit saja, Kak."

Beberapa saat setelah kekacauan yang Farel perbuat, karyawan lain segera membersihkan pecahan beling dan mengelap lantai. Sedangkan Farel pergi ke belakang untuk istirahat sebentar bersama dengan Yudha.

"Kak Yudha, saya benar-benar meminta maaf atas kejadian tadi. Saya benar-benar ceroboh hingga membuat beberapa barang kafe pecah akibat perbuatan saya. Saya juga ingin mengganti kerugian dari perbuatan saya. Kak Yudha bisa memotongnya dari gaji saya."

Farel meminta maaf dari lubuk hati terdalamnya, dia sangat menyesal. Bagaimana mungkin dia bisa melakukan kesalahan besar seperti tadi. Di hari pertama pula.Dia juga pasti mengganggu kenyamanan para pengunjung.

"Tidak apa-apa. Jangan terlalu sedih dan murung. Kesalahan dalam bekerja itu hal biasa. Apalagi ini adalah hari pertama kamu bekerja. Jadikan saja ini sebagai pelajaran untuk kedepannya agar lebih berhati-hati lagi. Soal piring dan gelas pecah, kamu tidak perlu menggantinya."

"Baik, Kak Yudha. Akan saya ingat itu. Tapi, Kak Yudha, tentu saja saya harus menggantinya."

"Aku benar-benar serius, kamu tidak perlu menggantinya."

"Baik, Kak Yudha. Terima kasih banyak."

"Aku kembali ke depan lagi. Kamu istirahat saja dulu."

"Iya, Kak."

Kepergian Yudha membuat ruang karyawan segera sepi dan Farel kembali kalut dengan pikirannya. Walau Yudha tidak mempermasalahkan kejadian tadi, tapi Farel masih merasa takut dan tidak tenang. Dia takut nantinya Yudha memecatnya bekerja di sini lagi.

Merasa dia hanya bingung dan semakin takut dengan pandangan para karyawan lain, Farel bergegas keluar dari ruangan karyawan dan kembali ke depan. 

Yudha yang baru saja selesai menerima pembayaran, menyadari kehadiran Farel. "Kenapa kamu kembali lagi? Kamu istirahat saja di belakang."

"Saya sudah merasa jauh lebih baik, Kak. Saya ingin lanjut bekerja," jawabnya dengan mantap.

"Beneran? Kalau kamu masih sakit dan istirahat dulu juga tidak masalah."

"Tidak, Kak. Benar aku sudah bisa kerja lagi."

"Baiklah. Kamu tunggu disini sebentar. Ada pesanan yang bisa di antar ke depan kafe. Itu hanya satu minuman saja."

Mendengar itu, Farel tambah bersemangat lagi, "Siap, Kak."

Butuh waktu sekitar 10 menit menunggu hingga pesanan berupa minuman selesai dibuat. Farel membawa pesanan ke depan kafe dan segera langkah kakinya terhenti di luar pintu.

Orang yang tengah duduk sendirian di kursi menoleh dan dengan cepat matanya melebar melihat pemandangan di hadapannya. Farel juga sama halnya memandang orang di depannya dan membuatnya diam terpaku.

"Farel?" Bagas memanggil nama Farel dengan pelan seolah memastikan kalau benar Farel adalah orang yang dilihatnya.

Farel yang kembali sadar, segera bergerak dan menaruh minum di depan Bagas dan berkata dengan terbata, "I-ini p-pesannya. S-silahkan dinikmati."

Tanpa menunggu lama dia buru-buru kembali ke dalam kafe dan menuju belakang counter. Saat ini hatinya sangat gelisah dan jantungnya berdegup dengan sangat kencang. Kedua matanya melihat ke depan kafe dan bertemu dengan sepasang mata Bagas.

Farel langsung berjongkok berusaha menyembunyikan dirinya disana.

"Kenapa dia bisa ada disini?" Gumamnya dengan gelisah


.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] ÉkstraWhere stories live. Discover now