Bab 41 - Milikku

314 27 4
                                    

"Apa kau yakin?" tanya Morgan dengan nada meragukan, sembari tubuhnya mengurung Margaret yang kini berbaring telentang di ranjang. Masih berpakaian lengkap. Namun, posisi Morgan yang berada di atas tubuh Margaret seolah memegang kendali dalam situasi ini.

"Sekarang belum terlambat untuk berubah pikiran, Maggie." Morgan merendahkan suaranya, berbisik lembut, menimbulkan kesan deep voice yang terdengar menggoda lawan jenis, tidak terkecuali Margaret sendiri.

Detak jantungnya berdegup lebih cepat. Margaret sampai bisa merasakan dengan jelas darahnya mengalir cepat di dalam nadi dan membawa tekanan suhu yang lebih tinggi. Seluruh tubuhnya terasa panas sekaligus tegang di bawah tindihan Morgan yang menahan dengan dua siku.

Margaret gugup, dan dia menelan salivanya keras. "Kalau gadis lain bisa denganmu, kenapa aku tidak bisa?" balas Margaret setelah mendapatkan keberanian untuk menantang, walau sejujurnya merasa takut.

Namun, tetap tidak membuat Morgan percaya. Morgan mendengus. "Kita pulang saja." Morgan bangkit, tapi dengan cepat kerah pakaiannya ditarik Margaret. Morgan kembali menindih Margaret dengan tangan yang menahan tubuhnya sendiri.

"Tidak!" Margaret menolak keras. Tatapannya menunjukkan tekad bulat seperti ksatria yang siap mati di medan perang. Sorot mata yang mengesankan di mata Morgan sampai dirinya tertegun mematung.

Kemudian dia menarik napas dan menghelanya dengan pelan. "Sekali terikat denganku, kau tidak bisa lepas dengan bebas, Maggie. Pikirkanlah konsekuensinya. Karena aku tidak akan melepaskan apa yang sudah aku dapatkan, tidak peduli dengan resiko yang akan aku hadapi nanti," ucap Morgan serius.

"Aku ingin kau menjadi milikku. Hanya milikku, kak. Aku tidak ingin berbohong lagi pada diriku. Milikilah aku sepenuhnya, karena aku milikmu... sejak lama."

Morgan terkejut mendengar dua suku kata akhir tersebut. Kalau sudah sejak lama, itu berarti cinta yang dia miliki untuk Margaret sebenarnya terbalaskan. Kata-katanya menghapuskan segala keraguan yang menahan diri Morgan. Ditambah dengan kesungguhan di dalam mata Margaret tidak terbantahkan. Maka lelaki itu memulai aksinya dengan mencium Margaret lembut, dibalas gerakan bibir Margaret seraya mengalungkan lengannya ke leher sang kakak.

Mereka saling menyalurkan perasaan yang terpenjara begitu lama dalam ciuman terlarang. Menikmati setiap detik saat bibir mereka menyatu, merasakan dengan jelas manisnya ciuman Morgan untuk disimpan di dalam memori, dan akan Margaret kenang di kemudian hari.

Meski cara Margaret membalas ciumannya masih payah, Morgan tidak menuntut dalam paksaan. Dia memimpin ciuman mereka dengan cara yang lembut dan lambat. Saling menukar saliva dan menyapa lidah. Morgan dan Margaret larut dalam ciuman yang semakin intens. Kemudian tangan Morgan menyelinap masuk ke dalam pakaian adik perempuannya, merasakan kulit halus pinggang Margaret seraya merambat naik menuju tali bra di punggung.

Tetapi tiba-tiba Margaret mendorong dadanya menjauh, dan Morgan melepaskan ciumannya. Dia menatap wajah Margaret yang merona. "Bukankah seharusnya kita mandi dulu?" ucap Margaret setengah mati menahan malunya.

"Kau benar." Morgan bangkit dari atas Margaret. "Mandilah dulu, aku akan menyusul," kata Morgan.

Margaret turun dari ranjang. Dia menutup pintu kamar mandi dan bersandar pada pintu sambil memegangi dada bagian kiri, di mana dia merasakan jantungnya terus bertalu-talu keras seperti genderang. Gugup tapi menyenangkan. Margaret tidak mau mundur. Keputusannya sudah bulat. Hatinya tegas menekankan bahwa malam ini dia akan tidur dengan Morgan, kakaknya sendiri.

Kemudian dia melepas seluruh pakaiannya dan melangkah masuk ke dalam bathtub berisi air hangat. Margaret duduk berendam meluruskan kakinya dengan nyaman. Tiba-tiba saja dia dikagetkan dengan pintu kamar mandi yang dibuka dari luar. Morgan muncul dan berjalan masuk dengan langkah mantap.

"Akan lebih cepat jika kita mandi bersama," kata Morgan. Dia tidak ragu untuk membuka seluruh pakaiannya dan telanjang di depan mata Margaret. Sehingga membuat Margaret yang masih malu itu memalingkan pandangannya seakan tidak melihat apapun di tubuh polos kakaknya.

Margaret menekuk lututnya dan memeluk kakinya sendiri ketika tahu lelaki itu masuk ke bathtub yang sama, lalu mereka duduk berhadapan. Suasana menjadi hening bahkan terasa awkward bagi mereka berdua. Sebuah bebek karet yang mengapung di tengah-tengah mereka seakan mengejek Margaret yang malu-malu kucing.

"Apa kau ingat, dulu kau tidak mau mandi kalau tidak ada bebek karet," celetuk Morgan.

Margaret tercengang. "Kenapa kau masih ingat? Aku saja sudah lupa," sahut gadis itu.

Morgan tersenyum. "Tidak ada yang aku lupakan semua kebiasaanmu sewaktu kecil," kata Morgan, membuat Margaret merasa sangat diperhatikan laki-laki itu. Lagi, gadis itu merona untuk ke sekian kali, dan dia sembunyikan wajahnya dibalik lengan yang dilipat di atas lutut.

Lalu Margaret mengintip sedikit dari balik lengannya, menatap penampilan Morgan yang tampak mulus. Dia melihat jakun Morgan di leher yang kokoh, pundak yang lebar dan dadanya membentuk sekotak bidang yang keras. Dan, Margaret baru menyadari kalau tubuh bagian atas kakaknya terlihat sudah terbentuk dengan otot-ototnya yang liat, itu menggoda pandangan Margaret yang terpaku pada keindahan mulus kulit lelaki itu.

Margaret berkedip cepat dan tersadar bahwa dia telah jatuh dalam pesona Morgan. Tiba-tiba Margaret tersentak melihat bibir Morgan tersenyum. Reflek tatapan Margaret naik menatap ke wajah lelaki itu. Dia mendapati kakaknya sedang memperhatikan dirinya.

"Kau akan memiliki semua yang ada di tubuhku, my Maggie." Ucapan Morgan seakan membaca isi pikiran Margaret saat ini. Margaret terkejut seketika, merasa seperti maling tertangkap basah, karena telah diam-diam mencuri pandangan ke arah tubuh lelaki itu.

Sedetik Morgan menarik kaki gadis itu, dalam sekejap kedua kaki Margaret terbuka di depan paha keras Morgan. Paha mereka saling menempel, hampir tidak ada jarak di antara mereka lagi. Saking dekatnya mereka duduk berhadapan, membuat Margaret dapat merasakan vaginanya menekan benda keras yang berkedut di dalam air.

Morgan sudah menegang sejak tadi. Tapi dia masih menahan diri dengan sabar. "Aku juga memikirkan hal yang sama denganmu. Bahkan membuatku gila saat berpikir tidak ada masa depan cerah dalam hidupku jika tanpa dirimu," ucap Morgan. Sebaris perkataan yang membuat Margaret terkejut paham.

Margaret membungkam mulutnya, sementara matanya terbelalak menatap Morgan. "Jadi, kau selama ini..." ucap Margaret menggantung, dan merasa tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Morgan lantas menarik tengkuk gadis itu, menyatukan kembali bibir mereka dalam ciuman panas.

Namun singkat. Karena Morgan melepas tautan bibir mereka untuk bicara. "Sebaiknya kita pindah ke ranjang."

***

Cinta Tabu Si KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang