Bab 29 - Tekad Baru

198 21 7
                                    

Margaret ke dapur untuk sarapan. Di sana dia bertemu ayahnya yang sedang memasak di dapur. Dia mengenakan apron sambil tangannya terampil memegang alat masak.

"Margaret, ayah memasak telur gulung kesukaanmu. Duduklah, di sana sudah ada susu. Makanannya sebentar lagi matang," kata ayah.

Margaret tidak menyahut. Ekspresinya dingin. Masih terbayang memori Margaret mengenai kesaksiannya semalam. Margaret syok dan hanya bisa memendamnya menjadi sebuah rahasia pribadi.

Tidak lama kemudian Morgan menyusul ke meja makan. Duduk berdampingan dengan Margaret. Sementara ayah menyajikan makanan ke meja. Bukan makanan mewah. Terlihat sangat sederhana tapi sudah biasa mereka makan sebagai salah satu menu sarapan. Omelet, disertai topping keju dan daging sapi panggang, dengan minuman susu vanila.

"Morgan, ayah dengar kau lulus ujian seleksi pertama. Selamat, ya." Ayah memulai percakapan.

"Hm." Morgan hanya menggumam saat mulutnya penuh potongan omelet.

"Bagaimana denganmu, Margaret? Apa kau belajar dengan rajin? Tidak lama lagi akan ujian semester. Kau harus dapat nilai sedikitnya di atas rata-rata," kata ayah, kalimatnya tak jarang mendikte gadis itu.

"Aku belajar cukup sering bersama kakak. Aku yakin ujian semester nanti aku akan dapat nilai bagus," sahut Margaret datar.

"Apa kau ingin les? Akan ayah carikan tempat les terbaik," usul ayah.

"Tidak perlu," tegas Margaret.

"Kenapa? Banyak pelajar yang dapat pendidikan tambahan di luar sekolah. Selagi ayah mampu membayar pendidikan anak, kenapa kau menolak?" heran ayah.

"Apa ayah mampu melunasi biaya rumah sakit kita?" sergah Margaret. Dia sempat menguping pembicaraan ayah dengan Morgan saat dua orang itu berada di ruang kerja. Sedikitnya dia tahu bahwa kondisi finansial keluarga sedang diterjang angin.

Ayah diam sejenak, butuh beberapa saat sebelum menjawabnya. "Proyek yang ayah kerjakan berjalan lancar. Jadi ayah mendapat banyak bonus dari perusahaan. Kau jangan memikirkan soal keuangan keluarga. Fokus saja pada pelajaranmu. Jangan kecewakan ayah dengan nilai buruk," pungkas ayah bercerita.

Margaret diam dengan muka cemberut.

"Tidak apa-apa jika kau tidak ingin les. Tapi pastikan lulus sekolah nanti kau masuk perguruan tinggi yang bagus," ujar ayah memerintah. Kemudian ayah mengeluarkan lembaran uang untuk kedua anaknya. Jumlahnya bertambah dari uang jajan biasanya.

Meskipun Margaret mulai benci pada ayah, dia tidak bisa menolak uang jajan. Mereka menerima uang itu tanpa banyak berkomentar. Begitu selesai sarapan, mereka segera berangkat ke sekolah. Namun hari ini ayah turut pergi ke kantor bersama kedua anaknya. Sehingga mereka semobil bersama.

***

Margaret masuk ke kelas. Sikapnya acuh melewati Ronald yang sedang mengobrol dengan teman-teman. Tapi Ronald memperhatikannya kemudian bergegas menyusul Margaret ke tempat duduk di sana.

"Margaret, kenapa semalam kau pergi tidak pamit? Kami sempat dapat masalah di tempat karaoke," kata Ronald. "Untungnya Jessica membayar semua biaya sewa."

"Itu bukan urusanku," ketus Margaret. Mukanya cemberut.

"Apa terjadi sesuatu yang buruk padamu?" tanya Ronald membaca raut wajah masam gadis itu.

"Sesuatu yang buruk itu, dirimu," balas Margaret judes.

Ronald merasa aneh. Dia sendiri masih ingat bagaimana gadis itu menciumnya duluan. Tapi sekarang sikapnya mendadak berubah seolah-olah tidak terjadi apa-apa di antara mereka. "Apa kau menyesal dengan ciuman semalam?" ungkit Ronald.

Sesuatu yang ingin Margaret lupakan, kini malah dibahas kembali dengan mudahnya oleh lelaki itu. Margaret merasa marah sekarang. Ketidaksukaannya pada Ronald pun bertambah kuat. "Aku tidak pernah mencintaimu. Tertarik pun tidak. Jangan berharap apapun dariku, Ronald. Menyerahlah," tegas Margaret penuh penekanan.

Cinta Tabu Si KembarWhere stories live. Discover now