Bab 27 - Karaoke

187 22 2
                                    

Hari ini ada ujian renang di kelas Margaret. Semua murid telah berganti pakaian dengan baju renang yang tertutup. Mereka berkumpul di pinggir lapangan, mendengarkan penjelasan guru olahraga tentang penilaian dalam ujian renang.

Sementara di sisi lain kolam juga terdapat sekumpulan murid dari kelas lain yang memiliki jadwal olahraga di hari yang sama. Kelas lain itu adalah kelasnya Morgan.

Beberapa anak laki-laki melirik ke adik kelas mereka. Memuji pesona murid perempuan yang memakai baju renang ketat di seberang kolam sana.

"Sepertinya tubuh adikmu bagus juga," komentar Rocky dengan tatapan nakal terarah pada Margaret.

Morgan langsung menggeser badannya menjadi berdiri di depan Rocky, menghalangi pandangan temannya dari sang adik. "Kenapa kau tidak memujiku juga? Aku kembarannya loh," sindir Morgan dengan raut wajah ditekuk dingin.

Seketika bulu kuduk Rocky meremang. "Apa? Kau gila?" Rocky menyingkir dan menjauh dari lelaki itu.

Margaret dan lainnya pemanasan, lalu nama mereka disebut satu persatu untuk bersiap berenang ke ujung kolam. Setiap lima murid berbaris di tepi kolam, kemudian mereka mulai terjun ketika peluit dibunyikan. Mereka berlomba, tidak hanya siapa yang tercepat, tapi juga siapa yang terbaik melakukan teknik.

Semua murid di atas kolam, menyaksikan sambil menunggu dengan cemas. Termasuk Margaret yang berusaha menekan rasa gugupnya. Mereka melihat Ribella tampak mendahului, sementara teman-temannya tertinggal jauh di belakang.

Akhirnya gadis itu mencapai garis finish duluan dibanding keempat lainnya. Margaret terkesan melihat aksi tersebut.

"Seperti yang diharapkan dari sang juara renang terbaik tingkat kota tahun lalu," pukau Margaret ketika Ribella naik ke permukaan.

"Semangat, Margaret. Kau harus mengejar ketertinggalanmu selama kau sakit," ucap Ribella menepuk pundak Margaret. Margaret hanya meringis dan merasa tidak yakin.

"Tidak ada yang bisa menandingi teknik renang dan kecepatanmu di kelas kita. Kau tetap yang terbaik," kata Margaret pesimis. Margaret sadar diri bahwa sebelumnya dia tidak pernah latihan renang secara khusus untuk persiapan hari ini. Tidak, jika guru olahraga itu memberitahu anak muridnya jauh-jauh hari akan ada penilaian renang hari ini. Pengumumannya terlalu mendadak, tapi mereka harus siap meski tidak siap.

"Siapa yang tahu, Margaret," sahut Ribella. "Setidaknya kau sudah berjuang untuk menjadi unggul dalam timmu saat ini." Ribella memberikannya semangat motivasi.

Kemudian nama Margaret disebut guru untuk bersiap. Margaret semakin deg-degan. Dia melangkah ke tepi kolam, berbaris dengan murid lainnya, yang di antaranya ada Jessica.

Begitu peluit dibunyikan, mereka langsung melompat ke dalam air. Berenang dengan cepat menuju ujung kolam. Margaret melakukan berhasil menyentuh tembok diujung kolam, kemudian berputar arah dengan cepat, berlomba untuk mencapai titik start kembali.

Namun, ketika mencapai bagian tengah kolam, gerakan Margaret melambat. Margaret merasakan sakit di bagian kaki, sampai-sampai kakinya terasa berat untuk didorong dalam air. "Sial, kenapa harus di saat yang tidak tepat?" keluh Margaret. Menyadari dirinya mendadak kram otot.

Setelah perjuangannya memaksakan diri untuk terus melaju lebih cepat, usaha Margaret dihentikan oleh kram yang semakin kuat. Margaret pun tenggelam. Jatuh ke dasar kolam dasar kolam sedalam dua meter.

Semua orang panik. Termasuk guru yang seketika melompat ke kolam, menarik tubuh tak berdaya Margaret naik ke permukaan. Lalu dibaringkan ke lantai dingin yang basah. Dalam sekejap, mereka mengelilingi Margaret dengan khawatir. Guru meminta mereka untuk memanggil perawat ke sini.

"Hey, kau lihat tadi? Ada yang tenggelam." Bisik-bisik teman-teman di sekitar, sampai di telinga Morgan. Morgan melihat teman kelasnya membicarakan sesuatu dengan wajah kaget.

Lelaki itu lantas mengedarkan pandangannya, dan menemukan orang-orang dari kelas Margaret tampak berkumpul mengelilingi sesuatu.

"Kalau tidak salah, yang tenggelam itu adiknya Morgan kan?" Sedetik kalimat itu terdengar, Morgan berlari menuju sekelompok orang di sana.

Dia menyelinap masuk ke dalam kerumunan, lalu terhenti kaget ketika melihat dengan mata kepala sendiri, yang terbaring di lantai adalah adiknya. Margaret. Sontak dia berlutut di samping tubuh Margaret. Terlihat sedang diberikan tindakan pertolongan pertama dengan menekan-nekan dadanya.

"Kenapa ini bisa terjadi?" Suaranya meninggi, cemas.

"Airnya belum keluar. Dia harus segera sadar," kata perawat, masih berusaha memompa dada Margaret.

Lantas Morgan menyingkirkan guru itu ke samping, dan mengambil alih tindakan pada Margaret dengan memberinya napas buatan. Semua teman-teman gadis itu hanya bisa menonton, hingga suara batuk terdengar. Tubuh telentang itu bergerak kembali, Margaret akhirnya tersadar.

"Margaret!" Morgan peluk adiknya dengan haru. "Kenapa ini bisa terjadi?"

"Kakiku kram."

Mendengar itu, perawat wanita langsung memeriksa bagian kaki Margaret. Dia memberi sedikit pijatan lembut di sana hingga akhirnya Margaret berteriak. Namun, dalam waktu singkat, perawat yang terampil itu mampu menyelesaikan masalah Margaret.

Jessica hanya bisa mengepalkan tangannya. Dia tidak mengira insiden ini terjadi di mana Morgan sampai memberi napas buatan untuk Margaret.

Pikiran konyol Jessica pun berputar. Apa jadinya jika dia yang berada di posisi Margaret sekarang. Kira-kira siapa yang akan memberinya napas buatan? Jessica tentu berharap orang itu adalah Morgan.

***

Saat jam istirahat, Jessica mengajak ketiga gadis itu untuk karaoke sepulang sekolah. Dengan kompak mereka bertiga setuju. Maka Margaret meminta izin pada Morgan melalui pesan singkat, bahwa dia tidak langsung pulang ke rumah.

Morgan mengizinkan. Toh dia juga ada jadwal les hari ini.

Begitu keempat gadis itu tiba di ruang karaoke, Margaret terkejut melihat di dalam sudah ada beberapa anak laki-laki. Satu di antaranya adalah Ronald. Jumlah mereka seimbang.

"Jessica, kau yang mengundang mereka?" tanya Margaret sedikit berbisik di dekat telinga gadis itu.

"Ya, kurang seru kalau hanya ada anak perempuan. Kita akan bersenang-senang sampai lelah," ujarnya.

Margaret menghela napas. Anak-anak muda itu duduk berhadapan dengan meja persegi di tengah. Margaret duduk berdampingan dengan sesama perempuan, begitu juga sebaliknya. Sudah terdapat beberapa kaleng minuman milik para anak laki-laki itu.

"Kalian ingin pesan minuman apa?" tawar Jessica pada teman perempuan, siap menekan tombol telepon kabel yang tersedia di sudut ruangan kecil ini. Ribella dan Lua memesan soda, diikuti Margaret.

Mereka hanya masih dibawah umur untuk memesan minuman beralkohol. Pelayan karaoke pun tidak membolehkan mereka memesan minuman itu. Soda masih lebih baik daripada tidak minum sama sekali.

Lagu pun diputar, pesta dimulai. Mereka larut dalam keseruan bernyanyi walau tidak memiliki suara bagus. Namun, ketika giliran Jessica memegang mic, semua temannya tertegun mendengar suara gadis itu.

"How beautiful!" puji salah satu lelaki di sana.

"Aku tidak tahu kalau dia punya suara seindah itu," sambung Margaret, sama terpukaunya dengan wajah di ruangan ini.

"Jessica! Kau pantas menjadi penyanyi!" seru Lua bertepuk tangan heboh.

Tapi keseruan mereka tidak membuat atensi Ronald berpaling dari Margaret. Bisingnya suara musik di sini seakan embusan angin sepoi bagi Ronald, ketika tatapannya tidak lepas dari Margaret dan dia menikmati ekspresi ceria di wajah cantik itu, seolah-olah dunianya tersedot ke dalam pesona indah Margaret.

"Margaret, apa kau tidak ingin memesan minuman lagi?" Ronald mengajaknya bicara, sekedar basa-basi.

Margaret mendengar namanya disebut, menolehkan wajahnya pada Ronald. "Tidak, ini masih ada," tolak Margaret.

Jessica melihat interaksi dua temannya itu, kemudian berhenti bernyanyi. Tanpa melepas microphonenya, dia bicara. "Bagaimana kalau kita bermain permainan?" usulnya.

Cinta Tabu Si KembarWhere stories live. Discover now