Bab 36 - Tersebar

151 18 1
                                    

"Devon! Devon! Tunggu!" teriak Margaret mengejar langkah Devon di lapangan sekolah. Setelah beberapa hari sulit ditemukan, Margaret melihatnya secara tak sengaja dan tidak berniat melepaskannya pergi begitu saja.

"Devon, ada yang ingin aku bicarakan denganmu!" Seketika punggung Devon berhenti berjalan. Margaret terengah-engah napasnya, kemudian berdiri di depan lelaki itu dengan menghalangi jalannya. "Kenapa kau menghindariku?" tanya Margaret.

"Aku tidak menghindarimu," kilah Devon.

"Bohong! Barusan aku panggil-panggil dengan sekeras yang aku bisa, kau tidak berhenti," kata Margaret telak.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" Devon mengalihkan topik.

"Aku ingin tahu bagaimana hubungan kita sebenarnya. Apakah kita berteman atau berpacaran setelah hari itu?" ungkit Margaret. Pertanyaan seperti ini terus mengganjal pikirannya selama beberapa hari ke belakang, gara-gara sulit berkomunikasi dengan Devon.

"Awalnya aku ingin kita berpacaran, tapi setelah tahu kau punya hubungan dengan lelaki lain, aku mengurungkan rencana itu dan memutuskan untuk berteman saja sebagai senior dan junior di sekolah," pungkas Devon, menohok perasaan Margaret yang terbengong dalam kebingungan.

"Apa maksudmu? Aku punya hubungan dengan siapa?" Margaret yakin sekali kalau dia tidak punya pacar. Bahkan tidak pernah berpacaran dengan siapapun.

"Kenapa kau bertanya? Sudah cukup, aku sibuk." Devon berlalu pergi, sementara Margaret hanya mematung penuh tanda tanya di kepalanya.

Dalam langkah lunglainya, dia menyadari semua tatapan orang di sepanjang koridor menatapnya. Margaret merasakan hal janggal seolah-olah ada sesuatu yang konyol menempel di wajahnya saat ini.

Dia buru-buru lari ke dalam kelas. Di kelas pun tatapan mereka sama sambil berbisik-bisik melirik Margaret. Margaret tidak nyaman dan berpikir apa yang salah dari dirinya. Hingga kemudian dua teman dekatnya menghampiri.

"Margaret aku tidak tahu kalau kau dan Ronald sedekat itu," kata Lua.

"Hah? Maksudmu?" Margaret jelas bingung dengan pernyataan tersebut. Hubungan pertemanan dia dan Ronald sudah lama renggang. Tapi sekarang dibilang dekat oleh sahabat sendiri?

"Ini." Lua menunjukkan foto di layar hp. "Kau dan Ronald berciuman saat kita semua di tempat karaoke kan?"

Mata Margaret membulat. Dia lupa dengan kejadian waktu itu, bahwa sempat ada jepretan foto yang menyadarkan dirinya dari mabuk sesaat. Tapi dia tidak tahu siapa yang memotret.

"Foto ini sudah tersebar di seluruh sekolah sudah tahu. Mereka menganggap kau dan Ronald punya hubungan khusus," jelas Lua.

"Hah???" Margaret sekarang mengerti alasan Devon menjauh. Rupanya karena Devon sudah melihat foto ini. Foto yang membuat Devon salah paham.

Margaret sontak berdiri, dia bergegas pergi mencari Ronald. Lalu menemukannya sedang bermain basket bersama teman-teman lain. "Ronald!" teriak Margaret.

Kegiatan Ronald langsung berhenti. Dia meninggalkan temannya untuk berjalan ke pinggir lapangan. "Wah, aku tidak menyangka kau mencariku. Ada apa?" Ronald bicara dengan bibir tersenyum miring. Semakin menambah rasa kesal di dada Margaret.

"Kau... Apa kau yang menyebarkan foto kita?" tuduh Margaret tanpa basa-basi.

"Foto? Ah foto kita berciuman di tempat karaoke itu? Bukankah itu foto yang bagus? Apa kau suka?" Respon santai Ronald mengundang emosi Margaret yang kian memuncak.

"Jadi kau yang menyebarkannya? Untuk apa?" Margaret bersungut. Kepalan di tangannya siap melayang kapan pun.

"Bukan aku. Aku juga tidak tahu mengapa foto itu tersebar. Memangnya yang memotret kita berdua adalah aku?"

"Lalu siapa?"

Ronald mengangkat bahu. "Aku tidak tahu. Mungkin orang iseng. Lagipula memangnya masalah kalau foto itu tersebar? Toh tidak ada yang dirugikan di antara kita kan? Kecuali menjadi bahan gunjingan orang-orang saja."

"Karena foto itu, lelaki yang aku suka jadi salah paham padaku!"

"Kakakmu?" tebak Ronald tiba-tiba. Margaret kaget sekaligus heran menatapnya. "Kenapa kakakku?"

Ronald balas dengan senyuman miring. "Aku tahu semuanya. Kau dan kakakmu punya hubungan incest."

Margaret terbungkam. Wajahnya menegang, sementara matanya mencerminkan sejuta tanya pada Ronald. Bagaimana dia bisa tahu hal itu?

Margaret lalu mendengus, mengatur ekspresinya kembali normal dengan cepat. "Jangan bicara omong kosong," ucap Margaret, mencoba berkilah dari tuduhan tersebut.

"Apa kau tidak penasaran dari mana aku bisa bicara begini?" tanya Ronald berkacak pinggang.

Margaret diam. Diamnya dianggap pertanyaan bagi Ronald yang kembali bicara. "Apa kau ingat festival makanan beberapa hari lalu? Aku melihatmu dan kakakmu di belakang tenda-tenda yang sepi, dan di sana kalian sedang berciuman," ungkap Ronald.

"Awalnya aku pikir aku salah lihat. Tapi mataku tidak salah mengenali kalian. Sungguh, aku tidak menyangka. Jadi inilah alasan mengapa kau menolak semua cinta para lelaki adalah karena kau mencintai kakakmu. Miris sekali," cibir Ronald lengkap dengan tatapan yang merendahkan.

Margaret ingin marah, tapi semua yang dikatakan Ronald membuat dia tak bisa beralasan lagi. "Kami tidak memiliki hubungan seperti yang kau bayangkan, Ronald," tegas Margaret. Untuk yang satu ini, dia berkata benar.

"Memang ada kakak beradik saling berciuman bibir? Itu terdengar aneh dan sangat tabu, Margaret. Kau tidak perlu menutupinya lagi dariku," desak Ronald berhasil memojokkan Margaret.

"Lalu, mau kau apa?" tantang Margaret sudah buntu.

Ronald melangkah maju. Dia tatap Margaret dengan serius, lalu menjawabnya. "Jadilah kekasihku."

"Ronald, kenapa kau sangat terobsesi padaku?" Margaret tak habis pikir pada lelaki ini. Padahal sudah dia tolak berkali-kali tetapi Ronald tidak juga menyerah.

"Kau adalah tipeku. Semakin kau menolakku, semakin aku mengejarmu," ucap Ronald.

"Aku tak mencintaimu."

"Kau hanya mencintai kakakmu kan? Bagaimana kalau hubungan kalian aku publikasikan?"

"Bagaimana caranya? Dengan bukti apa?"

Ronald kemudian menunjukkan layar hpnya, sebuah foto Margaret dan Morgan berciuman di festival hari itu. Margaret terbelalak.

"Bukankah tadi kau bilang tidak sempat memotret kami?" Nadanya meninggi.

"Itu bohong. Tadinya aku tidak ingin menunjukkan foto ini untuk mengancammu, tapi kau pasti menolak untuk mewujudkan keinginanku. Jadi dengan terpaksa aku tunjukkan foto ini, dan aku tidak akan segan untuk menyebarkannya ke sekolah."

"Entah bagaimana reaksi para guru nanti. Pasangan kakak beradik kandung berciuman. Wah, akan menjadi berita menghebohkan seluruh sekolah kita. Mungkin lebih heboh dari berita tentang foto kita berdua. Dan kemungkinan yang terjadi adalah orang tua kalian dipanggil atau kalian dikeluarkan dari sekolah karena telah melakukan hal tabu."

"Oh iya, apakah orang tua kalian sudah tahu hubungan terlarang kalian?"

"Sudah kubilang! Aku tidak punya hubungan khusus dengan kakakku!" teriak Margaret. Desakan Ronald membuat pikirannya jadi frustasi seolah menemukan tembok yang membatasi pandangannya.

Ronald membungkuk ke sisi wajah Margaret. Dia berbisik. "Jadilah kekasihku, maka rahasia kalian akan aku simpan rapat-rapat." Saat itu, Ronald melihat Morgan sedang memperhatikan mereka dari jauh. Ronald menyeringai. Tiba-tiba mencium pipi Margaret kemudian berlalu pergi dengan perasaan puas.

Margaret hanya mematung sambil memegangi pipinya, mengusap jejak bibir Ronald di sana dengan kesal, tanpa menyadari sepasang mata Morgan menatapnya tajam.

***


Cinta Tabu Si KembarNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ