Bab 55 - Di Bawah Hujan

196 20 11
                                    

Morgan memandang Margaret dengan ekspresi yang penuh pertimbangan, seakan mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk menyampaikan pesannya. Setelah beberapa saat hening, dia memutuskan untuk mengambil langkah berani.

"Margaret," ucap Morgan dengan suara yang serius, membuat Margaret menoleh ke arahnya dengan ketertarikan yang jelas tergambar di wajahnya.

"Aku ingin bicara denganmu tentang sesuatu yang sangat penting," lanjut Morgan, suaranya terdengar berat dan bergetar sedikit.

Margaret menahan napasnya, merasakan kekhawatiran mulai menghampirinya. Dia mencoba mempertahankan ketenangannya, meskipun hatinya mulai berdebar tidak menentu.

"Aku merasa sulit untuk menemukan cara yang tepat untuk mengatakannya," kata Morgan sambil menyodorkan sebuah amplop pada Margaret, gerakannya agak gemetar.

Margaret menggigit bibirnya, menahan gejolak emosinya. Tangannya gemetar saat dia menerima amplop tersebut, mengetahui bahwa isinya mungkin akan mengubah segalanya.

Dengan napas yang terengah-engah, Margaret akhirnya membuka undangan tersebut. Tatapan matanya langsung terpaku pada isinya, seolah waktu berhenti sejenak di tempatnya.

"Undangan pernikahan kami," ucap Morgan, suaranya hampir tercekat oleh perasaan cemas.

Margaret merasakan dadanya sesak, seakan dunia di sekelilingnya tiba-tiba berhenti berputar. Dia mencoba menelan ludahnya yang terasa seperti batu, berusaha untuk menemukan kata-kata yang tepat untuk diucapkan.

"Dengan siapa?" tanyanya, suaranya hampir terdengar tercekik oleh kebingungannya.

"Dengan Jessica," jawab Morgan dengan suara yang hampir serak, menyebut nama tersebut dengan ragu.

Mata Margaret membulat, dia merasakan kekecewaan dan kebingungan bergelut di dalam dirinya. Dia mencoba menyembunyikan rasa sakitnya di balik ekspresi wajah yang tegar. "Kenapa?" tanyanya akhirnya, suaranya terdengar rapuh dan penuh dengan keputusasaan yang tersembunyi.

"Kami dijodohkan. Aku tidak mempunyai pilihan lain untuk menerima pernikahan itu," ungkap Morgan menunduk tak berdaya.

Tangan Margaret di bawah meja bergerak meremas roknya dengan kuat. Kabar ini terlalu menyakitinya. Lebih menyakitkan daripada apapun sepanjang dia hidup. "Kenapa kau tidak bisa menolak? Apakah mereka mengancammu?" Margaret berusaha sekuat tenaga menahan air matanya yang melonjak ke pelupuk mata.

"Maafkanlah aku, Margaret," bisik Morgan dengan suara gemetar, matanya terpaku pada sosok wanita di hadapannya. "Aku tak sanggup mengungkapkannya padamu di sini."

Dalam gemuruh kesibukan di sekeliling mereka, Morgan menambahkan dengan lirih, "Tetapi hadirilah pernikahan kami nanti. Di sana, aku akan menunggumu dengan segenap rindu yang kuhimpun selama ini."

Dengan gerakan yang tegas, Morgan bangkit dari kursinya, meninggalkan Margaret yang terdiam dengan kekecewaan dalam matanya. Langkahnya yang mantap meninggalkan jejak di lantai marmer, tanpa sekalipun melirik ke belakang.

Cinta Tabu Si KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang