Morgan dan Margaret

2.7K 86 9
                                    


Ketika Morgan akhirnya bisa berjalan dengan lancar, ia harus beradaptasi dengan kehadiran adik baru yang lahir setahun setelahnya. Meskipun perubahan perlakuan dari orang tuannya menjadi pilih kasih, Morgan kecil tidak merasa cemburu atau mencari perhatian mereka. Sebaliknya, ia merasa senang secara alami memiliki seorang adik. Sejak saat itu, Morgan tidak pernah lagi menangis sebagai seorang anak kecil.

 Namun, naluri anak-anak sama seperti yang lain, mereka bertengkar sesekali saat saling menjahili. Para bibi mengatakan wajah mereka sangat mirip seperti anak kembar yang lahir bersamaan. Saking kembarnya, barang-barang yang mereka miliki pun sama dari warna hingga bentuknya.

Terbukti dalam sebuah foto kecil mereka bergandengan tangan di taman, seperti topi, baju, celana dan rok berwarna senada, tampak lucu. Masa itu menjadi kenangan hangat yang membekas di benak Margaret. Dia pandangi terus foto itu di meja belajar. Terngiang di kepalanya tentang foto itu.

"Ayo kita menikah saat dewasa nanti." Embusan angin musim panas menghempaskan anak rambut mereka, seolah turut menyahut ucapan sang anak lelaki berusia sembilan tahun. Dia menatap iris mata yang sama di hadapannya, seorang anak perempuan dengan fitur wajah serupa.

"Um! Ayo kita menikah!" balas anak perempuan itu dengan senyum ceria. Mata berbinar cerah. Bunga dandelion pun berterbangan pupus ke udara.  

Pluk!

"Aw!" Lamunan Margaret buyar ketika seseorang menepuk kepalanya dengan buku tulis. Matanya melirik sebal pada sang pelaku yang duduk di sebelah. "Kenapa sih?" protesnya bersungut sambil mengelus kepalanya.

"Kau itu belajar atau melamun? Dari tadi pandanganmu tidak fokus," ujar seorang pemuda berkomentar. "Kau mendengarkan penjelasanku tidak?" Dia mulai mengomel seperti nenek-nenek. Dibalas rotasi mata Margaret yang jengah.

"Aku tidak sengaja teringat dengan kenangan lama kita saat melihat foto ini," tunjuk Margaret pada sebingkai foto kecil.

"Itu foto kita waktu kecil. Memangnya kenapa?" tebak pemuda bernama Morgan, asal ceplos.

"Aku hanya merasa konyol saat kau mengajakku untuk menikah. Haha!" Tawa kecil mengudara dari bibir Margaret. Tetapi ekspresi Morgan datar, menatapnya dengan penuh makna. 

"Bagaimana jika perkataan anak kecil itu bersungguh-sungguh?" Morgan bertanya dengan wajah serius. Namun tak disadari Margaret yang masih menertawai.

"Ya, kita akan bersanding di altar dengan pasangan kita masing-masing. Tapi aku tidak yakin kita akan menikah bersama nanti. Pasti salah satu dari kita akan menikah duluan," ujar Margaret. Jawaban paling logis, namun yakinlah bukan ini yang Morgan maksudkan. Karena ekspresinya nampak agak kesal.

Morgan lalu berpaling ke jendela. "Hujan turun. Mama papah belum pulang, apa kau lapar?" Ia mengalihkan topik.

"Aku juga lapar. Apa kau ingin buat sesuatu?" tanya Margaret.

"Ya. Aku akan bikin makanan dan kau kerjakan soal latihan itu, nanti aku cek." Morgan bangkit dari kursi. Kepergiannya dipandangi mata Margaret yang diam-diam merasa terkesan pada punggung lebar kakaknya.

Perubahan fisik Morgan membuat Margaret terkagum. Jika dulu kakaknya tampak lucu dengan pipi chubby, sekarang fitur wajahnya berubah begitu juga suaranya menjadi lebih berat, apalagi tubuhnya tumbuh tinggi dengan lebih cepat.

 Margaret merasa waktu berlalu sangat cepat. Sebab sewaktu mereka kecil, kakaknya cukup mengesalkan, dengan sering menjahilinya. Tetapi sekarang, kakaknya menunjukkan sisi dewasa sebagaimana laki-laki. Morgan lebih sering mengalah, tidak, bahkan mereka jarang bertengkar karena hal sepele.

Margaret gelengkan kepalanya, mencoba fokus pada buku latihan di meja belajar. Tiba-tiba saja aroma semerbak tercium menggoda. Margaret menolehkan wajahnya dan mendapati Morgan masuk sambil membawa mangkuk.

Cinta Tabu Si KembarDove le storie prendono vita. Scoprilo ora