Bab 26 - Guru

220 23 8
                                    

"Hah?" Margaret terdiam, bibirnya melengkung menyiratkan ketidakpercayaan pada ucapan Morgan, kemudian menghela napas jengah. "Garing sekali," cibir Margaret, mengingat gurauan Morgan memang tidak pernah terdengar lucu.

Respon Margaret sudah dapat diduga, dan Morgan tersenyum tipis seolah tahu tidak mungkin langsung dipercaya. Dia menegakkan tubuhnya dengan tatapan masih tertuju pada gadis itu. "Aku tidak bercanda. Suatu saat kau akan mengingat perkataanku ini, akan menjadi jawaban di pikiranmu nanti," ujar Morgan dengan kalimat yang tidak dapat dipahami otak kecil Margaret.

"Sebutkan saja ciri-cirinya kalau kau tidak mau menyebutkan namanya," desak Margaret lagi. Rasa penasarannya begitu kuat. Cinta pertama kakaknya sangat menarik untuk dibahas.

"Dia punya rambut panjang berwarna cokelat, matanya besar, kalau terkena sinar matahari akan berkilauan seperti madu," kata Morgan saat memakai kaosnya dari lemari.

Namun ciri-ciri tersebut terasa sangat umum mengingat ada banyak gadis dengan rambut cokelat dan bermata madu alias hazel. "Apa sekarang kau masih menyukainya?" Margaret seakan tidak bisa berhenti bertanya jika rasa penasarannya belum puas.

"Kami bahkan satu sekolahan sekarang. Dia cinta pertamaku dan masih bertahan sampai sekarang," ungkap Morgan. Satu petunjuk yang membulatkan mata Margaret ketika mendengarnya. Gadis itu terkejut sekali.

"Satu sekolah?" Nadanya penuh tanya sekaligus tak percaya. Margaret tidak pernah menyangka kalau sosok spesial di hari kakaknya berada dalam satu lingkaran. "Artinya dia sangat dekat sekali. Kalau satu sekolahan, aku pasti bisa mengenalinya. Beritahu aku dong, siapa gadis itu?" Margaret meminta, sedikit memohon.

"Dia cantik, punya banyak teman, dan cukup populer."

Margaret membayangkan sosok gadis itu dengan gambaran abu-abu. Kira-kira siapa gadis cinta pertama kakaknya? Margaret penasaran sekali.

"Apa dia seangkatan denganmu?" Margaret butuh petunjuk untuk mempersempit informasi.

"Tidak, dia setahun dibawahku," jawab Morgan seraya mengetik di keyboard. Lelaki itu terlihat santai saat membahas topik ini, tapi setiap jawabannya membuat Margaret tercengang berkali-kali.

"Dia seangkatan denganku?" Margaret bertanya tapi dengan nada yang meninggi, syok. Semua petunjuk itu memunculkan bayangan seorang gadis di pikiran Margaret, namun masalahnya, dari semua gadis yang dia tahu, hanya wajah Jessica yang terpikirkan di dalam otak. Ditambah lagi gadis misterius itu seangkatan dengannya.

Jessica adalah kemungkinan kuat gadis yang dimaksud kakaknya. Semua ciri-ciri yang disebutkan pun dimiliki Jessica. Dia cantik, berambut cokelat dan bermata madu, pun mudah bergaul serta populer. Terlebih belakangan ini, hanya Jessica yang terlihat lebih sering bersama dengan Morgan.

Hubungan mereka yang akrab justru menimbulkan percikan api di dalam hati Margaret. Seperti menghirup asap kebakaran, dadanya terasa sesak untuk bernapas. Sementara isi otaknya berseliweran adegan demi adegan antara Morgan dan Jessica, yang semakin memenuhi ruang memori Margaret.

Sejenak, Margaret menelan ludah dengan berat. "Apakah dia orang yang aku kenal?" Dia bertanya dengan hati-hati.

"Kau bahkan mengenalnya dengan sangat baik," sahut Morgan, tanpa tahu responnya membuat mata Margaret berkaca-kaca. Margaret melirik ke langit-langit kamar, mencegah air matanya jatuh, meski dia sendiri tidak mengerti dengan reaksi tubuhnya yang begini.

"Jadi, apa kau dan dia pernah tidur bersama?" Pertanyaan Margaret kali ini berhasil menarik atensi penuh Morgan dari layar laptop. Lelaki itu menghentikan kegiatannya lalu menatap Margaret dengan sorot mata menajam.

Kemudian dia bangkit dari tempat duduknya, pindah ke sisi Margaret yang duduk di pinggir ranjang. "Margaret," ucap Morgan menjeda sejenak. Dia mencari kosakata yang tepat untuk menjawab pertanyaan adiknya.

"Sepertinya kau mulai memiliki ketertarikan terhadap hal-hal seperti itu. Apakah kau penasaran dengan rasanya?" Morgan menyibak rambut Margaret ke belakang pundak.

"Tidak, hanya saja remaja seusia kita sudah melepas kesucian mereka pada orang tercinta. Kalau kau sudah, lantas bagaimana denganku? Aku belum menemukan lelaki yang kucintai secara tulus." Ucapannya bertentangan dengan isi hati. Margaret menunduk sedih. Sedih bukan karena dirinya masih perawan, tapi membayangkan adegan intim kakaknya bersama gadis lain.

Rasanya Margaret tidak rela. Sangat tidak rela, jika Morgan tidur bersama gadis lain. Margaret pun tidak tahu alasannya mengapa tidak rela. Seharusnya ia mengabaikan hal ini dan menganggap angin lalu seperti kakak beradik lain yang acuh tak acuh dengan kehidupan pribadi saudaranya. Tapi tidak mungkin bisa bagi Margaret.

Dengan lembut Morgan menolehkan dagu Margaret, membuat mata adiknya kini menatap ke arahnya. "Margaret, apa kau ingin merasakan manisnya cinta dan nikmatnya bercinta?" Giliran Morgan yang bertanya.

Bibir Margaret terbuka karena tercengang. Dalam sekejap kosakata di otaknya lenyap setelah mendengar kalimat itu dari Morgan. Bibirnya bergerak tapi tidak ada suara yang keluar, dia tidak mampu berkata-kata.

"Jangan serahkan hati dan tubuhmu pada orang yang salah. Ingat, keduanya sangat berharga," ujar Morgan. Telapak tangannya membingkai wajah Margaret, mengelus pipinya dengan ibu jari, dan mata mereka saling bertatapan. Tatapan mata yang menyiratkan hasrat terpendam. Wajah Morgan pun semakin mendekat, kemudian dia memiringkan kepalanya lantas mencium bibir Margaret.

Keduanya jatuh ke ranjang. Morgan di atas Margaret, mendominasi ciuman intensnya. Ciuman kali ini menunjukkan perubahan sikap Margaret, menjadi lebih menikmati tindakan Morgan secara rileks, di mana dia mengalungkan tangannya ke leher sang kakak seraya memejamkan mata dengan tenang.

"Kau masih pencium yang buruk," komentar Morgan. "Bagaimana kau akan mencium kekasihmu kalau masih seperti ini caramu berciuman?"

"Huh? Memangnya apa yang harus aku lakukan?" Margaret masih polos untuk hal beginian.

"Balas ciumanku, lakukan seperti yang aku lakukan padamu. Baru kau boleh berpacaran dengan lelaki yang kau sukai," kata Morgan.

"Benarkah? Kau serius?" Margaret merasa senang.

"Hanya jika kau lulus dalam latihan berciuman. Karena ciuman adalah hal basic yang harus kau kuasai dalam dunia percintaan."

"Bagaimana caraku melatih ciumanku?"

Morgan diam, menatap lurus ke mata hazel Margaret. "Inilah gunanya kita sering berciuman. Aku akan menjadi gurumu, tidak hanya dalam mata pelajaran tapi juga perihal ciuman."

***

Hampir setiap seminggu sekali mereka rutin mengunjungi rumah sakit untuk melihat kondisi ibu. Namun beliau masih betah tidur di ranjang rawat. Hari ini pun sudah genap dua bulan sejak ibu dirawat.

Margaret dan Morgan selalu keluar dari rumah sakit dengan wajah murung. Mereka kemudian masuk ke dalam mobil yang dikendarai langsung oleh ayah. Margaret duduk di depan, samping ayah, sedangkan Morgan di belakang sendirian.

Saat mobil sedang melaju tenang di jalan raya, Margaret tidak sengaja menemukan sebuah lipstik merah di bawah pintu. Dia mengamati lipstik itu lalu bertanya pada ayahnya. "Lipstik siapa di sini?" Margaret heran.

Menemukan lipstik wanita di mobil yang baru ayah beli setelah mobil sebelumnya ringsek akibat kecelakaan, merupakan penemuan mencurigakan menurut Margaret. Sebab dalam keluarga mereka hanya terdiri dua wanita, ibu dan dirinya, sedangkan dia sendiri tidak memakai lipstik bahkan tidak memiliki alat make up.

Kalau benda ini ditemukan di mobil lama, mungkin wajar dan pasti milik ibu. Tapi ada lipstik di mobil baru yang bahkan belum pernah ditempati ibu mereka yang masih koma di rumah sakit.

"Itu pasti milik klien ayah yang ketinggalan. Sepanjang siang tadi ayah ada bisnis dengan beberapa orang, salah satunya wanita baya yang sudah memiliki anak," jelas ayah dengan santai.

Margaret mengangguk-angguk, lalu menaruh lipstik merah itu kembali ke tempat ia menemukan. "Warna lipstiknya cocok untuk wanita tua," komentar Margaret.

"Bulan depan akan ada festival makanan, apa kalian akan pergi jalan-jalan keluar?" tanya ayah pada dua anaknya.

"Mungkin saja. Lagipula mana mungkin Margaret melewatkan acara tahunan seperti itu," ucap Morgan sambil melirik ke arah Margaret.

"Tapi, bukannya bulan depan kau sedang ujian final ya?" sahut Margaret. "Tanggal berapa ujiannya dimulai?"

"Kebetulan sekali hanya sehari sebelum festival makanan," jawab Morgan.

"Bagus! Setelah ujian selesai, kita akan merayakannya dengan makan di festival surganya makanan!" sorak Margaret bergembira.

***

Cinta Tabu Si KembarWhere stories live. Discover now