Bab 25 - Seperti Dirimu

211 23 5
                                    

Saat itu, Devon menghampiri meja Morgan di kantin, hanya untuk menggoda Morgan karena lebih dekat dengan adik kelasnya, kemudian berlalu pergi. Morgan merasa tak nyaman, terlebih ia tidak suka kehadiran Jessica yang duduk semeja dengannya. Jadi ia reflek bangun untuk mengikuti Devon ke meja lain, hendak pindah tempat, tapi reflek Jessica mengejutkan Morgan saat tangannya dipegang.

"Kau mau pergi kemana? Tidak ada tempat lain yang kosong," kata Jessica.

Morgan tidak menimpali. Dia agak terpaksa menikmati makanannya, mengabaikan Jessica yang kecantikannya tidak bisa diabaikan lelaki lain. Morgan menghabiskan makan siangnya lebih cepat, sehingga ia bisa segera pergi dari hadapan Jessica untuk mencari teman-temannya.

Tapi saat berdiri membawa nampan kosong, matanya menemukan Margaret berada di meja lain bersama lelaki bajingan yang tak Morgan suka. Melihat itu membuat alis Morgan berkedut, dan raut wajahnya berubah masam. Kemudian ia beranjak pergi dengan perasaan badmood.

Morgan keluar dari kantin, berjalan di koridor sendirian, lalu mengeluarkan ponsel dan ia mengetikkan pesan singkat untuk seseorang. Tiba-tiba notifikasi lain muncul di atas layarnya dengan nama kontak Jessica. Morgan membaca pesan itu.

Kau di mana? Jangan lupa kita bertemu setelah jam istirahat selesai di ruang perpustakaan. Guru menunggu kita di sana.

Dengusan Morgan keluar dengan bosan. Dia tidak membalas pesan itu, tapi melanjutkan ketikan hurufnya yang belum sempat terkirim. Namun ia berubah pikiran, lantas menghapus beberapa kalimat tersebut, digantikan menjadi kalimat baru.

Sepertinya aku akan pulang sedikit terlambat. Kau pulang duluan saja, jangan menungguku.

Sudah jelas, kepada siapa dia mengirim pesan, bukan? Siapa lagi kalau bukan pada adik tercinta. Margaret. Bahkan kontak gadis itu diberi nama spesial my beautiful sister. Tapi Margaret sendiri yang memberi nama tersebut di ponselnya.

***

Margaret keluar dari minimarket dengan es krim di tangan. Saat akan memakannya, ia melihat Morgan di kejauhan, senyumnya pun merekah ingin menghampiri. Namun, belum dua langkah, dia terhenti diam menyadari keberadaan Jessica di samping Morgan, membuatnya ragu untuk mendekati mereka.

Tapi kemudian Margaret berpikir, dan merasa aneh ketika dirinya ragu untuk berada di tengah-tengah mereka. Mengapa harus ragu kalau lelaki itu adalah kakaknya sendiri yang sedang berjalan berdua dengan teman kelas?

Maka Margaret memutuskan untuk melanjutkan langkahnya menuju punggung mereka. "Kalian baru pulang jam segini?" Suaranya mengalihkan perhatian kedua orang itu. Mereka terkejut mengetahui ada Margaret di sini.

"Margaret, kenapa tidak di rumah?" tanya Morgan mengerutkan keningnya.

Margaret lantas menerobos ke tengah-tengah mereka, memisahkan jarak Morgan dan Jessica sehingga kini dia berada di antara mereka berdua. "Aku beli es krim," kata Margaret menjawab sambil menjilat es krimnya.

"Tapi dari rumah ke sini agak jauh, kenapa tidak beli di minimarket dekat rumah saja?" Morgan melempar tanya lagi.

"Es krim yang seperti ini sudah habis, jadi aku harus mencari ke minimarket yang lebih jauh dan ketemu," tutur Margaret lalu menjilat es krimnya.

"Ngomong-ngomong, apa kalian jalan kaki dari sekolah ke sini?" Heran baginya melihat mereka jalan bersama malam-malam begini. Kalau pun sudah waktunya pulang, harusnya mereka dijemput mobil seperti biasa, bukan malah jalan-jalan berdua.

"Kami mampir dulu di kedai untuk makan malam tadi. Lalu Morgan menemaniku mencari taksi di sekitar sini," kata Jessica menjelaskan.

Namun batin Margaret mencibir perkataan Jessica, mencari taksi hanya alasan saja kan? Untuk bisa berdua dengan kakakku?

"Jadi kau sudah makan malam, kak? Sayang sekali makanan di rumah jadi terbuang," keluh Margaret dengan ekspresi sedih.

"Tidak seperti itu," sanggah Morgan. Tapi dia tidak bisa menolak fakta pada ucapan Jessica barusan. Memang mereka makan malam bersama di kedai berhubung perut sudah sangat kelaparan, dan Morgan tidak bisa menahan lapar lagi jika harus menunggu pulang dulu untuk makan di rumah, mengingat jarak ke rumah masih jauh.

"Apa ayah memasak?" alih Morgan.

"Tidak, ayah membawa banyak makanan enak dari luar," jawab Margaret. "Kau pasti sudah sangat kenyang sekarang," sindir gadis itu pada Morgan.

"Apa kau tahu, kedai Red di sana memiliki porsi yang sedikit," kata Morgan.

Margaret memutar memorinya tentang kedai Red yang dimaksud, dan teringat mereka pernah makan berdua di sana dengan sajian porsi yang mungil. Bahkan Margaret merasa tidak kenyang setelah keluar dari kedai itu.

Maka, perkataan Morgan tidak berbohong. Margaret pun memercayainya. "Baiklah, kau harus menghabiskan makanan dari ayah di rumah," pungkas Margaret.

"Eh, apa kau tidak benar-benar kenyang, Morgan?" seloroh Jessica.

"Makanan di kedai itu hanya sekedar mengganjal perutku yang lapar," sahut Morgan.

"Apa kau mau es krim, kak?" tawar Margaret. Morgan mengambil es krim itu dari tangan adiknya, lalu menjilati es krim dan memakan hampir separuhnya.

"Jangan dihabiskan!" peringat Margaret. Kemudian Morgan menyerahkan sisa es krimnya lagi pada Margaret.

Jessica hanya menyaksikan interaksi mereka berdua dalam diam. Lalu dia berkomentar. "Kalian akur sekali sebagai kakak beradik."

"Karena kamu sehati dan sejiwa," ucap Margaret dengan nada bangga. Jessica tersenyum kecil.

"Itu taksi!" seru Margaret saat melihat taksi di kejauhan, dia langsung melambaikan tangan, dan taksi segera berhenti tepat di depan mereka.

Jessica hanya tersenyum masam. Sebelum Margaret melihat taksi pun dia sudah tahu ada taksi yang akan melewati mereka, tapi memilih diam seolah tidak tahu hanya karena ingin sedikit berlama-lama dengan Morgan. Namun keberadaan Margaret di antara mereka, membuat Jessica harus berpisah dari Morgan dengan berat hati.

"Terima kasih makan malamnya, Morgan. Sampai jumpa," pamit Jessica kemudian masuk ke dalam taksi, dan taksi melaju pergi.

Margaret melambaikan tangan perpisahan pada mobil yang membawa Jessica pergi. Sekarang hanya ada dirinya dan Morgan di sini. Margaret melirik pada kakaknya dengan penuh tanya. "Kenapa kau tidak minta supir untuk menjemputmu? Dan malah makan malam bersamanya." Ekspresinya cemberut saat bertanya.

"Selesai kelas jam enam sore, kami tidak langsung pulang tapi mampir ke toko buku untuk mencari buku. Aku membeli beberapa buku di dalam tasku. Tapi tidak terasa waktu berlalu cepat saat di luar sudah gelap, dan perutku mulai lapar. Akhirnya kami mampir di kedai Red, tak jauh dari toko buku," ungkap Morgan, memberi penjelasan dengan detail tentang kegiatannya pada Margaret.

Margaret mendengus. Es krimnya kini sudah habis dimakan. Dia membuang sampahnya ke tong sampah. "Kita juga harus naik taksi untuk sampai di rumah," kata Margaret. "Aku ke sini juga pakai taksi."

Beruntung malam belum larut, sehingga mereka mendapatkan taksi dengan cepat. Tiba di rumah, keadaan di dalam terlihat sepi tanpa ada tanda keberadaan ayah. Sebab di garasi tadi mereka tidak melihat mobil ayah di sana. Kemungkinan beliau sedang pergi ke luar.

Mereka berdua langsung masuk ke kamar. Morgan mengganti bajunya dengan kaos dari lemari. Tiba-tiba Margaret teringat dengan perkataan Ronald, dan hal ini tidak bisa dia tahan lebih lama lagi untuk tidak bertanya pada Morgan.

"Kak, siapa cinta pertamamu?"

Gerakan tangan Morgan terhenti saat membuka kancing kemeja. Dia menatap Margaret. "Kenapa kau bertanya tentang itu?" Morgan membalas dengan kalimat tanya lagi.

"Aku hanya penasaran. Selama ini kau tidak pernah bercerita tentang seseorang yang kau kagumi, atau disebut cinta pertama."Margaret duduk di pinggir ranjang. Dia menunggu jawaban apa yang akan keluar dari bibir Morgan.

Morgan menghela napas. Dia dengan acuh melepas bajunya hingga tampak shirtless di depan mata Margaret. "Aku pernah menyukai seorang gadis sewaktu berusia sembilan tahun," ujar Morgan setelah beberapa saat diam.

"Seperti apa dia?"

Morgan tidak langsung menjawab. Dia mendekati Margaret dan berdiri di hadapannya dengan bertelanjang dada, kemudian membungkuk mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Margaret.

"Seperti dirimu."

***

Cinta Tabu Si KembarTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon