Bab 42 - Cinta Kita

399 34 8
                                    

WARNING!
Harap cek kanan kiri depan belakang kalian sebelum membaca bab ini. Dikhawatirkan ada keluarga kalian yang ngintip membaca bab ini.

***

Morgan membaringkan Margaret perlahan ke ranjang. Dan dengan lengan yang masih menggantung di lehe Morgan, gadis itu berkata dibalik bahu sang kakak, "Matikan lampunya." Margaret menggumam merona.

"Tentu, my princess."

Lampu dimatikan. Suasana kamar jadi gelap dan hanya cahaya yang berasal dari luar jendela, menciptakan bayangan mereka berdua di atas ranjang.

Morgan kembali dengan ciuman lembut, lalu turun ke leher Margaret dan menghirup aroma harum yang tertinggal di sana. Sentuhan bibirnya di ceruk leher membuat Margaret merasakan sensasi geli. Bahkan belum pernah ada yang menyentuhnya di bagian leher. Morgan adalah orang pertama dalam hidup Margaret yang mencium lehernya.

Kemudian Morgan bergerak ke bawah dengan membenamkan wajahnya di dada bulat Margaret. Dia mengecup beberapa kali pada payudara gadis itu, sebelum menjilat putingnya yang bereaksi tegang, membuat Margaret tersentak merasakan basah lidah Morgan di sana, lalu mengulumnya seperti bayi yang sedang menyusu. Seketika menimbulkan getaran menarik dirasakan tubuh Margaret. Dirinya seakan tersengat listrik yang mengalir sampai pada titik sensitif di bawah sana.

Kening Margaret mengeryit sambil meremas rambut Morgan secara naluriah, saat lelaki ini bermain di dadanya.  Kemudian Morgan bergerak turun mengecupi perut rata Margaret hingga terhenti pada belahan sensitif sang gadis.

Morgan mengangkat kedua kaki adiknya, menekuk, dengan paha terbuka lalu menempelkan wajahnya pada vagina. Dia menjilat area paling sensitif dari seorang gadis.

Spontan Margaret memekik kaget, disertai desahan pertamanya ketika merasakan bagian bawah dibelai lidah panas Morgan. Permainan Morgan di bawah sana membuat Margaret mengalami perasaan yang menyenangkan. Bibir Morgan yang bermain dengan area sensitifnya terasa bagaikan menyedot kewarasan Margaret.

Seolah-olah seluruh beban di pikiran Margaret mengudara seiring mulutnya yang terbuka mengeluarkan desahan mesra. Kenikmatan yang tak tertahankan membuat punggung Margaret melengkung sambil menekan kepala Morgan di bagian itu. Memperdalam ciuman Morgan, merasakan lebih kuat lidah basah kakaknya di dalam kemaluan.

"Kak, aku mau pipis..." desah Margaret dengan suara terbata-bata.

"Lakukan saja." Morgan membalas dengan bibirnya yang masih menempel di sana. Lalu dia bangun dari paha Margaret.

"Aku akan memasukkan jariku. Jika kau tidak nyaman, tahan saja." Satu jari tengah lantas dimasukkan Morgan ke tempat yang sama pada Margaret. Tindakannya seketika membuat Margaret tersentak kaget dengan langsung meremas seprai.

Sesaat Margaret merasa tidak nyaman, tapi jari Morgan yang berputar di dalam tubuhnya justru meningkatkan sensitivitas pada bagian itu. Sehingga Margaret terus mendesah sembari tubuhnya menggeliat.

"Kau menjepit jariku kuat sekali. Rileks." Lembab daging adiknya membuat Morgan semakin gelisah karena ereksi. Lalu perlahan-lahan dia melepaskan jarinya keluar. "Bagus, my Maggie." Morgan puji usaha Margaret untuk rileks. Saat itu juga cairan cinta mengalir dari lubang Margaret.

"Sekarang kau sudah lebih siap untuk permainan inti." Morgan menyiapkan diri. Dia membuka bungkus karet kemudian memakainya pada kemaluannya yang menegang. "Ini akan sakit untuk pengalaman pertamamu. Tapi aku akan lebih lembut saat melakukannya," bisik Morgan dengan suara serak.

Dia merangkak ke atas tubuh Margaret, sembari tangan satunya mengarahkan tongkat panjangnya ke pintu rahasia adik perempuan. Morgan bergerak masuk perlahan-lahan, dan Margaret merintih kesakitan.

"Ini sakit...!" rengek Margaret sambil mencakar punggung lebar Morgan. Tapi rengekannya tidak membuat Morgan berhenti dan terus bergerak masuk menembus pertahanan terdalam gadis itu.

"My Maggie..." Morgan mendesahkan namanya. Kemudian mencium bibir Margaret dengan penuh kasih, mengisyaratkan agar bagian bawah sana untuk lebih rileks. Karena tidak hanya Margaret yang sakit menerima tekanan, tapi juga Morgan yang merasakan kemaluannya dijepit begitu kuat. "Aku belum memasukkan seluruhnya," gumam Morgan memberitahu.

"Apa? Kenapa belum?" Margaret kaget saat merasa dirinya sudah terisi penuh. Namun ternyata itu semua belum selesai yang membuat dia teringat dengan ukuran Morgan. "Sebenarnya, berapa senti ukuranmu?" tanya Margaret penasaran dengan dahi yang terus berkerut dalam.

"Tujuh belas sentimeter," jawab Morgan serak. Angka yang mengesankan, dari ukuran normal pria dewasa di Eropa yang rata-rata empat belas maupun lima belas senti.

Pantas saja, tidak heran. Margaret merasa kelamin kakaknya seolah tidak ada habisnya. Namun pada akhirnya Morgan berhasil membenamkan seluruh aset miliknya di dalam tubuh hangat Margaret tercinta.

"Kau milikku sepenuhnya," ucap Morgan mengelus rambut Margaret dengan sayang, mengusap peluh di pelipis gadis itu.

"Ya. Dan aku... Takkan melepaskanmu bersama gadis lain lagi," sahut Margaret membingkai wajah tampan Morgan yang berada di atasnya. "Lupakan gadis lain, ingat saja diriku."

"Aku tak pernah berpikir bersama gadis lain kecuali dirimu."

"Lalu pacarmu? Sudah berapa kali kau tidur dengannya?" tanya Margaret, nadanya menuntut, sedikit emosi tapi kembali meringis saat Morgan bergerak pelan di bawah sana.

"Aku malu mengatakannya, bahwa ini juga pengalaman pertamaku melepaskan keperjakaanku untuk adik perempuanku," ungkap Morgan. Dia mendorong pinggulnya dan bergerak secara konstan di dalam kemaluan Margaret.

"Apa?" Antara kaget dan tidak percaya Margaret mendengar pengakuan tersebut. Tapi keyakinan Margaret pada Morgan tidak pernah berubah dan selalu percaya dengan perkataannya yang tak pernah membohonginya.

"Jadi, cerita yang dikatakan pacarmu itu di sekolah, adalah cerita bohong? Dia mengatakan kalau kalian sudah tidur bersama," ucap Margaret.

"Kami tidak pernah sejauh itu. Sama seperti dirimu dengan pria brengsek itu, aku terpaksa menjalin hubungan dengan orang yang tak kucintai demi dirimu."

Air mata Margaret menggenang di pelupuk mata. Alasan Morgan semakin membuatnya terharu dan merasa berharga. "Kenapa dia berbohong pernah tidur denganmu?"

"Aku tidak tahu dan tidak mau peduli dengan orang lain. Di sini, hanya ada kau dan aku." Morgan meringis, menjeda ucapannya sejenak.

"My Maggie, aku mencintaimu," kata Morgan. Kembali mengejutkan Margaret yang menatapnya dengan sayu.

"Aku sangat mencintaimu sejak dulu. Hanya kau yang aku cinta di dalam hatiku." Jantung mereka berdetak seirama. Napas mereka saling bertabrakan. Panas dan penuh hasrat.

"Ah!" Margaret menjerit tertahan, saat dorongan tubuh Morgan semakin cepat. Mereka tahu mereka akan mencapai klimaks. Secara naluriah pun Margaret memeluk leher Morgan, sementara lelaki itu memegang pinggang rampingnya, mengangkat pinggul Margaret seraya menekan tongkatnya lebih dalam lagi.

"Perutku penuh!" lenguh Margaret. Sedetik kemudian Margaret merasakan sesuatu mengalir dengan hangat di dalam kemaluannya. "Ah, itu..." Margaret bingung.

"Ya. Ini aku yang keluar," gumam Morgan dengan suara seksinya, merasakan kondom tipisnya mulai terisi dengan jus cinta.

***


Cinta Tabu Si KembarWhere stories live. Discover now